Halloween party ideas 2015

Hemat energi melalui cara berpakaian
Tragedi itu terjadi pada 11 Maret 2011 di Jepang. Bangunan hancur diterpa gelombang tsunami, belasan bahkan puluhan ribu nyawa manusia terenggut. Tambah lagi dengan ribuan nyawa yang dinyatakan hilang. Setelah gempa dan gelombang tsunami itu, muncul banyak persoalan baru. Satu di antaranya adalah ledakan reaktor nuklir yang membawa bahaya radiasi.


Enam bulan berlalu. Trauma masih ada. Sarana untuk warga pun belum tuntas. Masih ada yang tinggal di hunian sementara. Namun, kini Jepang bangkit lagi. Pemerintah dan warga Jepang sedang memulihkan situasi dan kondisi. Semangat tahan uji masyarakat Jepang terbukti dalam mengatasi bencana ini. Sekadar diketahui selama abad XX dan XXI Jepang mengalami beberapa bencana alam dahsyat. Gempa bumi Kanto 1923, Gempa bumi besar Hanshin-Awaji 1995, Gempa bumi Hokkaido 2003, Gempa bumi Chūetsu 2004, Gempa bumi Iwate 2008, Gempa bumi Shizuoka 2009, Gempa bumi Jepang 2010, dan Gempa bumi dan tsunami Sendai 2011. Betapa semangat pemerintah dan masyarakat Jepang teruji dan menjadi kuat melalui peristiwa ini. Semangat ini pula yang membangkitkan mereka untuk membangun negeri.

Laporan kolom intermezzo di TEMPO edisi 12-18 September 2011 memperlihatkan bagaimana pemerintah dan masyarakat mendukung rencana ini. Sarana publik diperbaiki, seperti rel kereta api, bandara, terminal, dan sarana lain. Selain itu, hunian sementara tetap disediakan. Masyarakat boleh menggunakan hunian ini secara gratis sambil menunggu renovasi rumah. Ini yang membuat masyarakat merasa nyaman untuk tetap tinggal di lokasi semula meski kerapkali dilanda ancaman gempa.

Selain itu, masyarakat mendukung dengan beberapa kebiasaan baru seperti penghematan energi listrik. Lampu penerang di rumah dan jalan dihidupkan seperlunya saja. Pendingin ruangan (Air Condition) di hotel dihidupkan dengan suhu sedang dan pada waktu tertentu saja. toko-toko dan pusat belanja dibuka setengah hari, tidak 24 jam seperti biasanya. Mereka juga menggunakan pakaian yang tipis agar tidak terlalu pamas. Ini semua demi mendukung program penghematan energi listrik.

Sumbangan lain juga muncul. Dari kaum tua sedang diusulkan program baru. Mereka menjadi relawan untuk memperbaiki reaktor nuklir. Hitungan dampak radiasi yang akan terjadi setelah 30-40 tahun sudah dipersiapkan. Kalaupun kena radiasi, mereka tidak teralalu rugi karena umur mereka nanti sudah tua. Daripada mengirim relawan muda yang masih usia produktif. Begitu prinsip mereka.

Para perawat dan dokter juga tetap masuk rumah sakit meski suami dan anak mereka menjadi korban bencana. Mereka berprinsip bekerja karena banyak yang membutuhkan. Jangan heran kalau beberapa perawat Indonesia diminta dikirim ke daerah bencana. Solidaritas dan semangat  juang yang tinggi.

Kita, bangsa Indonesia yang berada di daerah gempa dan sering dilanda gempa dan bencana alam lain bisa belajar dari bangsa Jepang. Kita sudah mengalami beberapa bencana besar seperti Aceh (2004), Mentawai, Wasior, dan Yogyakarta (2010). Peristiwa ini kiranya mematangkan persiapan diri kita menghadapi bencana alam. Ekspedisi CINCIN API KOMPAS juga bisa memperluas pemahaman kita tentang bencana alam. Setelah semuanya diketahui, persiapan diri kitalah yang menjadi penentu utama. Bahaya bencana alam akan selalu ada, tinggal saja bagaimana kita menghadapinya. Alam boleh bergejolak, nyawa manusia tetap diselamatkan semaksimal mungkin.

Cempaka Putih, 22 September 2011
Gordi Afri

Post a Comment

Powered by Blogger.