Halloween party ideas 2015
Showing posts with label Resensi Buku. Show all posts



Pohon Sesawi mungkin tidak terkenal di Indonesia. Atau hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja. Pohon ini memang bukan pohon yang tumbuh di Indonesia. Kalau pun tumbuh, mungkin hanya di daerah tertentu saja. Pohon ini beberapa kali disebut dalam Kitab Suci orang Kristiani (Katolik dan Protestan). Boleh jadi orang Kristiani tidak asing mendengar kata ‘Sesawi’. Namun, belum tentu orang Kristiani pernah melihat pohonnya. Sebagian pasti sudah melihatnya.

Buku POHON-POHON SESAWI karangan Romo Mangun tidak membahas perihal pohon Sesawi. Buku ini adalah sebuah novel yang menceritakan pergulatan Romo Mangun sebagai manusia-rohaniwan. Di dalamnya berisi kisah hidup sejak ia kecil. Saat menjadi tentara, menjadi pastor, dan kisah hidup lainnya. 

Novel ini berisi kumpulan naskah yang tercecer sana-sini oleh Joko Pinurbo dan Th Kushardini. Keduanya pernah bekerja dengan Rm Mangun. Dalam penyusunannya, mereka mengalami kewalahan. Sebagian naskah tidak jelas hurufnya. Mereka memoles sana-sini dengan kata-kata rekaan untuk melengkapi naskah itu. Inilah novel terakhir yang ditulis oleh Romo Mangun.

Novel ini bisa dibaca oleh siapa saja terutama penggemar sastra. Alur ceritanya menarik. Dengan membaca ini, pembaca seolah-olah mengembara ke segala arah. Sebab, gaya bahasa Romo Mangun amat khas. Banyak informasi lain yang terkait dengan penuturan ceritanya. Dari sini bisa disimpulkan bahwa Romo Mangun kaya akan pengetahuan di berbagai bidang.

Selamat membaca novel ini.

Judul Buku: POHON-POHON SESAWI
Penulis: Y.B. MAngunwijaya
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun terbit: 1999
Kota Terbit: Jakarta
Jumlah halaman: 118

PA, Maret 2013
Gordi Afri


Salah satu tujuan menulis adalah mencerahkan masyarakat. Inilah yang digagas dalam buku MENULIS dari Mengapa dan Bagaimana sampai Profesor Mencerahkan Masyarakat. Buku yang ditulis oleh Sudartomo Macaryus, dosen mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Taman Siswa Yogyakarta ini berisi kumpulan makalah yang dibawakan dalam berbagai kesempatan. 

Buku ini berisi tentang perihal menulis. Salah satu pesan utamanya adalah mengajak pembaca untuk gemar Menulis. Penulis buku ini memberi contoh bagaimana menulis artikel ilmiah agar bisa dimuat di media/jurnal kampus.

Selain mengajak menulis, penulis buku juga mengajak pembaca untuk melihat hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia menulis. Misalnya membaca, mencari inspirasi, membaca beberapa halaman per hari, menulis beberapa kalimat sehari, dan sebagainya.

Membaca buku ini serasa memperoleh inspirasi untuk gemar membaca dan menulis. Penuturannya bernas, ringan, dan menarik. Buku ini ditujukan bagi siapa saja yang ingin menulis artikel ilmiah dan juga tulisan ringan-populer lainnya.


Buku ini wajib dibaca oleh kalangan akademisi yang tidak lepas dari tugas menulis artikel ilmiah. Dengan rajin menulis kiranya kalangan akdemisi bisa mencerahkan masyarakat. Selamat membaca.


Judul Buku: MENULIS dari Mengapa dan Bagaimana sampai Profesor Mencerahkan Masyarakat
Penulis: Sudartomo Macaryus
Penerbit : Penerbit KEPEL PRESS
Tahun terbit: 2010
Kota Terbit: Yogyakarta
Jumlah halaman: 123

PA, Maret 2013

Gordi Afri

Minum kopi sudah menjadi kegemaran rakyat negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke ada gerai kopi. Kopi juga menjadi salah satu komoditas andalan negeri ini.

Kopi tidak saja menjadi kegemaran masyarakat kalangan atas, kaum elit, kaum berada. Kaum bawah, akar rumput, juga gemar minum kopi. Tak heran jika di rumah mereka tersediakopi untuk diminum.

Istilah cangkir kopi pun tidak asing di telinga masyarakat. Cangkir kopi dalam judul tulisan ini tidak berkaitan langsung dengan tulisan yang ada di dalam buku Cangkir Kopi Jon Pakir.

Cangkir kopi memang dimaksud sebagai cangkir kopi benaran. Istilah ini masuk dalam tulisan ini karena latar belakang tulisan yang ada dalam buku ini. Buku ini berisi kumpulan tulisan yang tersebar di berbagai media masa. Sewaktu tersebar dalam media, tulisan itu bisa dibaca sambil menikmati kopi hangat pagi hari. Atau juga sambil menikmati kopi di kafe bersama teman.

Sementara, nama Jon Pakir adalah nama diri Emha Ainun Nadjib, novelis dan budayawan dari Yogyakarta. Ia menggunakan nama ini untuk menyebut dirinya. Nama ini dipilih begitu saja tanpa ada latar sejarah atau keterkaitan lainnya.

Buku ini menarik untuk dibaca. Cocok dibaca oleh siapa saja yang suka membaca dan sedang belajar menulis. Idenya mengalir. Maklum, kumpulan tulisan ini sudah tersebar di berbagai media masa. Jangan heran jika gaya bahasanya adalah gaya bahasa koran dan media masa populer. Silakan membaca buku ini dan nikmatilah gaya bahasanya.

