Halloween party ideas 2015


Che bello stare insieme con gli indonesiani. Non solo perché possiamo parlare in indonesiano ma, importante è possiamo gustare il cibo indonesiano.


Oggi, 30 agosto 2015, abbiamo festeggiato il compleanno della nostra amica, Mbak Ina. Abbiamo mangiato i cibi tipici dell’Indonesia come nasi, sate, kerupuk, eccetera. Per noi stranieri questa festa è come grazia di Dio. La grazia che ci riunisce in questa gioia del compleanno della nostra amica.

E in questa festa siamo riuniti non solo noi da Parma ma, anche da Treviso, Pavia - Milano, Fidenza, Milano, eccetera. Siamo venuti da più di una città. Proprio come essere indonesiano, cioè essere in varietà. Varie lingue, culture, cibi, ma siamo tutti noi indonesiani.


Grazie a Mbak Ina e buon compleanno. Grazie a tutti amici presenti. 




Dari gedung tinggi ke pohon tinggi. Dari berwarna-warni ke warna hijau.

Demikianlah gambaran pemandangan yang terlintas di mata saya dua tahun lalu. Betapa tidak, saya baru saja datang dari Jakarta. Tinggal di antara jejeran bangunan tinggi. Pemandangan yang sehari-hari nyata di depan mata. Tentu ada juga pepohonan hijau seperti di sekitar rumah kami di bilangan Jakarta Pusat. Tetapi apalah artinya pepohonan itu dibanding luasnya gedung tinggi di seluruh kota Jakarta.

Datang ke Italia, negara yang dijuluki sebagai kaya budaya dan seni. Selain seni, rupanya Italia dikenal sebagai negara hijau. Maksudnya, hampir di setiap kota selalu ada bagian hijaunya. Italia memang sangat ketat dalam menerapkan hukumnya. Salah satunya adalah mewajibkan pembangun apartemen untuk menyediakan lahan kosong sebagai ‘bagian hijau’ di sekitar pekarangan apartemen. Jika ini tidak dipenuhi, izin mendirikan sebuah apartemen tidak akan keluar. Jangan heran jika di setiap bagian dari sebuah kota, selalu ada bagian hijaunya. Entah berupa taman kota atau pekarangan apartemen.

Suatu ketika, saya pergi ke pinggiran kota Ravenna, salah satu kota seni di Italia. Menginap di salah satu rumah yang letaknya di bagian tengah hutan. Bukan hutan tanpa pemilik. Hutan yang dimaksud adalah rerimbunan pohon cemara. Pepohonan inilah yang mengelilingi rumah ini. Rumah hening ini tepat berada di tengah hutan cemara ini. Tidak banyak suara yang masuk ke rumah ini. Maka, sangat cocok jika rumah ini dipakai sebagai rumah untuk berhening. Entah berdoa atau bermeditasi. Rupanya banyak pengunjung rumah ini betah tinggal di sini. Lumayan menikmati keheningan dan hijaunya kompleks ini.

Setiap hari, saya berjalan-jalan mengitari kompleks ini. Lebih dari dua kali saya berputar-putar. Boleh dibilang, minimal 14 kali saya mengelilingi kompleks ini selama 7 hari di sana. Saya tak ingat apakah pernah 3 atau 4 kali sehari. Atau kadang-kadang 1 kali saja. Hari pertama saya mengitari semua sudutnya. Hari berikutnya, kadang-kadang berhenti lama di bawah satu pohon. Atau berhenti tepat di ujung jalan. Tidak ada mobil yang lewat karena memang tidak boleh lewat sembarang di kompleks ini. Pejalan kaki tentu saja tetapi tidak untuk mobil. Pemandagn hijau dari ujung jalan itu membuat saya betah menatapnya lama-lama. Betapa indahnya pohon cemara ini. Saya berandai-andai, kalau saja ada yang menemani, saya akan mengajak teman saya untuk duduk dan bercerita lama atau duduk bermeditasi lama-lama di sini. Kalau teman saya itu perempuan, saya mengajaknya bercinta di bawah pohon cemara ini saja. Pasti dia akan betah duduk berdua sambil bercerita di kompleks ini.

