Halloween party ideas 2015

FOTO, shutterstock
Di sudut gedung berlantai lima itu, kami bertemu. Dia menyelinap pelan di depan mataku. Aku baru saja masuk gedung ini. Melewati dua pintu utama. Satu berdinding kaca tembus pandang dan satu lagi pintu berkomando jarak jauh. Tepat di depan pintu itu kami bertemu. 

“Ke mana kok bawa buku segala,” kataku padanya.
“Biar tampak seorang akademikus, (sambil lalu dia tertawa).”

Ya, dari buku itu. Katanya biar kelihatan akademikus. Maksudnya, mereka yang berkecimpung dalam bidang akademik-pendidikan. Jadi, entah dia baca atau tidak buku itu, itu tidak diperdebatkan. Dia hanya menunjukkan bahwa dia membawa buku. Dengan membawa saja, dia beranggapan, dia akan dianggap seorang akademikus. Orang yang melihatnya akan segera tahu tentang ini. Orang juga tidak bertanya-tanya siapakah seorang akademikus. Mereka paham jika seorang akademikus adalah seorang berintelek. Dan, orang berintelek biasanya membaca banyak buku.

Dengan menunjukkan buku, dia merasa dirinya sudah jadi orang berintelek. Lalu, bagaimana dengan intelek muda? Maksudnya anak muda yang kemana-mana juga membawa buku. Yang di dalam kereta atau bis membaca buku. Apakah mereka juga berintelek dan bertitel kaum akademikus? Dari definisi ini memang bisa dimasukkan ke situ. Mereka toh membawa buku. Mereka mau menunjukkan bahwa mereka juga masuk kaum akademikus.

Demikian suatu pagi, kubertemu seorang gadis remaja. Dia duduk dekatku di kereta. Dia membawa buku. Kebetulan kulit buku itu menarik. Gambar pemandangan indah. Aku pikir mungkin buku tentang perjalanan. Aku penasaran ingin bertanya. Dan memang aku bertanya pada gadis itu. Rupanya tebakanku salah. Buku itu adalah novel. Menceritakan kisah cinta dua remaja di taman idaman. Ah rupanya cerita menarik yang terjadi di tempat menarik juga.

Dan dari novel menarik itu, kami bisa ngobrol asyik dalam waktu 45 menit dalam kereta itu. Rupanya dia suka baca novel. Seminggu bisa satu novel. Tergantung jumlah halaman dan kesempatan yang ia miliki. Waktu libur biasanya dia habiskan untuk membaca. Tentu pertama dia mengerjakan tugas sekolahnya. Baginya, membaca novel mesti dilakukan setelah mengerjakan tugas kuliah. Novel seperti dinomorduakan begitu. Meski dinomorduakan, novel itu membuatnya bisa berkenalan denganku. Hemmm sebenarnya akulah yang ingin berkenalan dengannya.

Dua orang ini membawaku ke alam buku. Aku memang suka baca buku. Juga sedikit memamerkan bahwa aku suka baca buku. Sesekali membawa buku di jalan, di kereta, di bis sekolah. Di pesawat tidak. Aku mau menikmati pemandagan saja kalau di pesawat. Atau sesekali membaca majalah. Dengan membawa buku—meski belum membacanya—aku dianggap berakademis. Padahal, belum tentu aku membaca buku itu. Tetapi paling tidak, aku telah menunjukkan bahwa aku juga suka buku. Sama-sama suka jadinya saling berkenalan. Ah gara-gara buku.

PRM, 31/5/15
Gordi

SEBELUMNYA: BUKU ITU GURUKU






Post a Comment

Powered by Blogger.