BERJUANG MELAWAN KEBOSANAN
BERJUANG MELAWAN KEBOSANAN
Pagi tadi, entah karena apa, saya tinggalkan semua gadget. Tidak ada niat membaca sebenarnya, tapi saya mengambil buku dan masuk ruang baca. Saya tahu, apa pun yang terjadi, di sana pasti nyaman untuk membaca.
Dua pekan lebih saya tidak membaca. Menulis pun hanya renungan harian saja. Diary yang biasanya tiap hari saya sentuh belum saya sentuh juga. Tapi kemarin, sambil memperbaiki blogspot, saya mencoba posting tulisan yang sudah ada.
Membaca adalah saat-saat intim bersama diri sendiri. Saya merasakan betapa membaca itu perlu diusahakan. Ada perjuangan besar untuk memaksakan diri membaca. Kadang-kadang targetnya tercapai, kadang juga tidak. Tapi, kemarin, dari 1 jam yang ditargetkan, saya malah bertahan selama 1,5 jam. Sampai berhenti sebelum makan siang.
Ada perjuangan besar di balik keasyikkan membaca ini. Sekali mata terpusat pada bacaan, tanpa memikirkan yang lain, pasti kegiatan membaca menjadi sesuatu yang menyenangkan. Untuk segala sesuatu rupanya harus ada paksaan. Dalam bahasa motivator, paksaan itu adalah perjuangan mendapatkan semangat baru.
Hidup rupanya harus disertai perjuangan. Santo Paulus saja berjuang untuk memahami apa yang terjadi dalam dirinya. Dia yang sebelumnya penjahat kini bisa berbalik jadi pewarta. Tapi, perubahan ini bukanlah mudah. Ia harus mengalami kebutaan lalu harus menemui Ananias yang menunjuk jalan padanya.
Proses menemukan jalan ini yang kadang tak mudah dalam hidup kita. Kita cenderung berhenti sebelum menemukan jalan yang ditunjukkan itu. Kita tahu kita sedang dalam labirin hidup, tapi kita tidak sabar, mengikuti ritme yang ada untuk berjuang menemukan jalan keluar.
Saya bersyukur, setelah mandek selama 2 minggu, Tuhan menunjuk jalan itu. Dengan membaca pun, saya menemukan kembali semangat hidup. Sebenarnya tanpa membaca pun, hidupku tetap berjalan seperti biasa. Tapi, apalah artinya hidup dalam rutinitas tanpa pemaknaan? Membaca adalah proses memberi makna pada hidup harian.
Semangat membaca ini bisa saja hanya menjadi satu sisi dari kehidupan saja. Tapi yang saya rasakan, begitu selesai membaca, saya juga punya semangat untuk menulis. Menuliskan apa yang saya alami. Maka, mengarungi film hidup harian, membawa saya pada sang pemberi hidup. Dialah, Tuhan kita, yang tidak saja menunjukkan jalan, tapi memberi semangat agar kita sampai pada tujuan hidup itu. (25/1/24)