Saya yakin pemilik rumah ini betah tinggal di sini. Rasanya seperti tinggal di vila pribadi di kawasan puncak, Bogor, Jawa Barat. Letak rumah yang berada di tengah seolah-olah menunjukkan bahwa rumah itulah yang jadi pusat kompleks ini. Dari rumah inilah semua inspirasi untuk membangun dan melestarikan kompelks ini. Pemilik rumah suatu pagi berbisik pada saya, “Rumah ini bukan rumah kita. Kita menerimanya secara gratis. Pemiliknya menugaskan kita untuk melestarikan kawasan yang ada. Itulah sebabnya, kami terus merawat pepohonan ini dan menjaga keaslian kompleks ini sesuai arahan pemiliknya yang telah tiada itu.”

Saya tertegun mendengar ujaran pemilik rumah ini. Kawasan hijau seperti ini memang mesti dilestarikan. Dan, tentu banyak godaan untuk melalaikannya. Kawasan indah dan teduh ini bisa saja dirusakkan dalam sekejap mata. Cukup membuang sampah di sembarang tempat, rusaklah kawasan ini. Tidak ada lagi udara bersih karena sudah terpolusi oleh bau busuk sampah tadi. Tapi, ini tidak saya temukan di kompleks ini. Pemilik rumah justru menunjukkan pada pengunjung cara dia melestarikan kawasan ini. Salah satunya ya, bangun pagi-pagi, sambil berlari-lari, dia membawa tong sampah organiknya. Membuangnya di salah satu bagian dari rumah ini. Di sana sudah ada tempat khusus yang disediakan. Di sanalah sampah organik itu disimpan. Sampah-sampah itu akan diolah secara alamiah hingga nantinya akan jadi pupuk. Saya tidak sempat memintanya menjelaskan cara pengolahannya.

Rupanya tidak cukup sebatas mengagumi kawasan hijau tetapi mesti tahu cara membangun dan merawatnya.

Salm cinta hijau.

PRM, 31/8/2015

Warna kesukaanmu apa? Begitu pertanyaan teman saya beberapa waktu lalu. Pertanyaan semacam ini sering saya dengar. Saya pun menjawab ala kadarnya. Bukan karena tidak mau menjawab. Saya menghormati teman yang bertanya ini. Tentu dia punya maksud di balik bertanya. Atau tentu saja ada juga yang bertanya ala kadarnya saja alias iseng. 

Saya menjawab sekenanya saja karena saya tidak pernah memilih warna yang paling saya suka. Bagi saya semua warna itu sama saja. Tentu menjadi indah ketika ditempatkan pada situasi yang cocok. Kalau saya sedang melihat bendera Indonesia, saya suka warna Merah yang dipadan dengan Putih. Demikian ketika naik gunung bulan Agustus kemarin. Saya lihat banyak sekali dua warna ini ditempelkan pada batu atau pohon. Hanya saja posisinya terbalik seperti benderanya Polandia. Rupanya bendera ini jadi penanda jalur pendakian yang berlaku di seluruh Eropa. Saya dapat jawaban ini dari seorang Italia yang suka naik gunung. 

Kalau saya sedang memandang ke langit atau menatap indahnya lautan, saya suka warna biru. Mataku menatap berjam-jam melihat birunya langit dan laut. Demikian ketika melihat pelangi yang warnanya macam-macam. Rupanya jadi indah. Keindahan yang tiada tara. Seperti indahnya pulau-pulau di Indonesia yang diminikan di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. 

Keindahan seperti inilah yang saya hidupi sejak masa kecil. Karena saya hidup di gunung, warna dominan yang saya lihat adalah warna hijau. Tanpa mengurangi warna langit-biru. Hijau bagi saya adalah tanda kesuburan. Kesuburan yang menjadi impian kami, para petani. Tanah subur adalah idaman. Di baliknya, ada hasil panen. Entah padi, kopi, cengkeh, fanili, cokelat, pohon Jati, Mahoni, Ampupu, Sengon, dan sebagainya. 

Di balik kesuburan juga tersimpan rerimbunan pohon. Rerimbunan yang mungkin sederhana tetapi dari sudut pandang seni, rerimbunan itu jadi indah. Rerimbunan yang juga jadi sarang burung, tempat berteduhnya manusia. Di balik kesuburan, juga tersimpan rerumput hijau. Rumput yang jadi tempat terbaik untuk bermain sepak bola bagi kami anak desa. Rumput yang juga jadi makanan ternak kami. Kuda, Kerbau, Sapi, Kambing, dan sebagainya. 

