Halloween party ideas 2015

foto oleh Sandipras
Di Indonesia amat jarang ditemukan siswi/a Katolik dan Kristen mengenyam pendidikan di sekolah berbasis Islam. Ini bukan karena alasan tertentu tetapi faktanya memang lebih banyak murid Muslim di sekolah mananapun di Indonesia. Di sekolah negeri misalnya didominasi oleh siswi/a Muslim. Sebagian besar penduduk Indonesia Muslim. Jadi, tak heran dengan fakta demikian.

Namun, ada juga sekolah Muslim yang didominasi oleh murid non-Muslim. Inilah yang terjadi di sekolah Muhammadiyah di Ende, Flores, NTT. Jangan heran juga karena mayoritas penduduk di sana adalah Katolik dan Kristen. Direktur Eksekutif, Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq dalam diskusi beberapa waktu lalu mengatakan, di sekolah Muhammadiyah hak siswi/a untuk menerima pelajaran agamanya dipenuhi. Ini terutama di sekolah Muhamadyiah yang memiliki cukup banyak siswi/a yang seagama. Contohnya di sekolah Muhammadiyah di Ende, Papua, dan Kalimantan Barat yang 2/3 muridnya beragama Katolik dan Kristen.

Menjadi persoalan ketika jumlah siswi/a sedikit. Misalnya di sekolah negeri yang jumlahnya siswi/a Katolik dan Kristen amat sedikit. Kalau mau memenuhi hak siswa sebaiknya sekolah menyediakan guru agama. Namun, kadang-kadang terganjal birokrasi dan administrasi. Alangkah baiknya kalau pelajaran agama itu diserahkan pada siswi/a sendiri. Biarlah mereka yang mencari guru agama. Soal-soal ujian diserahkan ke bagian tata usaha sekolah sehingga bisa diproses dan siswi/a bisa mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh sekolah.
Terima kasih untuk sekolah Muhammadiyah. Sekolah mana lagi yang menerapkan hal ini berikutnya. Ini contoh yang bijak dalam mendukung toleransi antar-agama dan kepercayaan. Bukan tidak mungkin di ssekolah ini terjadi dialog antar-siswa/i, antara orang tua dan guru serta pihak sekolah.

CPR, 4/1/2011
Gordi Afri


Post a Comment

Powered by Blogger.