Beriman di Meja Makan
Sr Margareta di tengah
Di tengah berisiknya para tamu
Suaranya menggema, seraya memohon
tenang
Lalu, memanjatkan doa pada-Nya
Katanya, mari kita bersyukur atas
roti yang dibagikan ini
Dari ujung ruangan ada teriakan
Minta agar volume suara ditinggikan
Memang, dalam berisik
tidak ada yang bisa didengarkan
Ketika ada saling pengertian untuk
mendengar, di situlah ada suara
Lalu, dia mengulangi doanya
Kali ini semua tenang
Semua bisa mendengarkannya
Di akhir doa, dia bersahut, salamat
makan
Kami semua lalu duduk di meja,
Temanku bertanya sebagai awal
percakapan
Kok bisa ya, tamu yang
datang sebanyak ini
Kataku, ya, inikan
kenalannya
Lalu, kami mulai
berkenalan lagi dengan tamu berwajah baru
Rupanya mereka juga
temannya sang suster neo-profesan
Ah, kita sama donk
Kami juga adalah
teman-temannya
Aku lalu berkomentar,
rupanya masih ada orang beriman di tengah gersangnya animo masyarakat terhadap
gereja
Kata temanku, ya tentu
saja
Iman tetap ada dan
hidup
Meski iman itu adalah
urusanku dengan Tuhan
Iman bukan saja
urusanku dan Tuhan lho
Kataku menyanggah
pertanyaan temanku
Dia memang menekankan
hal ini
Sebab dia orang
berintelek
Aku terus menjelaskan
padanya
Jika iman itu bukan
melulu relasi eksklusif antara aku dan Dia
Bahkan, di meja makan ini, kita bisa
beriman lho, kataku
Maksudnya bagaimana, serunya
Kok bisa beriman di meja makan,
lanjutnya
Aku lalu mencari kata-kata untuk
menjelaskannya
Bahasa yang sulit mesti
disederhanakan
Aku lalu mulai dengan gambaran ini
Di ruangan ini, ada banyak tamu
Duduk menurut kelompok mejanya
Kita semua adalah orang beriman
Temanku menganggukkan kepala
sambil memerhatikan penjelasan
lanjutan
Kataku lagi, sederhananya beriman
itu adalah berelasi
Dengan Dia yang di atas
dan dengan sesama
Relasi dengan Dia
mustahil tanpa relasi dengan sesama
Relasi dengan sesama
tak kuat tanpa relasi dengan Dia
Jadi, beriman adalah
berelasi
Di meja ini juga kita bisa beriman
Temanku lalu tersenyum
Ah, rupanya kita bisa beriman dan
mendiskusikan iman di meja makan
Hidangan mulai diedarkan
Kami pun mulai menikmatinya dan
menanggalkan diskusi kami
*dari percakapan di Verona
**File puisi ini pernah dikirim ke situs sesawi Jakarta tetapi tidak ditindaklanjuti. Penulis berhak memublikasikannya di blog ini.
**File puisi ini pernah dikirim ke situs sesawi Jakarta tetapi tidak ditindaklanjuti. Penulis berhak memublikasikannya di blog ini.
Post a Comment