Halloween party ideas 2015

Dari kecil, saya sering menulis surat untuk bapak dan ibu, untuk kakak dan adik, untuk sahabat dan kenalan. Saya memang gemar menulis surat. Surat-surat yang saya tulis rupanya mendapat respons dari bapak dan ibu, adik dan kakak, serta sahabatku. Surat itu rupanya bukan sekadar kata-kata dan kertas serta tinta tetapi benda berharga yang tentunya dibalas dengan surat juga. Saya menerima surat balasan dari bapak-ibu, kakak, dan adik saya.

Bukan saya saja yang menulis surat. Surat memang bisa ditulis oleh siapa saja dan bisa dikirim untuk siapa saja. Minimal untuk orang yang kita kenal. Kepala sekolah biasanya menulis surat atau menyampaikan langsung pesannya kepada siswa. Pastor paroki atau bapak uskup bahkan Paus Fransiskus juga sering menyampaikan pesan entah langsung atau tulisan kepada umatnya. Bapak presiden juga demikian. Mentri, gubernur, bupati, camat, dan kepala desa serta bapak dusun juga demikian.

Surat yang paling berkesan juga adalah surat dari orang tua untuk anak-anak. Saya mendengar sharing dari sepasang suami-istri semalam, Jumat, 17 April 2015. Mereka membagikan perjalanan hidup mereka. Dari pacaran sampai berkeluarga dan mempunyai 5 anak sekarang ini. Mereka jatuh cinta sejak SMA. Menikah di usia 24 tahun pada 21 tahun yang lalu. Cinta mereka memang muda dan pernikahan mereka juga di usia muda.

Surat mereka sungguh menarik. Mereka menyimak berita di TV dan koran. Ada berita tentang masa depan anak-anak. Dari berita itulah mereka mendapat inspirasi untuk menulis surat kepada 5 anak mereka. Mereka katakan dengan bahagia bahwa masa depan kalian anak-anak ada di tangan masing-masing. Jangan takut menghadapi berbagai tantangan.
Jangan gentar menerima celaan dan tantangan yang menghadang.
Jangan takut berhadapan dengan orang yang mempunyai kepercayaan dan tidak.
Jangan gentar bergaul dengan teman seagama dan tidak seagama.
Dengan teman dan orang asing.

Surat ini menarik. Pesannya sungguh berharga bagi masa depan anak-anak. Lebih dari sekadar menyampaikan pesan berharga, surat ini adalah bukti cinta orang tua pada anak-anak mereka. Dengan demikian, surat ini adalah surat cinta bapak dan ibu untuk anak-anak mereka. Surat ini berisi cinta yang dalam dari bapak dan ibu. Surat cinta ini beda dengan surat cinta dua kekasih kala berpacaran. Surat cinta jenis ini memang berisi ungkapan cinta. Hanya saja kadar cintanya beda. Ibarat kopi kental dan kopi asal hitam. Surat cinta bapak ibu seperti kopi kental. Hitam kelihatannya, pahit rasanya. Dalam kepahitan itulah letak kedalaman cinta yang mereka berikan. Beda dengan surat cinta dua kekasih yang memang memberi cinta. Hanya saja cinta yang kabur, seperti kopi asal hitam di dalam gelas. Cinta yang meloncat-loncat. Cinta monyet.

Teringat surat yang juga pernah saya tulis untuk orang tua saya. Surat ini beda dengan banyak surat lain yang saya tulis untuk mereka. Surat ini pun saya beri nama SURAT CINTA untuk bapak dan ibu. Memang, saat itu, dalam sebuah kesempatan retret, kami menulis surat cinta untuk orang tua. Inilah salah satu momen indah dalam hidup. Momen indah seperti saat-saat awal jatuh cinta. Rasanya ingin memiliki padahal hanya cinta sesaat. Seperti cinta itu, surat cinta yang saya tulis berisi ungkapan terima kasih atas cinta bapak dan ibu. Rasanya seperti saya bisa membalas cinta mereka. Yakin sekali saya bisa. Padahal, cinta mereka jauh lebih besar dari tenaga saya. Cinta mereka tak saya jangkau. Cinta mereka begitu besar. Rasa-rasanya saya hanya mampu membalasnya dalam mimpi. Dalam surat pun tidak. Betapa besar cinta itu. Betapa saya hanya berangan-angan saja menggapai cinta itu. Cinta itu memang besar dan hanya dalam angan-anganlah saya sanggup menggapainya.

Begitu besar cinta itu sampai-sampai meski saya mencintai orang tua saya, cinta itu pun belum dan tidak akan sebanding dengan cinta orang tua terhadap saya. Ah, betapa bahagianya keluarga ini. Bapak dan Ibu tidak pernah merasa cinta mereka sebatas bertemu, pacaran, nikah, berkeluarga, melahirkan. Cinta mereka berlanjut. Cinta yang nyata dalam mendidik, membesarkan, menyekolahkan, bahkan sampai membuat surat cinta untuk anak-anak mereka.

Beruntung saya pernah membuat surat cinta untuk bapak dan ibu. Betapa saya merasa beruntung. Meski demikian, tentu cinta bapak dan ibu tetap tak sebanding dengan cinta yang saya berikan pada mereka. Mereka sudah berbuat banyak pada saya. Seperti bapak dan ibu yang bercerita malam ini, cinta bapak dan ibu saya juga demikian. Terima kasih bapak dan ibu. Terima kasih kakak dan adik-adik saya.

Terima kasih untuk surat kalian.

Parma, 18/4/2015
Gordi

Post a Comment

  1. menarik postingannya mas Gordi.. kalau saya lebih suka melalui puisi..kalau surat mah malu... takut mama saya ketawa...hehehe.btw, saya senang dengan kalimat yang terdapat pada surat orang tua kepada 5 anaknya diatas... terima kasih mas Gordi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Neng Hera, terima kasih sudah mampir
      Saya juga suka dengan puisi, tapi karena orang tua saya terutama mama lebih suka baca surat ketimbang puisi,
      Ya, surat itu benar-benar mereka tulis dan bagikan kepada anak-anak mereka juga mereka bacakan di hadapan kami ketika kami minta mereka untuk berbagi
      Salam ke tanah Sunda dan terima kasih sudah mampir

      Delete

Powered by Blogger.