gambar dari abc.net.au |
Pilihan untuk berpihak pada kaum miskin
adalah salah satu program kerja atau misi Paus Fransiskus. Pilihan ini tidak
mudah. Bayangkan saja, di seluruh dunia, jumlah penduduk miskin lebih banyak
dari penduduk yang kaya. Di Indonesia, sudah jelas, yang miskin lebih besar
dari yang kaya. Jurangnya bertambah dalam karena sebagian besar kekayaan negara
menjadi milik beberapa orang kaya. Meski sulit, Paus Fransiskus dalam
kepemimpinannya selama dua tahun, sudah membuktikan bahwa dia mampu berpihak
pada kaum miskin.
Tiga belas Maret 2013 adalah tanggal
bersejarah bagi dunia umumnya dan bagi Gereja Katolik khususnya. Hari ini
terpilih pemimpin Gereja Katolik yang baru-menggantikan Paus emeritus
Benediktus XVI-yakni Paus Fransiskus. Sejak saat itu, Paus asal Argentina ini
mengganti nama kepemimpinannya. Dia memilih nama Fransiskus. Nama yang erat
kaitannya dengan semangat kemiskinan. Fransiskus yang dimaksud adalah putra
kelaurga kaya di kota Asisi, Italia. Dia kaya tetapi memilih untuk hidup
miskin.
Paus Fransiskus kiranya tidak salah
memilih. Dia juga memilih nama ini setelah mendengar bisikan teman kardinalnya.
“Jangan lupa kaum miskin,” demikian bisikan temannya. Fransiskus ingat, kaum
miskin adalah perhatian besar bagi Fransiskus dari Asisi. Maka, dia pun memilih
nama itu sebagai nama kepemimpinanannya.
Kepemimpinan Paus Fransiskus memang unik. Keunikannya terletak pada pilihannya untuk memerhatikan kaum miskin. Baginya, perhatian ini mesti dimulai dari diri sendiri. Kelak, misi pribadinya ini menjadi misi bersama, misi Gereja Katolik pada umumnya. Dia pun memulainya dari hari pertama masa kepausannya. Dia memilih untuk tinggal di apartemen di luar rumah Vatikan. Dia meninggalkan kamar yang boleh dibilang nyaman dan mewah di dalam kompleks Vatikan. Ini hanya salah satu contoh atau bukti nyata pilihannya.
Kalau dirunut ke belakang, pilihan Paus
yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio ini, sudah dimulai di Argentina kala
dia menjabat sebagai uskup dan kardinal di sana. Dia memilih untuk tinggal di
apartemen, membayar sendiri uang koran dan telepon, menumpang bis umum kala
mengunjungi umatnya, dan sebagainya. Hal-hal kecil ini dia bawa sampai ke Roma
saat dia menjabat sebagai paus. Di kompleks Vatikan, misalnya, dia memberi
salam kepada para uskup dan pastor serta karyawan di Vatikan. Dia juga
mengunjungi para permasak di dapur sebelum menyantap hidangan siang. Konon,
peraturan protokol Vatikan amat ketat. Semuanya di atur. Bahkan, untuk naik
lift saja, ada ajudan yang membukakan pintu. Paus Fransiskus meminta para
pasukan keamanan Vatikan untuk membiarkannya membuka sendiri pintu lift. “Kamu
pergi mengerjakan pekerjaan lain. Yang ini bisa saya kerjakan,” katanya suatu
ketika kepada seorang ajudan dari Swiss Guard.
Pilihan Paus Fransiskus tidak saja
berhenti di dalam tempat tinggal dan kantor kerjanya. Dia juga tetap membawa
pilihannya ini kemana pun dia pergi. Di kota Roma, misalnya, dia mengunjungi
kaum pinggiran yang nota bene adalah kaum imigran yang datang mencari kerja di
Italia. Bahkan, imigran yang telantar di Pulau Lampedusa (dekat Italia bagian
Selatan) pun dia jemput. Dialah yang menggugah hati pejabat Italia untuk pergi
memerhatikan para imigran yang kadang-kadang menderita sebelum mendarat di
Italia. Paus Fransiskus tahu betul betapa menderitanya kaum imigran ini baik
dalam perjalanan dengan perahu menuju Italia maupun setelah mereka mendarat dan
mencari pekerjaan di Italia.
