Halloween party ideas 2015

 


 

Di Thailand, bulan Rosario bisa mengalahkan Misa hari Minggu. Ada banyak fakta yang membuktikannya. Memang antara keduanya tidak ada persaingan. Kalau bersaing menjadi orang beriman, bisa saja.

 

Gereja kami selalu penuh tiap malam. Saat berdoa Rosario. Sudah lebih dari 10 hari, kami berdoa bersama Bunda Maria. Antusias umat cukup tinggi. Saya selalu menghitung jumlah yang datang. Sampai sekarang minimal 80-an orang. Maksimalnya bisa sampai 120-an. Jumlah ini memang kecil dibanding Misa hari Minggu, yang sampai 400-an orang. Tapi, itukan hanya sekali seminggu. Meski doanya tiap malam, umat tidak pernah merasa bosan. Ada wajah-wajah yang selalu hadir. Kesetiaan rupanya menjadi pelajaran penting di bulan ini. Boleh jadi mereka juga belajar dari kesetiaan Bunda Maria.

 

Tak terhitung jumlahnya pengalaman di mana iman Maria diuji. Mulai dari kabar malaikat Gabriel bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus. Tapi tak terhitung pula kesetiaan Maria menjadi makin kuat. Tak sekali pun Maria tergoda untuk menolak arahan malaikat. Maria memang adalah ibu dari kesetiaan. Bersama Maria, semoga kita juga menjadi orang Katolik yang setia pada iman dan kepercayaan.

 

Menjadi setia memang adalah tantangan dalam beriman Katolik. Meski ajarannya sangat ketat soal ini, misalnya dalam hal perkawinan, toh ada juga pasangan yang tidak setia. Bahkan ada pasangan Katolik yang karena satu dan lain hal mengingkari kesetiaan yang dijanjikan itu. Ini tentu amat menodai pasangan yang setia bahkan sampai merayakan pesta perak dan emas perkawinan. Atau juga para Romo yang merayakan pesta emas tahbisan. Ini adalah contoh kita dalam hal kesetiaan.

 

Di Thailand, tantangan kesetiaan itu makin besar. Kecenderungan untuk menengok agama Buddha amat besar. Tak jarang, mereka enggan bergabung dengan agama Katolik karena ketatnya ajaran kesetiaan ini. Tidak semua memang membenci ajaran kesetiaan. Ada yang justru memuji sampai menjatuhkan pilihan untuk menjadi Katolik karena kesetiaan ini. Kesetiaan rupanya bak pedang bermata dua. Meski pada prinsipnya, kesetiaan itu adalah nilai yang harus diperjuangkan. Tidak ada kandungan ajaran positif di dalamnya. Toh, ada juga yang membenci kesetiaan karena nafsu untuk tidak setia.

 

Di hadapan Maria, Bunda yang setia, kesetiaan itu seolah-olah hidup kembali. Umat Katolik dari paroki kami mulai bangun dari tidur panjangnya. Tiap malam, wajah-wajah lama bermunculan. Sudah lama mereka tidak melihat gereja. Di bulan ini, Bunda Maria seolah-olah menarik mereka ke gereja. Mereka boleh tidak setia pada gereja, tapi di depan Bunda Maria mereka akhirnya takluk juga.

 

Rasa terima kasih kami sampaikan pada sang Bunda. Karena dia, umat kami kembali ke rumah Allah. Di hadapan ketidaksetiaan umatnya, Bunda Maria membantu memulihkan rahmat kesetiaan itu. Orang-orang Thailand tentu tunduk pada pemerintah dan kerajaan, tapi tidak tunduk (secara total) pada agama. Paling tidak jika kita amati bagaimana umat beragama menghidupi nilai-nilai keagamaan. Orang Buddha misalnya masih tidak setia pada ajaran Buddha. Mereka memang menghormati dan memberi sedekah pada para Bhiksu yang turun di jalan-jalan tiap pagi. Tapi, mereka lupa bahwa kemabukan karena minuman beralkohol juga adalah bentuk ketidaksetiaan pada ajaran agama. Demikian juga dengan orang-orang Katolik yang kadang-kadang lebih mendewakan para Romo daripada menghayati iman personal kepada Allah. 

 

Di hadapan Bunda Maria, kami ingin mempersembahkan ketidaksetiaan kami ini. Mungkin tidak elok dipandang, ketidaksetiaan kok dipersembahkan pada Bunda Maria. Tapi, inilah kami dengan kerapuhan yang terang-terangan kami alami dan kami hidupi. Bersama Bunda yang setia, semoga kami pun tunduk dan takluk pada ajakan Bunda Maria, untuk menjadi pribadi yang setia. Ya Bunda, tariklah kami pada kakimu yang setia menggendong Yesus Putra Allah selama dalam kandunganmu.

 

Km 48, 11/10/22

BK


 

Bulan Rosario adalah bulan penuh kenangan. Salah satunya adalah persembahan makanan setelah doa Rosario. Meskipun kadang merepotkan, sisipan ini justru menarik anak-anak untuk ikut berdoa.

