FOTO, thefwa.com |
Tulisan
yang ringan ini bisa saja dibuat jadi rumit. Atau yang populer ini bisa jadi
karya ilmiah. Bisa saja. Tapi, kali ini cukup yang ringan saja. Maklum,
melihat-lihatnya juga tadi hanya melihat yang ringan-ringan. Dengan
melihat-lihat saja sudah jadi dua paragraf. Apalagi kalau mau bahas apa yang
dilihat. Berapa yang dilihat. Bagaimana Anda melihatnya. Tapi ya, tak usah
panjang lebar. Pertanyaan ini memang bisa membuat tulisan jadi lebih panjang.
Dan, ada saatnya jika membahas menjadi lebih panjang.
Melihat-lihat
sejatinya adalah sebuah relasi. Antara dia dan aku. Antara aku dan objek yang
saya lihat. Atau, antara aku dan kamu. Atau, antara aku dan foto, gambar,
tulisan, koran, buku. Dalam melihat-lihat itulah ada relasi. Relasi yang tak
mesti saling bereaksi. Relasi antara dua manusia memang tampak seperti bereaksi
(timbal-balik). Maksudnya, relasi antara penanya dan penjawab. Tapi, relasi di
sini, tidak mesti seperti itu. Katakanlah relasi pasif. Seperti saya yang melihat-lihat
tulisan di kompasiana, di sini relasinya pasif. Saya hanya mengklik, membaca,
atau bahkan melihat judulnya, lalu selesai. Tidak ada reaksi timbal balik.
Sampai di sini tulisan jadi tiga paragraf. Saya mau tutup sampai paragraf
terakhir. Paragraf penutup. Sesuai janji saya untuk membuat tulisan ringan.
Jadi,
kalau mau menulis cukup melihat-lihat saja dulu. Untuk menulis, tidak ada kata
terlambat atau keluhan ‘tidak ada ide’. Hal ini kiranya sudah dibahas oleh
penulis hebat dan senior di mana pun. Di Indonesia bahkan di kompasiana, soal
ini sudah dibahas berkali-kali. Jadi, jangan bilang ‘tidak ada ide’. Buat saja
tulisan yang idenya dari ‘tidak ada ide’ itu. Sebab ‘tidak ada ide’ bisa jadi
dasar sebuah tulisan. ‘Tidak ada ide’ juga adalah ide. Ide yang bisa jadi
tulisan. Cukup bertanya mengapa tidak ada ide? Itu sudah jadi ide utama.
Tinggal dikembangkan. Demikian dengan rentetan tulisan lainnya.
PRM,
22/5/15
Gordi
Post a Comment