Kue Unik di Hari Ulang Tahun Kota Parma
model lain dari kue berbentuk sepatu 'scarpette di sant'illario' FOTO: comeunfiorellinodirosmarino.blogspot.com |
Kota Parma
termasuk kota kreatif. Kreatif bisa dalam bidang apa saja. Beberapa di
antaranya sudah terkenal di seluruh dunia. Sebut saja keju parmigiano yang sudah akrab di lidah pecinta kuliner.
Satu lagi rupanya yang membuat warga Parma makin kreatif yakni kue kas dalam
pesta HUT kota Parma.
Setiap tanggal 13 Januari, warga Parma beramai-ramai
memeriahkan ulang tahun kota yang mereka cintai. Hari itu pun menjadi hari
libur untuk seluruh warga kota. Universitas dan sekolah-sekolah libur, kantor
pemerintah dan pabrik juga demikian. Pada hari itu—atau juga sehari
sebelumnya—di rumah-rumah warga dan di tempat belanja atau di restoran,
disediakan makanan kas warga Parma. Makanan ringan yang manis itu disebut Scarpette di Sant’Ilario atau sepatu
dari Santo Hilarius.
Kue ini memang berbentuk sepatu. Kisahnya
mengingatkan mereka akan sosok Santo Hilarius atau Sant’Ilario sebagai
Pelindung kota Parma. Dalam legenda yang beredar, Ilario melewati kota Parma
pada musim dingin. Ia sedang melakukan perjalanan panjang dari Poiters-Prancis
ke Roma-Italia. Tukang sepatu di kota Parma yang melihatnya tanpa sepatu
memberinya sepasang sepatu. Illario berterima kasih kepada tukang sepatu itu.
Keesokan harinya, tukang sepatu itu melihat sepasang sepatu dari emas di tempat
ia bertemu dengan Sant’Illario sehari sebelumnya. Ia kaget dan mengira tidak
benar. Tetapi, sepatu itu memang benar-benar dari emas.
Illario (315-367) sendiri adalah seorang Uskup dalam
Gereja Katolik. Ia lahir dan meninggal di kota Poiters, Prancis. Dalam sejarah
literatur Gereja Katolik, Illario dikenal sebagai Filsuf, Teolog, Penulis, dan
Doktor Gereja atau Pujangga Gereja. Tentu saja dia juga adalah seorang Uskup
dan akhirnya juga diberi gelar Santo pada pertengahan abad XIII (1851) oleh
Paus Pius IX. Tidak banyak Filsuf dan Teolog dalam Gereja Katolik yang diberi
gelar Pujangga Gereja atau Doktor Gereja. Sant’Illario menerimanya karena
kepiawaiannya dalam bidang Filsafat dan Teologi.
Dalam sejarahnya, kepiawaian Illario sebagai Filsuf
dan Teolog diakui bukan saja oleh Gereja Katolik. Gereja Anglikan di Inggris
dan Gereja Ortodoks di Rusia pun mengakuinya. Illario sendiri berasal dari
keluarga kaya yang tidak mengenal agama (pagano).
Dengan kepiawaiannya dalam bidang FIlsafat, ia mencari dan terus mencari ilmu
pengetahuan termasuk membaca Kitab Suci agama Kristen Katolik dan akhirnya
bergabung dan menerima baptisan dalam Gereja Katolik.
Boleh jadi tidak semua warga Parma tahu sejarah sosok
Pelindung kota mereka ini. Tetapi, yang jelas bagi mereka, sosok ini adalah
Pelindung kota mereka yang memberi mereka anugerah dan rejeki termasuk untuk
menghadiahkan Kue Kas Scarpette di
Sant’Ilario pada hari ulang tahun kota mereka.
