FOTO: laineygossip.com |
Aku ingat ciuman itu. Rasanya nyaman banget. Ya, ciuman itu terjadi 5 tahun silam. Lama sekali. Bukan lamanya yang ingin dikenang. Tetapi, nyamannya ciuman itu. Waktu itu, aku dan dia sedang kasmaran. Dan, kami hanya diizinkan untuk berciuman. Ini batasnya dalam pacaran. Tidak boleh lbih dari situ. Betapa kami ingin taat pada adat kami. Ciuman itu bagi kami, sebagai remaja, menjadi puncak wujud cinta kami. Kami memang saling cinta. Bukan cinta monyet. Cinta yang bergelora. Aku pun tak segan mengatakan padanya, kita pacaran sampai nikah.
Ia dan aku setuju dengan janji ini. Maka, sekali lagi
kami berciuman. Ciuman itu bagi kami menjadi tanda awal perjanjian yang
mengikat kami seumur hidup. Kami tak ingin ada orang lain di antara kami. Kalau
janji setia seumur hidup sudah diungkapkan di hadapan orang tua kami, baru kami
memikirkan orang ketiga di antara kami. Orang ketiga itu adalah buah cinta kami.
Betapa aku ingat janji itu. Dan, janji yang kami buat itu, rupanya menjadi
janji terakhir juga. Setelahnya tidak ada janji lagi.
Setelah ciuman itu, kami menghidupi hari-hari kami
dengan suasana tidak nyaman. Aku sibuk dengan kegiatanku sebagai aktivis sekolah.
Dan, dia sibuk dengan kelompoknya. Susahnya pacaran dengan orang yang sesama
sibuk. Saat sibuk, tidak ada pikiran untuk memerhatikan yang lain, bahkan
kekasih sendiri. Dan, itulah yang kami alami. Aku sibuk dengan diriku dan dia
sibuk dengan dirinya. Tak ada lagi pembicaraan kelanjutan tentang janji.
Janji yang bertanda ciuman itu menjadi ciuman
terkahir. Ciuman itu pun menjadi tanda berakhirnya pacaran kami. Meski akhir,
aku selalu mengawali hari-hariku dengan mengenang ciuman itu. Betapa ciuman itu
masih kuingat dengan baik. Aku dan dia jadi satu. Kami merasa dunia ini hanya
milik kami berdua saja. Dan, ciuman terakhir itu menjadi perpisahan antara aku
dan dia. Aku kini tak tahu di mana dia berada. Aku hanya ingat ciuman itu
bersamanya.
Ciuman yang membawa kenangan indah itu rupanya menjadi
peristiwa buruk. CIuman itu memang asyik tetapi kenangan akannya membuatku
tidak nyaman. Aku selalu mengingatnya sampai-sampai aku menghayal tentangnya.
CIuman itu, betapa pun nyamannya, justru membuatku tidak nyaman. Aku kini
mengingat peristiwa itu setiap kali mau berciuman dengan pacarku yang baru.
Semoga dia di sana bahagia dengan mengingat ciuman itu. Dan, semoga aku tidak
terlalu memikirkan ciuman itu.
*kisah imajiner
CPR, 15/6/13
Gordi
Post a Comment