gambar dari footballsoccerschool.com |
Bar bagi orang Italia adalah tempat
untuk berbicara banyak hal. Dari topik politik, sosial, budaya, ekonomi,
bisnis, mafia, sepak bola, perjalanan, kerja, dan sebagainya. Itulah sebabnya
bar menjadi tempat yang selalu dikunjungi. Pagi, siang, sore, dan malam, bar
selalu ramai oleh pengunjung.
Bar bukan saja bagi kalangan berduit.
Semua orang bisa datang ke bar. Duduk dan menikmati minuman dan makanan di
sana. Bar tidak mematok harga tinggi. Harganya bervariasi. Dari yang paling
murah, 1 atau 2 euro sampai yang mahal misalnya 10 atau 12 euro. Itulah
sebabnya di bar, tidak ada pengotakan menurut harga. Yang membeli dengan harga
mahal dari golongan kaya dan yang membeli dengan harga murah dari golongan
kurang kaya. Tidak ada! Di bar, semua orang punya tempat. Yang mau minum kopi
saja ada. Yang mau makan pizza ada. Yang Cuma ambil segelas bir ada. Banyak
tawaran. Itulah sebabnya bar menjadi tempat bagi semua orang.
Selain bar, orang Italia juga pada
umumnya suka menonton sepak bola. Maklum, Italia adalah negeri sepak bola.
Italia menjadi negeri yang selalu difavoritkan menjadi pemenang piala dunia.
Dunia sepak bola Italia memang sudah terkenal di seluruh dunia. Meski
kenyatannya tidak selalu menang bahkan tahun lalu sama sekali tidak menunjukkan
kehebatannya. Lama-lama dunia sepak bola Italia kalah pamor dengan liga lainnya
misalnya liga Spanyol, Inggris, Prancis, dan Jerman.
Dan kini dunia sepak bola Italia memang
sudah sampai pada puncak kerapuhannya. Di balik ketenarannya, tersimpan sejuta
keburukannya. Di luar tampak bagus, tapi dalamnya rapuh. Dunia sepak bola
Italia saat ini ibaratnya bis metro mini di Jakarta yang di luarnya dipoles cat
baru nan mengkilat, tapi di dalamnya keropos. Bahkan, sesekali bisa saja terbakar
di tengah jalan. Dunia sepak bola Italia bukanlah bis metro mini tetapi memang
dunia sepak bola Italia sedang keropos seperti mesin bis metro mini di Jakarta.
Keburukannya ini makin nyata dengan
bagkrutnya beberapa klub seperti Parma. Beberapa klub lain sudah pindah
peringkat dari A ke B. Parma pun tampaknya sudah sebagian kakinya di seri B.
Parma hanyalah contoh klub yang gagal. Gagal dalam hal manajemen. Beberapa
pengamat menunjukkan hal ini misalnya tertundanya pembayaran gaji pemain,
pembayaran stadion, pembayaran pajak klub pada penyelenggara liga nasional, dan
sebagainya. Bahkan, beberapa pengamat terang-terangan mengatakan Parma sedang
dirasuki mafia akut. Pratik mafia memang bukan main ruginya bagi Italia. Bukan
saja di dunia sepak bola. Dunia lain pun kena. Politik, keamanan, ekonomi, dan
sebagainya. Rapuhnya manajemen sepak bola Italia saat ini hanyalah salah satu
akibat dari kuatnya jaringan mafia di Italia saat ini.
Mafia juga masuk kota Parma. Tentu
dengan berbagai modus. Modus yang kadang sulit dilihat tetapi akibatnya tampak.
Mafia bekerja seperti angin. Angin tidak bisa dilihat tetapi bisa dirasakan
tiupannya, bisa dilihat akibat gerakannya lewat daun yang bergoyang. Mafia di
kota Parma juga demikian. Teman saya yang penggemar klub Parma mengatakan,
“Baru kali ini Parma mengalami keadaan sulit seperti ini.” Ini berarti betapa
sulitnya keadaan Parma saat ini. Teman-teman lain berkomentar, “Mafia sudah
masuk dan merusak manajemen klub Parma.”