Dalam bidang relasi dengan komunitas agama
lain, Paus Fransiskus juga adalah ujung tombaknya. Dia mengunjungi Turki dan
Yerusalem. Di sana, dia bertemu para pemimpin dari komunitas Muslim, Yahudi,
dan Ortodoks. Dia masuk dan berdoa di masjid, sinagoga, dan gereja ortodoks.
Perbedaan keyakinan bagi Paus Fransiskus bukanlah penghalang untuk tinggal dan
hidup bersama. Dia bukan saja mengunjungi para pemimpin agama lain, Paus
Fransiskus juga menawarkan rumahnya (Vatikan) untuk berdialog, berbicara,
berdoa, mencari solusi atas masalah Israel-Palestina. Saat itulah dunia
bergaung mendengar suara umatnya berdoa. Suara solat bergaung dari Vatikan.
Demikian juga dengan suara dari komunitas Yahudi yang juga berdoa di Vatikan.
Paus Fransiskus di Asia
Paus Fransiskus menaruh perhatiannya juga
untuk bangsa-bangsa Asia. Itulah sebabnya dia tak segan-segan untuk mengunjungi
Asia dua kali dalam dua tahun masa kepausannya ini. Korea, Srilangka, dan
Filipina adalah tiga negara yang dia kunjungi. Di Srilangka, dia bertemu dengan
para pemimpin dari komunitas Hindu dan Budha. Di Filipina, dia bertemu dengan
para korban badai.
Saat itulah, dia merealisasikan misinya
untuk memerhatikan kaum miskin. Miskin bukan saja materi tetapi juga semangat
hidup. Bagi Paus Fransiskus, kita tidak bisa tinggal bersama dengan damai dan
nyaman, jika di antara kita masih ada yang merasa kurang semangat. Kendurnya
semangat ini disebabkan berbagai latar belakang. Boleh jadi ekonomi, juga
hubungan dengan komunitas lain, atau juga situasi yang dikondisikan dari
pemerintah di suatu negara. Situasi seperti ini menjadi perhatian Paus
Fransiskus. Itulah sebabnya, dia tidak mau membatalkan niatnya untuk
mengunjungi orang-orang Filipina. Pada hari yang sama, di Filipina turun hujan
dan angin kencang. Paus tidak menjadikan ini sebagai alasan untuk tidak
mengunjungi para korban. Dia justru mengenakan mantel plastik seperti yang
dipakai para korban pada umumnya, dan bersama mereka berdoa di sana. Ini adalah
tanda kecil, bagaimana seorang pemimpin mau turun dan terlibat dalam situasi
masyarakatnya.
Tindakan ini mungkin kecil tetapi bagi
rakyat Filipina, tindakan Paus ini justru menyentuh hati mereka. “Kehadiran
Paus membuat kehidupan saya berubah. Saya menemukan kembali semangat yang baru
untuk terus menjalani hidup ini,” demikian komentar seorang rakyat Filipina
dalam kunjungan paus ini.
Para pemimpin di dunia juga di Indonesia
kiranya perlu menarik pelajaran penting dari gaya kepemimpinan Paus Fransiskus. Perhatian terhadap kaum
miskin kiranya mesti menjadi perhatian kita semua. Hari-hari ini di negeri
kita, rakyat kecil menjerit. Keluhan karena naiknya harga listrik, BBM,
sembako, dan sebagainya adalah keluhan rakyat kecil. Keluhan ini menjadi tanda
bahwa rakyat kecil membutuhkan perhatian dari pemimpin. Siapa peduli, dialah
yang tidak melupakan kaum miskin ini. Keluhan mereka sebenarnya bukanlah
keluhan anak kecil yang merengek dan minta diperhatikan oleh ibunya. Bukan. Keluhan
mereka adalah tanda bahwa mereka sedang menghadapi kesulitan. Itu
berarti bahwa pemimpin mesti peka dan segera memberi mereka bantuan secukupnya.
Jika tidak, rakyat kecil akan menderita.
Kita yakin pemimpin kita di Indonesia ini
bisa memerhatikan kaum miskin yang jumlahnya mayoritas. Yakin pula bahwa para
pemimpin kitas masih punya hati untuk menjawab keluhan rakyat kecil.
Salamat ulang tahun kedua-sebagai
paus-kepada Paus Fransiskus di Roma-Vatikan, Italia.
PRM, 12/3/2015
Gordi
Post a Comment