Gambar: google |
Kemarin (11/10/2011), saya bertemu seorang penjahit.
Persisnya saya yang berkunjung ke tempatnya bekerja. Usahanya ini terletak di
pinggir jalan kecil nan ramai di Jakarta Pusat. Ibu ini melayani pelanggan
usahanya dengan ramah. Siang ini pun seperti itu.
Ketika saya masuk,
dia sedang membereskan sebuah celana jahitannya. Dia bercerita kalau
sebelumnya ada pemuda yang hendak menjahit celananya namun gagal karena
perbedaan harga. Ibu itu mempersilakan pemuda itu mencari tempat jahitan lain.
Rupanya pemuda itu tidak menemukan penjahit yang cocok. Tak lama berselang, dia
datang lagi. Namun, ibu setengah tua itu menolak jika jahitannya langsung
diambil siang itu juga.
Ibu ini memang
pekerja keras. Keringat mulai tampak di mukanya. Bisa jadi karena kepanasan.
Dia dan suaminya menjalani profesi ini sejak puluhan tahun lalu. Konon, dia
adalah seorang perantau. Sebagai perantau, dia mengalami banyak pengalaman
bertemu orang dari berbagai latar. Dia memberi nasihat, "Mas sebagai perantau—apalagi
sebagai mahasiswa—kita mesti rendah hati dengan penduduk asli." Di
mana-mana perantau memang menjadi warga kelas dua. Tak sedikit yang berusaha
mengubah/memperbaiki status sosial sehingga menjadi setara dengan penduduk
asli. "Kalau mereka olok, kita terima dengan rendah hati saja. Namun, kita
juga mesti tegas dengan identitas kita supaya mereka sadar," lanjutnya.
Ibu ini sadar akan identitas. Identitas menjadi ciri khas seseorang. Bisa jadi
orang yang tidak menghargai akar budayanya tidak beridentitas.
Identitas ini pula
yang membuat ibu ini dipercaya banyak orang. Dia bercerita kalau dulu dia
sering melayani pesanan jahitan untuk pegawai TNI AL, dari kantor polisi, dan
artis legendaris Indonesia seperti (grup) Koes Plus. "Di rumah saya, ada
koleksi kaset Koes. Dia memberi dengan gratis puluhan tahun lalu,"
kenangnya. Bukan hanya dengan kalangan atas, ibu ini juga akrab dengan tukang
sayur. "Kalau ada pakaian yang masih layak pakai, saya berikan
kepadanya," cerita ibu yang sudah 35 tahun menjadi penjahit. Keakraban ini
membuatnya bisa kenal dengan banyak orang. Di perantauan, peran teman amat
penting. Kalau ada masalah, teman bisa membantu. Sumbangan kecil yang amat
berarti. Maka, semakin banyak teman dan sahabat, semakin luas jaringan
pergaulan. Semakin baik kita bertutur kata, semakain banyak orang percaya
dengan kita. Terima kasih Ibu atas nasihatmu.
Cempaka Putih, 11 Oktober 2011
Gordi Afri
Post a Comment