Hijau bagi kami adalah warna rejeki. Belum senang rasanya kalau belum muncul kehijauan. Sebaliknya, kalau hijau muncul, perasaan langsung bergembira ria. Bukan saja bergembira tetapi mata kami juga seolah-olah tak berkedip melihat indahnya alam. Melihat bunga mekar, dedaunan hijau kala musim hujan mulai. Kami bahagia dengan warna hijau. 

Warna hijau juga menjadi warna harapan. Harapan akan hasil panen padi. Harapan ini sudah kami tanamkan sejak kami menanam padi. Berlanjut ketika kami melihat padi itu bertumbuh subur nan hijau saat berumur 1,5-2 bulan. Maka, di balik hijau tersimpan harapan besar. Kalau panen padi berhasil betapa kebahagiaan kami bertambah. Maka, hijau itu sungguh besar artinya bagi kami. 
Kalau ada lagi yang bertanya, apa warna kesukaan saya, saya akan menjawab untuk saat ini, saya memilih warna hijau. Tentu warna hijau menjadi lebih indah juga ketika dipadukan dengan warna lainnya. 
Jadi, apa warna kesukaanmu???

Parma, 31/8/2015

ilustrasi di sini

Uang, uang, dan uang
Manusia membutuhkanmu
Semua orang ingin memilikimu
Apa pun usahanya muaranya ke kamu

Kaum hawa
Teman perjalanan kaum adam
Teman setia kaum adam
Juga membutuhkan uang

Uang dan kaum hawa
Uang dan kaum adam
Kaum adam banyak uang
Kaum hawa ingin memiliki uang

Kaum adam membeli kaum hawa
Dengan segepok uang
Beruntunglah kaum adam yang beruang
Namun ia berdusta karena uang

Tak pandang bulu
Semua kaum adam hampir berdusta
Gara-gara uang
Politikus, penguasa, kader partai, dan sebagainya

Kaum adam diperhamba oleh uang
Boleh jadi kaum hawa juga
Tetapi yang tampak adalah kaum adam
Yang “membeli” kaum hawa

Uang memang meraja sekarang ini
Ada uang ada hawa
Ada uang ada nafsu
Ada uang apa pun bisa diraih

Sampai kapan perhambaan ini?
Hanya waktu yang tahu
Tanya saja pada rerumput yang bergoyang
Kata Ebit dalam lagunya

PA, 16/2/13
Gordi





Surat itu
Kamu tulis
Judulnya unil
Surat cinta

Apa benar itu?
Kamu yang tulis?
Dari hati?
Benar untukku?

Tak ada jawaban
Surat itu dikirim kemarin
Kala hari valentin
Kiriman unik

Biasanya dikirim cokelat dan mawar
Kali ini lain
Sebelumnya aku dapat hadiah
Tetapi bukan darimu

Mengapa kamu kirim surat itu?
Apakah itu pengganti cokelat dan mawar merah?
Kalau ya katakan ya
Kalau tidak katakan tidak

Aku belum membukanya
Hati ini berdebar-debar
Apa isi surat cinta itu
Tetapi aku berterima kasih

Terima kasih tuk kebaikanmu
Yang telah mengirim surat cinta
Untuk aku yang kamu cintai
Entah apa pun isinya nanti

PA, 15/2/13

Gordi



Wah....malam ini benar-benar kacau. Kompasiana tidak bisa diakses. Macet total untuk akses masuk.

Saya menduga kompasiana eror lagi. Sebab, dulu saya pernah mengalami seperti ini. Lebih payah karena emailnya waktu itu ikut macet juga.

Malam ini saya bisa mengakses emailnya sehingga untuk konfirmasi mudah. Akun saya memang sedang eror. Saya tidak tahu penyebabnya.

Tiba-tiba saja passwordnya diganti. Entah siapa yang mengganti. Password yang dikirim ke email juga tidak berlaku. Bisa dibuka tuk sejenak. Kemudian macet lagi. Setelah 3 kali konfirmasi baru bisa dibuka lagi.