 

Seperti teman-teman lainnya, saya pun mengingat ini. Saat bulan Rosario (Oktober) atau bulan Maria (Mei) datang, kenangan ini hadir di setiap perbincangan kami. Unsur makanan ini membuat kami anak-anak semangat ikut berdoa dari rumah ke rumah.

 

Hal ini turut membentuk iman kami. Secara tidak langsung, kami sadar bahwa kenangan masa kecil itu membuat kami ingat akan Tuhan. Memang makanan itu disiapkan oleh pemilik rumah, tapi kami yakin bahwa itu adalah bentuk anugerah dari Tuhan. Maka, dalam mendaraskan peristiwa-peristiwa Rosario, kami pun dilatih untuk ikut berdoa. Memohon rejeki bagi kami semua dan terutama bagi mereka yang belum mendapatkannya. Lantunan doa seperti ini secara perlahan membuat kami peka dengan kebutuhan orang lain. Kami pun dilatih untuk bersedekah kepada orang kelaparan. Apalagi anak-anak seperti kami.

 

Kebiasaan ini rupanya ada juga di Thailand. Di paroki kami, kebiasaan menyediakan makanan ringan setelah doa Rosario, rutin diadakan tiap malam. Sekitar 3-4 rumah bertanggung jawab untuk menyiapkan snack. Malam ini, setelah bosan dengan snack kacang, roti, dan minuman ringan, kelompok menyediakan nasi soto. Enak sekali. Suhu dingin di pegunungan cocok untuk soto hangat dicampur setengah pedas. Doanya terasa lengkap. 

 

Saking enaknya, banyak umat yang hadir. Biasanya 70-80 orang. Tapi, malam ini sampai 90-an lebih. Ada yang datang hanya untuk menikmati soto. Sebab, mereka datang dan duduk di luar. Tentu ini menodai kesetiaan dari mereka yang rajin dan tekun berdoa. Mestinya diingat bahwa menikmati makanan adalah bagian kedua. Doa tetap jadi bagian pertama. Namun, tidak apa-apa. Lapar adalah bagian dari keseharian. Iman tidak akan pernah pisah dari keseharian kita. Semoga makanan ini tidak saja menarik mereka untuk datang ke gereja, tapi juga untuk terus menerus berdoa, memohon anugerah dan rejeki dari Allah. Dengan demikian, usaha mereka diberkati oleh Allah.

 

Km 48, 4/10/22

BK

 


Kita biasanya tak terlalu peduli dengan takaran iman. Apalagi itu sulit. Iman tidak berwujud. Tidak bertakaran juga. Takarannya hanya dengan tingkat kepercayaan. Tapi itu pun hanya bersifat interen saja. Yang keluar tetap tak bisa dilihat dan dibuktikan.

 

Iman hanya bisa diukur jika ada peristiwa terkait. Yang menyinggung soal kepercayaan. Memang antara percaya dan iman itu saling terkait. Orang yang percaya Tuhan adalah orang yang beriman pada Tuhan. Tapi, iman jangan dicampur dengan agama. Orang beragama tidak otomatis jadi orang beriman. Jika taat bergama, ia akan jadi orang beragama. Tapi belum tentu disebut orang beriman. Iman sekali lagi terkait dengan kepercayaan, dan tidak terkait dengan kepatuhan pada agama.

 

Iman mestinya bersifat penuh. Berarti tingkat kepercayaannya juga penuh. Tidak ada kata setengah. Kalau pun itu ada, mesti ditambahkan. Inilah yang disampaikan para murid pada Yesus. Mereka—yang meski berada dekat Yesus—rupanya kurang beriman. Mereka memang punya iman tapi kadarnya sedikit. Karena sedikit, iman mereka tidak mampu mengubah orang jahat jadi orang baik. Tapi mereka sadar akan kelemahan ini, sehingga memohon pada Yesus: tambahkanlah iman kami. 

 

Betapa sering kita tidak berlaku seperti para rasul Yesus. Hanya ke gereja sedikit saja, tapi sudah anggap diri orang beriman. Ini tanda kesombongan rohani. Baru berdoa satu kali saja, sudah bisa anggap diri punya iman yang kuat. Parahnya lagi mau mengontrol dan menilai orang lain. Kesombongan ini membuat kita cenderung mengadili orang lain. Padahal, iman itu membuat kita merasa rendah hati. Anggap diri kecil, sehingga ada ruang untuk menjadi besar. Kesombongan rohani adalah tanda bahwa orang itu sudah besar, tak perlu pertolongan orang lain. Termasuk dari Tuhan. Bukan, bukan, bukan ini tanda orang beriman. Ini tanda orang sombong.

 

Tuhan, kadang kami merasa sudah beriman, padahal belum sama sekali. Kadang kami hanya mengikuti kegiatan keagamaan, tapi anggap diri sudah beriman. Kami sadar, iman kami tidak seberapa. Oleh karena itu Tuhan, seperti para rasul-Mu, kami memohon: tambahkanlah iman kami.

 

Km 48, 2/10/22

BK

Powered by Blogger.