Halloween party ideas 2015



Rencana mengikuti ibadat Jumat Agung sore ini gagal. Hujan turun menjelang perayaan ibadat. Saya terpaksa menunda ikut perayaan.

Rencana semula ikut yang jam 3 sore. Rupanya harus ditunda. Untunglah badan saya capek dan mau tidur. Saya istirahat. Lumayan 1 jam. Tambah tenaga.

Pukul 16.30 saya mandi. Pukul 17. 00 berangkat ke Gereja Pringwulung. Sekitar 5 menit duduk di gereja hujan turun. Memang saat masuk parkiran tadi mulai gerimis. Untunglah hujan besar turun saat saya di dalam gereja.

Hujan menjadi ujian. Kadang-kadang gara-gara hujan, tidak jadi ikut ibadat. Untung saya hanya tunda. Teman-teman atau orang Katolik lainnya mungkin sama sekali tidak bisa datang karena hujan. Namun di sinilah ujiannya.

Ini juga yang ditegaskan romo dalam homili singkat tadi. Meski perayaan ibadat ini lama karena bacaan Injilnya dinyanyikan dan panjang, tampaknya tetap menarik. Empat orang solis yang menyanyikan injil cukup menarik. Suara mereka merdu, menarik perhatian umat yang datang. Yah beginilah pengalaman singkat pada Ibadat Jumat Agung tahun 2013.


PA, 29/3/13
Gordi





Misa Kamis Putih tahun 2013 cukup unik. Beda dengan tahun sebelumnya waktu saya di Jakarta. Di Yogyakarta kami merayakannya dengan sederhana. umat yang hadir 3 orang selain kami, 14 orang ditambah 1 pastor.

Karena sedikit, sebagian besar dari kami menjadi para rasul, saling basuh kaki. Pastor membasuh kaki saya, saya membasuh kaki seorang anak binaan kami, ketua kelas, dan dia membasuh kaki teman di sebelahnya. Tiga orang di urutan terakhir adalah umat. Mereka saling basuh kaki juga.

Saya tidak memerhatikan khotbah pastor saat misa. Toh, intinya adalah perayaan perjamuan terakhir antara Yesus dan para murid. Bukannya saya meremehkan khotbah itu. Tetapi, saya tidak bisa menangkap kata-kata sang pastor. Suaranya tidak begitu jelas. Ketidakjelasan ini memacu saya untuk memerhatikan sekosentrasi mungkin. Namun, rupanya gagal. Saya memilih diam dan tidak memerhatikan.

Inilah uniknya perayaan Kamis Putih 2013 ini.


Setelah misa, kami membuat perarakan. Mengantar Yesus dalam sakramen mahakudus ke tabernakel (tempat simpan hosti-tubuh Yesus) yang terletak di kapel kecil, di lantai 2 rumah kami.

Setelahnya, setiap kelompok berdoa di sana. Kelompok pertama berdoa setelah misa. Kami yang lain makan malam. Selanjutnya bergiliran sehingga tidak kosong. Yesus tidak sendirian dalam kapel itu.

Saya mendapat giliran terakhir. Pukul 11 malam. Saya berdoa sendiri dalam suasana hening. Saya meminta satu permohonan pada Yesus. Saya merasa begitu dekat sehingga saya seolah-olah bicara langsung dengan Yesus.

Pukul 11.30 saya istirahat. Rasa kantuk muncul. Langsung terkapar saat masuk kamar.
 



PA, 29/3/13
Gordi


Judul Buku: PERJUANGAN DAN PENINDASAN
Penulis: Heri Bongkok
Pengantar oleh Emmanuel Subangun
Penerbit : YLPS Humana, Jl Komojoyo 28 CT X
Tahun terbit: 1995
Kota Terbit: Karangasem, Catur tunggal, Yogyakarta
Jumlah halaman: 140

Buku ini pengalaman seorang anak gemble yang pernah hidup sebagai pemulung, pengemis, anak panti, tukang semir sepatu, pencopet, korban pelecehan seksual

foto: inspirasianakbangsa.com 
Buku ini adalah potret anak jalanan yang hidup di kereta api, angkutan umum, terminal bis, kolong tol, dan tempat umum lainnya. Mereka hidup nomaden, berpindah dari kota ke kota, tempat ke tempat.