Wah...benar-benar pusing. Belum apa-apa sudah pusing. Masalah kecil begini sudah pusing. Saya sampai membuat satu tulisan lagi tentang ini. Dan, saya masukan ke blogspot saya. Rupanya kompasiana bisa diakses lagi. Ternyata kompasiana tidak eror.

Pengalaman unik yang melibatkan perasaan juga. Muncul prasangka kompasiana eror lagi. Ternyata tidak. Terima kasih admin kompasiana. Akun saya bisa dibuka lagi.

PA, 15/2/13

Gordi

Sumber: Ilustrasi/Admin (Shutterstock)


Empat pemuda duduk
Terlihat samar-samar dari jauh
Hanya punggung yang terang
Raut muka dan dada tidak kelihatan

Mereka sedang duduk
Sambil menunduk
Rupanya sedang mencabut rumput
Mereka adalah tukang kebun

Duduknya berjauhan
Sekitar 3-4 meter
Tidak berhadap-hadapan
Tidak bercerita

Tetapi sesekali mereka mengangkat muka
Memalingkan wajah
Sambil bersahutan
Meski setelahnya menunduk lagi

Mereka ingin ke kota
Mengais rezeki di kota
Lhooo bukankah di desa ada rezeki juga?
Ya...tapi tak sama

Di kota itu ada gengsi
Sebagai anak kota gitu lhooo
Gengsi itu sifat orang angkuh
Mau menjadi angkuh?

Tidak!
Kami mau jadi orang kota saja
Hanya itu
Tidak mau menjadi angkuh

Anak muda
Dengarlah ini
Orang kota itu
Mudah angkuh

Mau jadi seperti mereka?
Hancur hidup kalian nanti
Tetap sajalah di desa
Ada banyak rezeki juga kok

PA, 16/2/13
Gordi




Siapakah politikus tulen?
Istilah asing di telinga masyarakat
Mereka tahu politikus
Tetapi politikus tulen kurang populer

Siapakah politikus?
Ya mereka yang mengurus partai
Yang sesekali juga datang ke kampung
Jadi mereka bukan orang yang asing di kampung-kampung

Lho kok bisa?
Ya mereka sering jalan-jalan ke kampung-kampung
Mencari pengikut
Memberi semangat tuk warga

Semacam dorongan tuk bekerja?
Ya begitu kira-kira
Mereka kan mengumbar janji juga
Iming-iming menyelesaikan persoalan warga

Butuh air bersih?
Saluran irigasi?
Pupuk tuk buah-buahan?
Sayur-sayuran?

Nanti kami usahakan
Sebelum pemilu akan datang dua truk
Membawa semua itu
Tolong sekretaris membuat daftar

Demikian janji mereka
Memang nyatanya kadang-kadang nihil
Ya namanya janji
Mereka juga mengumbar ke mana-mana

Siapakah politikus tulen itu?
Mereka yang total mengurus partai
Bukan merangkap jabatan lain
Harus pilih partai atau jabatan lain

Berarti banyak politikus yang tidak tulen?
Ya tentu
Ada yang mengurus partai sekaligus jabatan lain
Ini bahaya, politikus tulen ke mana kalian........

PA, 16/2/13

Gordi



Kau datang menghampiriku
Aku menemuimu
Untuk berbagi cerita
Selama sepekan berlalu

Katamu, kamu sumpek
Dengan pikiran yang penat
Persoalan hidup harian
Yang sungguh menyita perhatianmu

Katamu, ingin meluapkan semuanya
Dalam kata-kata dan cerita
Makanya, kamu bertemu aku
Moga setelahnya kamu bahagia

Pikiran ringan
Hati tenang
Perasaan senang
Lancar beraktivitas

Aku bertemu kamu
Minggu pagi ini
Senang rasanya
Aku siap mendengar

Kamu bercerita lancar
Tentang hal yang ingin kamu ceritakan
Aku hanya mendengar saja
Memang ini yang kamu butuhkan

Tak ada solusi yang aku berikan
Bukan karena tak mau
Tetapi karena kamu hanya ingin didengarkan
Kawan, moga kamu bahagia ya

Terima kasih tuk kesediaan bercerita
Moga kamu bisa tenang dan senang
Bisa beraktivitas kembali
Tak banyak kata yang aku berikan

PA, 17/2/13

Gordi



Hari ini saya mau menyegarkan otak. Bukan berarti otak saya kemarin-kemarin tidak segar. Bukan! Saya mau mencari ide baru untuk berbagi cerita.