Selamat membaca.

Judul Buku: Cangkir Kopi Jon Pakir
Penulis: Emha Ainun Nadjib, budayawan dan penulis, novelis dan penyair
Penerbit : MIZAN
Tahun terbit: 1992
Kota Terbit: Bandung
Jumlah halaman: 395
Isi: kumpulan tulisan ringan yang tersebar di media massa.


PA, Maret 2013

Gordi Afri



google.co.id

Novel ini mengisahkan kehidupan dua bersaudara, Mansur dan Laminah, kakak-adik, anak dari Madang. Mereka sejak kecil ditinggal ibu. Lalu ayah meninggal saat mereka sang Kakak kira-kira berumur 8-9 tahunan. Sang adik masih kecil.

Sejak kepergian ayah, mereka tinggal dengan Tante. Di situ mereka hidup tidak tenang. Mansur dipaksa bekerja keras, menggembala di padang, dan mencari kayu bakar. Sedangkan adik, Laminah, dipaksa menjaga sepupunya yang masih kecil.

Sewaktu masih ada ayah, mereka hidup bahagia. Ayah sering memungut durian atau mencari ikan di sungai. Mereka menunggu di rumah. Mereka juga ikut ayah menjual durian ke ujung sungai. Pergi dengan rakit yang bergerak dengan arus sungai.

Mereka juga sering berkunjung ke rumah Tante yang berdekatan. Waktu itu Tante dan suaminya sayang sama mereka. Mereka dimanja.

Namun, ketika ayah tidak ada, sikap suami Tante berubah. Dia menjadi bengis dan kadang-kadang tidak menaruh iba pada anak yatim piatu itu. Laminah yang jadi korban, dipukul karena membuat anaknya luka. Padahal anaknya menginjak pisau saat bermain dengan Laminah.

Apa boleh buat, sang kakak makin besar dan tangguh. Mereka berlindung di rumah sepasang kakek-nenek yang amat sayang pada mereka sebelum berangkat ke Bengkulu untuk mencari pekerjaan.

Saya salut dengan kegigihan-perjuangan sang kaka beradik dalam novel ini. Meski ini hanya novel, kisahnya membawa pesan perjuangan dan kejujuran. Kedua nilai ini yang dihidupi kakak-beradik.

Namun, saya tidak begitu tertarik dengan novel ini. Sesuai judulnya, kisah kedua kakak-adik ini berakhir tragis. Mereka selalu dirundung duka. Banyak cobaan hidup yang mereka alami. Sampai akhirnya adik bunuh diri dengan cara mencebur ke laut karena stres sang kakak dipenjarakan.

Kemudian sang kakak kecewa karena harus hidup sendiri. Baginya tidak ada arti kalau adik telah tiada. Dia pergi dengan kapal lalu mencebur ke laut. Kru penyelamat kapal berusaha menolongnya namun gagal.

Saya sedih membaca novel ini. Amat sedih mengikuti kisah hidup kedua kakak-adik ini. Terlalu sedih. Penulis novel ini mengisahkan cerita yang berakhir sedih.

Meski ini novel tua, patut dibaca. Bahasanya masih gaya dulu. Paling tidak saya jadi tahu gaya bahasa zaman itu.


Judul Buku: TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG
Penulis: S. Takdir Alisjbhana
Penerbit : Dian Rakyat
Tahun terbit: 1993 (Cet ke-13)
Kota Terbit: Jakarta
Jumlah halaman: 116


PA, 23/3/13
Gordi



Judul Buku: PERJUANGAN DAN PENINDASAN
Penulis: Heri Bongkok
Pengantar oleh Emmanuel Subangun
Penerbit : YLPS Humana, Jl Komojoyo 28 CT X
Tahun terbit: 1995
Kota Terbit: Karangasem, Catur tunggal, Yogyakarta
Jumlah halaman: 140

Buku ini pengalaman seorang anak gemble yang pernah hidup sebagai pemulung, pengemis, anak panti, tukang semir sepatu, pencopet, korban pelecehan seksual

foto: inspirasianakbangsa.com 
Buku ini adalah potret anak jalanan yang hidup di kereta api, angkutan umum, terminal bis, kolong tol, dan tempat umum lainnya. Mereka hidup nomaden, berpindah dari kota ke kota, tempat ke tempat.

Heri, nama penulis buku ini, adalah nama samaran. Tulisan dalam buku ini memang merupakan hasil cerita dari Heri. Dia bercerita dan ada yang menulis ulang.

Tak jelas siapa nama pencerita. Ini tidak penting. Yang jelas dia adalah seorang anak jalanan. Dia diwawancarai atau disuruh menceritakan pengalaman hidupnya, kemudian dituliskan, lalu ditulis ulang sehingga bisa dibaca oleh kalayak umum. Meski demikian, bahasa dalam tulisan ini sebagian besar dipertahankan, tidak banyak yang diubah dalam bahasa/kalimat baku.

Buku ini cocok dibaca oleh peneliti anak jalanan atau juga siapa saja yang mau tahu tentang dunia anak jalanan. Bahasanya mudah,  jumlah halaman sedikit. Bisa dibaca sambil duduk di terminal, stasiun kereta, dan tempat nyaman lainnya.

Saya membaca buku ini dalam dua hari. Cepat dan ringan.

PA, 27/3/13
Gordi
Powered by Blogger.