Heri, nama penulis buku ini, adalah nama samaran. Tulisan dalam buku ini memang merupakan hasil cerita dari Heri. Dia bercerita dan ada yang menulis ulang.

Tak jelas siapa nama pencerita. Ini tidak penting. Yang jelas dia adalah seorang anak jalanan. Dia diwawancarai atau disuruh menceritakan pengalaman hidupnya, kemudian dituliskan, lalu ditulis ulang sehingga bisa dibaca oleh kalayak umum. Meski demikian, bahasa dalam tulisan ini sebagian besar dipertahankan, tidak banyak yang diubah dalam bahasa/kalimat baku.

Buku ini cocok dibaca oleh peneliti anak jalanan atau juga siapa saja yang mau tahu tentang dunia anak jalanan. Bahasanya mudah,  jumlah halaman sedikit. Bisa dibaca sambil duduk di terminal, stasiun kereta, dan tempat nyaman lainnya.

Saya membaca buku ini dalam dua hari. Cepat dan ringan.

PA, 27/3/13
Gordi

Terkesan dengan Kiprah Ibu Teresa di Kalkuta (2)




Pada bagian ini dikisahkan perjuangan Ibu Teresa pada awal karyanya. Ia keluar dari biara susteran yang lama. Lalu dia memilih satu kain sebagai pakaian barunya. Dia pakai itu. Dan itu akan menjadi pakaian para suster Claris yang dibentuknya. Dia mendirikan kongregasi suster-suster Claris. 

Pada awalnya dia ditolak. Bahkan ketika dia masuk daerah kumuh, dan mengajar anak kecil di situ, ada orang yang menuduhnya menyebarkan ajaran Kristen. Kegiatannya dianggap sebagai kegiatan politik.

Dengan tegas dan pantang menyerah dia menolak tuduhan itu. Banyak warga membantunya. Dia juga menggagalkan penggusuran daerah kumuh di kota itu. Dia berani menghadap dan memohon pada wali kota agar tidak menggusur daerah itu. Dia berhasil.

Dia juga meolak perpindahan yang digagas wali kota. Dia mengajak wali kota untuk masuk dan melihat karyanya. Wali kota kaget. Ada seorang pasien yang menderita luka tetapi bernai bicara. Pasien itu mengatakan kepada wali kota, ingat kata Mahatma Gandhi, bahwa kau harus memikirkan orang-orang miskin dan tak berdaya yang pernah kau lihat!

Sang wali kota terkagum dan keluar ruangan. Dia naik di mobil. Dia dengan gegap gempita mengatakan kepada massa yang mendukungnya. Saya berjanji untuk memindahkan orang-orang ini. Lalu massa bersorak sorai. Asal! Asal kalian kembali ke rumah, membawa istri dan anak,dan menggantikan pekerjaan para suster dan perawat di sini. Semua diam da bubar. Perpindahan pun tidak jadi.

Saya belajar ketegaran dan ketegasan dari Teresa. Kalau benar mengapa harus mundur. Berjalan dengan berani memperjuangkan kehidupan orang melarat. Inilah CINTA yang diwujudkan Ibu Teresa.

Dia mengubah kehidupan orang Kalkuta sejak 1946 di mana banyak orang melarat. Teresa dan orang-orang yang membantunya pergi ke jalan dan mengambil orang-orang yang tidak diperhatikan. Mereka dibawa ke rumah dan dirawat di sana.

Betapa besar CINTA Ibu Teresa. Dia tidak memandang karyanya sebagai karya individual. Hal ini ia ungkapklan ketika menerima penghargaan di Amerika tahun 1997. Dia mempersembahkan hadiah/penghargaan itu untuk orang melarat yang ia bantu.

Terima kasih Ibu Teresa
Engkau menginspirasi banyak orang
Untuk berbuat baik
Untuk memerhatikan orang melarat
Teladanmu patut dikenang
Kami juga kagum dengan kerendahan hatimu
Luar biasa
(Habis)***



Judul: Mother Teresa In The Name of God’s Poor
Produser:
Mengisahkan Calcuta, India 1946


PA, 21/3/13
Gordi


Powered by Blogger.