Pada Jumat pagi itu, kami juga mendapat Kue Kas ini
dari Tukang Roti yang datang setiap pagi. Dia memberikan secara gratis. Ini
hadiah terindah. Tidak masuk dalam daftar roti yang akan dibayar setiap akhir
bulan. Di sekolah, anak-anak yang kami jumpai pada hari sebelum dan sesudah
pesta juga menyinggung soal kue ini. Rupanya sudah populer seperti makanan khas
lainnya dari kota Parma.
Pada perayaan HUT yang ke-2200 ini, Pemerintah kota
Parma memberikan hadiah (premio di
Sant’Illario) Medali Emas dan Setifikat Prestasi Sipil (Attestati civica benemerenza) kepada 7
orang dan lembaga yang berjasa untuk kota Parma. Penghargaan ini diberikan
setiap tahun pada perayaan HUT. Tahun 2017 ini, medali emas diberikan kepada Arturo
Carlo Quintavelle (Profesor emeritus
Sejarah Seni di Universitas Parma), dan Sertifikat Prestasi Sipil kepada Giulia Ghiretti (Perenang
Putri nasional dan internasional, lahir tahun 1994 di Parma), Cus Parma (Lembaga Olahraga yang lahir dari inisiatif mahasiswa di Universitas
Parma), Lanzi Trasporti (Perusahaan penghubung antar beberapa bandara
dan dermaga di sekitar kota Parma), Emporio
di Parma (Organisasi Pasukan Sukarela
yang dibentuk selama krisis moneter tahun 2008), Comitato Orti (Lembaga non
profit yang membantu di rumah-rumah para jompo), Giovanni Ballarini (Profesor
dari Persatuan Akademi Masak Italia), Unione
Veterani dello Sport (Lembaga
Olahraga yang menekankan semangat Kekeluargaan dalam berolahraga).
Mereka ini dipilih dari sekitar 30 orang yang
diusulkan pada tahun 2017 ini. Hadiah pada HUT ini diberikan sejak tahun 1986.
Saat itu, pemerintah kota Parma berinisiatif untuk memberi penghargaan kepada
orang dan lembaga yang berjasa membangun kota dan warga Parma dengan berbagai
caranya. Warga dan pemerintah kota Parma berhak memberi usulan setiap tahun
untuk menerima penghargaan bergengsi ini. Bidang yang bisa diusulkan adalah
ilmu pengetahuan, seni, industri, lapangan pekerjaan, olahraga, bantuan amal,
inisiatif dermawan, dan sebagainya.
Penghargaan ini datangnya baru-baru ini saja kalau
dibanding dengan usia kota Parma. Kota Parma dalam sejarahnya mulai dibentuk
pada tahun 183 Sebelum Masehi. Kota ini adalah satu dari sekian kota jajahan
Pasukan Romawi. Dan, sejak saat itu, Parma terus berkembang menjadi kota yang
betul-betul berguna. Boleh dibilang, kota Parma melalui banyak pengalaman
berharga yang menjadi pijakan dalam perkembangannya.
Berbagai torehan prestasi pernah diraih oleh kota
berpenduduk sekitar 194.464 orang pada Agustus 2016 ini. Penghargaan
internasional pernah diraihnya pada tahun 2014 yang lalu. Saat itu, koran The Telegraph dari Inggris memberi
peringkat ke-4 kepada kota Parma dari semua kota di seluruh dunia sebagai kota
paling layak dihuni. Sementara majalah Panorama
dari Italia—pada tahun yang sama—memberi peringkat sebagai kota terfavorit yang
layak dikunjungi oleh seluruh warga Italia.
Setahun setelahnya (2015), Parma mendapat penghargaan
internasional dari UNESCO sebagai satu dari beberapa kota kreatif (UNESCO Creative Cities Network). Kota
Parma dipilih sebagai “Città creativa” dalam bidang perkembangan ekonomi. Di
Italia pada saat itu, hanya terpilih 5 kota saja dari 69 jumlah kota yang
dipilih oleh UNESCO.