Boleh jadi ada benarnya komentar
teman-teman ini. Ada beberapa bangunan di luar kota Parma yang diduga sebagai
milik para mafia. Bangunan ini dibiarkan kosong begitu saja. Letak bangunannya
juga aneh. Gedung itu dibangun jauh dari perumahan penduduk. Tidak ada rumah
penduduk di sekitar. Bangunan itu berdiri sendiri. Bagi orang baru, akan muncul
pertanyaan, ini bangunan apa, untuk apa dibangun di sini. Dan beberapa jawaban
spekulasi pun muncul. Bangunan ini dibangun oleh mafia untuk mengelabuhi
anggaran uangnya. Boleh jadi demikian. Hanya saja kadang sulit menunjukkan
buktinya. Wong mafia bekerja seperti angin.
Bicara tenang mafia juga kadang-kadang
terang-terangan berlangsung di bar. Sambil minum bir, perencanaan pun dimulai.
Memang kata mafia haram disebut di tempat umum. Penulis pernah bertanya tentang
hal ini kepada orang Italia sendiri. Dan, langsung dijawab, lebih baik kita
bicarakan nanti. Tidak boleh menyebut kata itu di tempat umum. Boleh jadi
antara sesama anggota jaringan mafia, bisa saja. Itulah sebabnya, di bar,
sambil minum bir, lebih baik menyaksikan pertandingan sepak bola saja. Tidak
dilarang dan bahkan banyak yang suka.
Menonton sepak bola di bar tentu benda
sensasinya ketika menonton langsung di stadion. Orang Italia sendiri gemar
datang ke stadion. Ini salah satu pemasukan besar bagi klub sepak bola. Sayang,
dengan adanya krisis, banyak orang Italia yang menanggalkan atau mengurangi
kebiasaan ini. Hanya mereka yang penggemar berat yang datang ke stadion. Meski
krisis, orang Italia tidak kehilangan minat untuk menyaksikan sepak bola. Dunia
sepak bola yang mendarah-daging ini memang sulit dihilangkan. Dengan berbagi
cara, mereka mencoba mencari jalan keluarnya.
Salah satu jalan keluarnya adalah menyaksikan
di TV. Bisa nonton di rumah masing-masing. Sayang, cara ini pun tidak gampang.
Tidak semua pertandingan ditayang di stasiun TV. Kalau mau menyaksikan semua
pertandingan, harus berlangganan stasiun khusus misalnya SKY SPORT atau MEDIA
SET PREMIER. Harganya pun tidak murah. Untuk SKY SPORT misalnya, dipatok harga
dengan kisaran 600 euro ke atas dalam setahun. Kalau dirupiahkan kira-kira Rp.
9.000.000. Mahal bukan? Daripada buang-buang biaya sebesar itu setiap tahun,
ada cara yang lebih mudah.
Cara ini memang betul-betul murah dan
sesuai dengan gaya hidup orang Italia. Caranya adalah menonton di bar. Dengan
biaya 4 euro pun, satu pertandingan bisa ditonton. Tak perlu menunggu jadi bos
untuk menyaksikan pertandingan sepak bola seperti ini. Cukup dengan 4 euro
dapat 1 botol bir dan dapat bonus tonton sepak bola. Cara ini jauh lebih murah
ketimbang datang sendiri ke stadion yang harga tiketnya berkisar dari 30-an
euro ke atas. Jauh lebih murah juga ketimbang berlangganan MEDIA SET PREMIER.
Di sini sensasinya juga lumayan. Lebih ramai kalau di dalam bar ada dua
kelompok pendukung. Adu teriak pun tak terhindarkan. Tetapi semua tetap menjaga
kenyamanan di bar. Tidak seperti di stadion yang bisa berteriak sekuat tenaga.
Bar, bir, dan sepak bola. Tiga dunia
yang berbeda namun bisa diselaraskan. Minum bir di bar sambil menyaksikan
pertandingan sepak bola. Bahkan, kalau mau bukan saja dunia sepak bola. Dunia
lain seperti politik, perencanaan perjalanan, dan bisnis pun jadi. Menonton di
bar sambil minum bir tidak akan membahayakan sesama pendukung. Tentu tidak
seperti menonton sepak bola di Gelora Bung Karno Jakarta atau di Stadion
Mandala Krida, Yogyakarta. Tapi, sasaranya sama, menyaksikan pertandingan sepak
bola.
Salam sepak bola.
PRM, 8/3/2015
Gordi