Nah hari ini kebetulan hari Minggu. Hari libur. Ya libur untuk instansi pemerintah. Sedangkan untuk aktivitas pribadi tidak ada yang namanya libur. Kecuali kalau berhalangan seperti sakit.

Salah satau hobi saya adalah mengisi Sudoku. Permainan menebak angka dengan jumlah kotak 9. Satu kotak berisi 9 kotak kecil yang harus diberi angka. Permainan ini cukup menyita waktu. Makanya, kalau saya tidak punya kesibukan lain, saya bermain sudoku.

Atau juga ketika menunggu di rumah sakit, terminal, bandara, dan sebagainya. Hampir setiap kali menjemput sahabat di bandara, saya membawa koran bekas yang ada sudokunya. Biasanya KOMPAS selalu ada sudokunya.

Hari ini saya mengisi 3 sudoku. Dari KOMPAS hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, hari ini. Saya puas luar biasa karena berhasil mengisi ketiganya. Ada 2 yang bintangnya 5. Satunya lagi bintang 2.

Jumlah bintang di bawah kotak menunjukkan tingkat kesulitan. Semakin besar jumlah bintangnya semakin tinggi tingkat kesulitannya. Bintang terbanyak biasanya 5. Ini yang sulit. Tetapi, saya sudah terbiasa mengisi sudoku sampai bintang besar seperti ini. Kadang-kadang berhasil, kadang-kadang gagal.

Inilah cara saya menyegarkan otak hari ini. Entah mengapa permainan ini memberi energi baru pada saya. Padahal kalau dipikir-pikir permainan ini menyita banyak perhatian. Kalau toh hasilnya muncul semangat baru, berarti, permainan ini sebenarnya memberi energi juga.

Butuh penelitian untuk melihat ini. Tetapi paling tidak bagi saya sendiri. Permainan ini memberi semangat baru.

Selamat sore kepada pembaca tulisan ini. Ini sekadar berbagi pengalaman mengisi sudoku saja. Untuk yang mau coba silakan mencari sudoku di harian KOMPAS bagian klasika.

PA, 17/2/13

Gordi

ilustrasi, counciloflove

Apa yang teman-teman lakukan di tempat tidur sebelum bobo? Macam-macam. Tergantung kebiasaan. Ada yang kebiasaan sejak kecil. Ada pula yang muncul setelah berkeluarga.

Ya memang macam-macam bisa dilakukan. Ada yang merenungkan perjalanan seharian. Dari pagi sampai malam. Mengevaluasi diri. Apakah saya marah dengan orang tertentu, apakah saya dendam dengan orang tertentu, apakah saya memukul orang, apakah saya memenuhi permintaan teman/sahabat/suami/istri/anak, dan sebagainya.

Ada yang mengucap terima kasih kepada Tuhan untuk kesempatan seharian. Karena Dia memberi kesempatan untuk beraktivitas, berkarya, dan sebagainya. Dia memberi utuh, terang, udara, suhu tertentu, air, makanan-minuman, teman kerja, dan sebagainya.

Dengan dua ini sudah cukup kita beraktivitas di tempat tidur sebelum bobo. Yakinlah bahwa saat mengevaluasi diri, kita akhirnya akan kantuk atau tertidur. Demikian juga ketika mengucapkan terima kasih kepada Tuhan. Apalagi kalau kita capek. Mata cepat tertutup dan otak tak bisa bekerja lagi.

Sedangkan aktivitas lain dengan teman tidur itu urusan pribadi, urusan berdua. Terserah apa yang mau dilakukan, berbisik, berbincang, bercerita, dan sebagainya. Asal tidak mengganggu orang serumah, selingkungan, sekampung, dan se se se yang lain. Selamat malam.

PA, 17/2/13

Gordi


Apakah pembantu Anda memakai perhiasan yang mencolok? Jika ya, berhati-hatilah. Dia dan Anda akan rugi jika suatu saat terjadi hal yang tidak mengenakkan.

Semalam, ketika mengikuti pertemuan warga RT, ada seorang tetangga yang memberi informasi bermanfaat. Pembantunya dijambret pada pagi hari.

