Berbagi dan peduli.
Dua kata yang mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan. Berbagi sebenarnya mudah
asal sudah menjadi kebiasaan. Demikian juga dengan peduli. Namun, kalau tidak
dibiaskan hal itu menjadi sulit.
Berbagi dan peduli menjadi ajakan
untuk anak-anak dan semua umat yang hadir dalam perayaan ekaristi Minggu ini di
Gerejaa Katolik, Kota Baru, Yogyakarta. Anak-anak diajak untuk berbagi dan peduli.
Banyak hal yang menjadi tempat
latihan untuk berbagi. Datanglah ke perempatan jalan yang ada lampu lalu
lintasnya. Di situ akan ditemukan banyak pengemis, pengamen, dan orang cacat.
Pedulikah kita dengan mereka? Maukah kita berbagi sedikit dari yang kita punya?
Kadang-kadang sulit mengeluarkan
seribu rupiah untuk mereka. Kadang-kadang muncul nada benci ketika melihat
mereka dengan seenaknya saja meminta-minta dan berusaha. Ini tanda bahwa
berbagi dan peduli tidak mudah. Butuh kepekaan dari dalam hati. Mesti juga
dilatih sejak kecil.
Anak-anak tadi membawakan sebuah
visualisasi-drama tentang peduli dan berbagi. Si A hanya mempunyai 3 ribuan
uang di sakunya. Dia pun merasa kurang puas karena tidak cukup untuk uang
jajan. Temannya meyakinkan dia bahwa uang itu cukup sebab Si A juga membawa
bekal dari rumah. Akhirnya Si A pun menyadarinya. Lalu, mereka bertemu dengan
seorang pengemis. Si A pun mau memberi lembar 3 ribuan itu kepada pengemis.
Dengan drama ini anak-anak yang hadir
diajak dan dilatih untuk mau berbagi dan peduli. Hal kecil yang mudah dilakukan
jiak dibiasakan. Di negara ini tindakan berbagi dan peduli masih menjadi barang
langka. Di pedesaan boleh jadi kedua hal ini mudah ditemukan.
Tetapi di kota, amat jarang. Setiap
orang pada umumnya mau nyaman dengan kepunyaannya dan enggan berbagi. Kalau
virus berbagi dan peduli-boleh jadi-ada relasi yang dekat antara yang berpunya
dan tidak berpunya.
Selamat hari Minggu.
Selamat hari Minggu.
PA, 4/11/12
GA
GA
*Tulisan ini pernah dimuat di blog kompasiana kolomSOSBUD pada 04 November
Post a Comment