Saat ini, sudah terpilih sekitar 116 kota dari 54
negara yang tergabung dari jaringan Kota Kreatif ini. Sekitar 7 bidang yang
dinilai untuk masuk kategori kota kreatif—lihat situsnya di sini—yakni Crafts & Folk Art, Design, Film,
Gastronomy, Literature, Music and Media Arts.
Sampai saat ini, 5 kota di Italia mendapat
penghargaan di 5 kategori. Kota Roma dipilih untuk bidang Film, Bologna untuk
bidang Musik, Fabriano untuk bidang Seni Kerajinan Tangan, Torino untuk bidang
Desain, dan Parma untuk bidang Gastronomia.
Satu lagi penghargaan yang sedang diusahakan oleh
kota Parma adalah penghargaan dalam bidang kemanusiaan. Walikota (sindaco) Parma Federico Pizzarotti pada
Desember 2016 yang lalu ikut dalam pertemuan tentang Imigrasi di Vatikan. Dia
bersama beberapa walikota di Eropa ikut dalam pertemuan yang diprakarsai oleh
Negara Vatikan itu ikut mempresentasikan cara menghadapi masalah keimigrasian
di Eropa saat ini. Dia mempresentasikan situasi aktual di kota Parma.
Parma memang tergolong cukup terbuka untuk menerima
kaum imigran. Banyak organiasi yang bergerak dalam bidang ini. Termasuk
beberapa yang masuk kategori ‘daftar hitam’ karena secara gelap bekerja hanya
demi keuntungan saja.
Pemimpin Gereja Katolik di Parma Monsinyur Enrico
Solmi juga—dalam pesannya kepada warga Parma—mengharapkan kinerja yang lebih
dalam bidang kemanusiaan. Dalam pesannya yang dibacakan saat misa HUT di Gereja
Katedral Parma, Monsinyur Enrico mengatakan bahwa kebaikan dan kebajikan (volto) manusia-lah yang membangun kota
Parma. Ini berarti, kemanusiaan yang menjadi titik pusat dari kota Parma. Lebih
lanjut, Enrico mengajak warga Parma untuk memerhatikan bidang ini. Dia juga
menghimbau warga Parma untuk memerhatikan wajah kemanusiaan daripada wajah
agama atau kelompok ras dari kaum imigran yang hadir di kota Parma. Pesan dari
Uskup Parma ini kiranya menjadi tugas bersama baik Pemerintah Kota maupun warga
Parma.
Tampak sebagian dari Gereja Katedral Parma dalam Misa HUT Kota Parma, ada pasukan keamanan dari Kantor Walikota Parma, FOTO: agoramagazine.it |
Inilah keunikan Parma dengan segala kekayaan tradisi dan
budayanya. Andai kota-kota di Indonesia mengembangkan kekhasannya, boleh jadi
tidak ada warga kota yang ngangur
karena semuanya sibuk bekerja demi kebaikan warga dan kotanya.
Wajah kota yang seperti inilah yang diimpikan untuk
Indonesia. Jika ini mulai diterapkan, tidak ada lagi kelompok tertentu—entah yang
berbasis agama atau suku bangsa—yang bertindak semau gue. Tetapi, jika
Indonesia masih sibuk dengan pencarian, siapa yang benar atau malah memutlakkan
hanya agama kami kami yang benar, niscaya
pencapaian seperti ini tidak akan tercapai.
Ingat, bukan kelompok berlabel atau suku berlabel
yang memajukan sebuah kota tetapi kebajikan dan wajah manusia. Maka, siapa pun
Anda, agama apa pun asal Anda, tidak penting. Tidak perlu mengadili agama orang
lai. Buktikan dengan perbuatanmu bahwa agamamu benar dan bukan dengan orasi dan
demo atau adu otot.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar,
dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
SELAMAT HUT Kota Parma.
PRM, 15/1/2017
Gordi
*Dari postingan pertama di blog kompasiana
Post a Comment