Pembantunya waktu itu mengenakan perhiasan dan sedang membersihkan halaman rumah. (Saya memberi tanda kutip pada judul beranting karena tidak jelas apakah pembantu itu mengenakan perhiasan anting atau tidak). Tiba-tiba datang seorang pemuda, menanyakan alamat rumah. Setelah beberapa kali dijawab, pemuda itu menunjuk ke arah berlawanan, menanyakan, alamat rumah itu.

Pembantu cantik ini menoleh ke sana dan saat itu juga ia dijambret dari belakang. Perhiasan ludes. Yang tersisa hanya penyesalan. Kejadiannya pada Minggu, 17/2/13. Demikian cerita tetangga saya itu.

Saya mengimbau kepada para pembantu atau para ibu untuk berhati-hati. Penjambret rupanya menargetkan perhiasan sebagai jarahan. Jika Anda ke mana-mana, hati-hatilah dengan perhiasan Anda.

Lebih baik jangan berpenampilan menawan dengan perhiasan segala. Saya dan beberapa teman juga sering jalan-jalan atau lari-lari pagi dan tidak pernah dijambret. Bukan menyombongkan diri. Penjambret mungkin tahu kami tidak punya perhiasan mahal dan menarik. Dengan kaus berlengan dan celana olahraga seadanya kami berolahraga. Apa yang mau diambil dari kami?

Jika Anda ke mana-mana lebih baik jangan membawa perhiasan. Saya kira modus mengambil perhiasan seperti ini terjadi di mana-mana. Saya pernah menyaksikan bagaimana penjambret kalung emas mencuri kalung dari leher seorang penumpang kereta malam hari dari Bogor, beberapa tahun lalu.

Penjambret betul-betul menyiapkan aksinya sehingga berhasil. Sayang sekali kalung emas nan mahal itu hilang di tangan penjambret. Jadi, hati-hatilah.

Lebih baik berpenampilan sederhana daripada berpenampilan keren tetapi menjadi incaran penjambret.

PA, 18/2/13
Gordi


Saya termasuk kompasioner yang tulisannya hilang ditelan dunia maya. Beberapa tulisan hilang. Kalau dicari hanya ditunjukkan linknya saja. Kalau dibuka kadang-kadang muncul  dan tidak. Saya tidak tahu bagaimana nasib tulisan itu nanti.

Memang saya sudah menyimpan di komputer saya. Arsip tulisan memang masih ada. Saya bisa memosting kembali. Hanya saja yang belum jelas adalah penyebab terganggunya kompasiana ini. Tampaknya amat mengganggu kompasioner. Saya bahkan tidak menulis tadi pagi gara-gara sulit untuk masuk.

Saat ini saya menulis dan tidak tahu, apakah nanti bisa diposting dengan lancar atau tidak. Mudah-mudahan lancar dan tidak dikacau-balaukan lagi. Satu tulisan yang kemarin sudah hilang jejaknya.

Selain itu, yang bikin ganggu adalah susunan tulisan. Ada tulisan saya yang muncul 2 kali. Jumlah pembacanya ada yang sama, ada yang banyak dan hanya 1-4 orang. Jam tayang juga berbeda. Dan ada yang aneh, waktu tayang mundur sampai tahun 1970.

Semoga saja ini sedang ada perbaikan di kompasiana. Dan kelak akan kembali normal. Kalau tidak wah...betapa kompasiana ini belum lolos dari hacker. Demikian saja tulisan siang ini. Selamat siang untuk pembaca semuanya.

PA, 19/2/13
Gordi


ilustrasi/shutterstock

Rintik hujan sore ini
Menyisakan bunyi tik, tik, tik
Membasahi atap rumah
Mengalirkan air dingin

Tanah pun basah
Ada yang tergenang
Yang lain meresap
Menjadi air tanah

Air hujan ini
Akan menjadi bersih
Disaring pori-pori tanah
Kelak dipakai lagi

Rintik hujan
Meninggalkan bunyi pada atap seng
Tapi kami tak terganggu
Sudah biasa seperti itu

Rintik hujan
Menciptakan irama indah
Indah dikenang pula
Masa-masa di kampung dulu

Rintik hujan
Menyisakan genangan
Kesukaan para bocah
Juga cacing tanah

Rintik hujan
Irama alam
Alunan merdu
Ciptaan Tuhan

PA, 19/2/13
Gordi


Powered by Blogger.