google.co.id |
Novel ini mengisahkan
kehidupan dua bersaudara, Mansur dan Laminah, kakak-adik, anak dari Madang.
Mereka sejak kecil ditinggal ibu. Lalu ayah meninggal saat mereka sang Kakak
kira-kira berumur 8-9 tahunan. Sang adik masih kecil.
Sejak kepergian ayah, mereka
tinggal dengan Tante. Di situ mereka hidup tidak tenang. Mansur dipaksa bekerja
keras, menggembala di padang, dan mencari kayu bakar. Sedangkan adik, Laminah,
dipaksa menjaga sepupunya yang masih kecil.
Sewaktu masih ada ayah,
mereka hidup bahagia. Ayah sering memungut durian atau mencari ikan di sungai.
Mereka menunggu di rumah. Mereka juga ikut ayah menjual durian ke ujung sungai.
Pergi dengan rakit yang bergerak dengan arus sungai.
Mereka juga sering
berkunjung ke rumah Tante yang berdekatan. Waktu itu Tante dan suaminya sayang
sama mereka. Mereka dimanja.
Namun, ketika ayah tidak
ada, sikap suami Tante berubah. Dia menjadi bengis dan kadang-kadang tidak
menaruh iba pada anak yatim piatu itu. Laminah yang jadi korban, dipukul karena
membuat anaknya luka. Padahal anaknya menginjak pisau saat bermain dengan Laminah.
Apa boleh buat, sang kakak
makin besar dan tangguh. Mereka berlindung di rumah sepasang kakek-nenek yang
amat sayang pada mereka sebelum berangkat ke Bengkulu untuk mencari pekerjaan.
Saya salut dengan
kegigihan-perjuangan sang kaka beradik dalam novel ini. Meski ini hanya novel,
kisahnya membawa pesan perjuangan dan kejujuran. Kedua nilai ini yang dihidupi
kakak-beradik.
Namun, saya tidak begitu
tertarik dengan novel ini. Sesuai judulnya, kisah kedua kakak-adik ini berakhir
tragis. Mereka selalu dirundung duka. Banyak cobaan hidup yang mereka alami.
Sampai akhirnya adik bunuh diri dengan cara mencebur ke laut karena stres sang
kakak dipenjarakan.
Kemudian sang kakak kecewa
karena harus hidup sendiri. Baginya tidak ada arti kalau adik telah tiada. Dia
pergi dengan kapal lalu mencebur ke laut. Kru penyelamat kapal berusaha
menolongnya namun gagal.
Saya sedih membaca novel
ini. Amat sedih mengikuti kisah hidup kedua kakak-adik ini. Terlalu sedih.
Penulis novel ini mengisahkan cerita yang berakhir sedih.
Meski ini novel tua, patut
dibaca. Bahasanya masih gaya dulu. Paling tidak saya jadi tahu gaya bahasa
zaman itu.
Judul
Buku: TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG
Penulis:
S. Takdir Alisjbhana
Penerbit
: Dian Rakyat
Tahun
terbit: 1993 (Cet ke-13)
Kota
Terbit: Jakarta
Jumlah
halaman: 116
PA, 23/3/13
Gordi
Post a Comment