Google images |
Pengalaman tinggal bersama keluarga petani sekaligus peternak membekas dalam ingatan saya. Pengalaman itu menjadi segar kembali dalam otak setelah mendengar kisah Gembala yang Baik. Ada kemiripan yang begitu dekat.
Waktu itu saya masih di sekolah dasar. Tiap bangun pagi, saya selalu berpapasan muka dengan seorang bapak. Mula-mula heran, pagi-pagi begini kok sudah siap ke ladang. Apakah salah kalau tunggu agak siang setelah matahari terbit?Ternyata dia hendak ke ladang, memberi rumput kepada kerbaunya. Biasanya, dia memindahkan kerbaunya ke tempat yang ditumbuhi rumput segar.
Saya tahu sekarang. Dia tak ingin kerbaunya kelaparan. Semalaman, kerbaunya menempati daerah yang ada rumputnya. Paginya, kerbau itu harus dibawa ke tempat baru sehingga dia tetap mendapat rumput. Kadang-kadang bapak itu memotong sendiri rumput lalu dibawa ke tempat kerbau itu.
Menjelang siang, biasanya sekitar jam 10-11, dia pergi lagi. Dia akan memindahkan kerbaunya ke dekat air sungai. Kerbau tidak tahan panas dan cepat haus. Kalau siang, kerbau biasanya merendam di sungai sehingga tubuhnya tidak kepanasan.
Sorenya, bapak itu pergi lagi. Dia menggunakan waktu ini untuk berlama-lama berada di dekat kerbaunya. Ketika kerbau makan rumput, bapak itu berada di dekatnya. Kadang-kadang, saat seperti inilah, dia memberi garam untuk menjinakkan kerbaunya. Sebelum kembali ke rumahnya, bapak ini menempatkan kerbaunya di daerah yang berumput segar. Minimal cukup untuk makanan sepanjang malam sebelum esok pagi dipindahkan.
Dalam relasinya dengan ternak peliharaannya, bapak ini digolongkan sebagai gembala yang baik. Kisah Gembala yang Baik menampilkan hal serupa. Dalam relasi manusia dan Bapa, Yesus adalah perantara. Manusia ibarat domba (ternak peliharaan) dan Yesus adalah gembala (Sang pemilik rumput).
Yesus tahu domba-dombanya (manusia). Seperti bapak mengenal dan dekat dengan ternak peliharaannya. Domba-domba mendengar suara gembala. Mendengar juga kapan sang gembala mendekatinya. Entah pagi-pagi buta seperti bapak tadi maupun saat lain. Hanya domba yang tahu.
Lebih dari itu, gembala memanggil domba-dombanya dengan nama mereka masing-masing. Nama adalah sebuah tanda identitas. Memanggil orang dengan namanya merupakan sebuah penghormatan. Saya selalu bangga tiap kali orang yang lebih besar (kedudukan sosial) dan lebih tua (usia dan pengalaman) memanggil saya dengan nama saya. Ini pertanda dia memperhatikan saya dan sekaligus juga menunjukkan bahwa ia menghormati saya.
Google images |
Memanggil dengan nama menurut hemat saya tidak saja merupakan bentuk penghormatan tetapi di situ terjalin relasi. Antara kerbau dan bapak yang tiap sore menemaninya makan rumput dan memberinya rumput ada relasi. Demikian juga dengan Yesus yang mengenal manusia. Ada relasi yang intim entah manusia sadar atau tidak.
Kisah ini menampilkan sosok pemimpin (gembala) yang baik. Gembala yang baik diringkas dengan satu kalimat. Gembala yang mengenal domba-dombanya, pemimpin yang memperhatikan rakyatnya. Dari mengenal, seorang pemimpin menjadi tahu dan dari tahu dia menjadi pelayan. Kita semua adalah pemimpin di suatu tempat, suatu instansi, suatu kesempatan. Bapak tadi adalah seorang pemimpin yang memperhatikan bawahannya (ternak peliharaannya). Dia menjadi pelayan total, dari pagi hingga sore. Dalam dialah ternaknya mencapai kepuasan dalam makanan. Dalam Yesus juga manusia memperoleh hidup abadi, hidup penuh kebahagiaan. Hidup yang selalu ceria meski ditimpa kesusahan dan masalah besar.
Cempaka Putih, 13 Mei 2011
Gordy Afri
Post a Comment