Halloween party ideas 2015

FOTO: setgab.co.id

Hidup ini tak boleh diandai-andaikan. Tetapi bolehlah aku berandai. Ada andaian yang jadi nyata. Jadi tak sepenuhnya hidup dalam dunia andai itu jelek.

Andai aku jadi dokter desa ini akan berubah. Tetapi bisakah itu jadi nyata? Aku orang miskin. Kampungku kampung miskin. Ada penghasilan di sini. Tanahnya subur juga. Padi, cokelat, fanili, pisang, ubi, kacang tanah, kopi, cengkeh, rambutan, durian, kayu jati, mahoni, dan sebagainya.

Kami punyai semua itu. Masalahnya kami tidak bisa menjual ke kota. Truk dan mobil tidak bisa masuk di kampung kami. Jadilah semua itu hanya tinggal kebanggaan saja. Membanggakan hasil yang tidak bisa dijual ke pasar. Makanya, sebagian buah disumbangkan lagi pada alam, pada burung dan kera yang berkeliaran di hutan dekat kampung kami.

Satu hal yang memprihatinkan adalah kondisi kesehatan di kampung kami. Angka kematian ibu meningkat. Anak juga. Ibu meninggal saat melahirkan anak. Banyak yang tidak tertolong. Tidak ada bidan desa. Jauh dari puskesmas dan rumah sakit. Apalagi dokter, tidak ada yang mau bekerja dan tinggal bersama kami.

Anak-anak di kampung kami pada umumnya sehat tetapi ada yang meninggal tiba-tiba saja. Jumlahnya tidak sedikit. Tampaknya meninggal karena penyakit menular. Ada malaria, influensa, luka bernanah yang tak terobati. Tampak sederhana tetapi membawa kematian.
Ini karena tidak ada yang membawa obat. Kalau luka hanya bertahan dengan ramuan kampung. Ya kalau luka parah tidak akan terobati. Tinggal menunggu ajal.

Andai aku jadi dokter, aku akan mengobati para pasien yang berpenyakit itu. Aku akan berusaha memberi obat, dan mengajarkan cara hidup yang sehat. Aku juga akan menolong mereka yang menderita berat.

Andai andaianku jadi nyata, keadaan kampung kami makin baik. Aku akan mengundang teman-teman kuliahku mengunjungi kampung kami. Menjual hasil pertanian kami ke kota. Aku akan undang juga ahli pertanian agar tanah kami digarap dengan benar.

Ah ini hanya andaian saja. Moga desa kami bisa berubah ke depannya. Apakah pemerintah memerhatikan kami?

PA, 11/3/13

Gordi

Aku bosan di ruang kerja ini. Setiap hari duduk dan menerima tamu. Kadang-kadang membuka situs online, berinteraksi dengan teman-teman jauh. Teman sekota juga yang sama-sama sibuk.

Aku ditempatkan di sini sama bosku. Ruang kerja yang tidak terlalu luas. Memang tidak membutuhkan ruang yang besar. Hanya ada 3-4 kursi untuk tamu yang datang. Ada dua meja kerja, dan 1 kursi untuk saya sendiri.

Dua meja itu diisi seprangkat komputer. Ada juga pencetak/printer. Komputer itu dilengkapi jaringan internet yang membuat aku nyaman berinteraksi di dunia maya.

Pekerjaanku hanya bergerak di ruangan ini. Kalau ada masalah berkaitan dengan jaringan internet, akulah yang didatangi klien perusahaan. Saya dituntut untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Bosku memercayakan bagian ini padaku.

Aku masuk kantor jam 8 pagi dan pulang jam 4 sore. Setiap hari kerja seperti itu. Lima hari seminggu. Tak ada yang istimewa selain mengulangi hal yang sama.

Sehari kadang-kadang hanya ada 1 tamu. Kadang-kadang 3 kali ada tamu. Tergantung situasinya. Perusahaan kami memang memberi pelayanan yang sebaik mungkin. Selekas mungkin keluhan diminimalkan. Misi kami memberi pelayanan sebaiknya.

Aku duduk di ruangan ini siang ini. Ukurannya hanya 2 x 4 meter. Ada AC yang mendinginkan suhu ruangan. Tidak ada jendela besar. Yang ada hanya ventilasi kecil yang ditutupi plastik. Sesekali saja ventilasi itu dibuka agar ada pergantian udara.

Aku menerima banyak uang dari gajiku dalam pekerjaan ini. Bosku juga percaya padaku. Tetapi sudah 5 tahun bekerja di sini, aku belum menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan apa yang saya cari? Saya mendamakan suasana nyaman.

Setelah pulang kerja saya merasa capek dan tidak nyaman. Padahal saya tidak mengeluarkan tenaga fisik yang banyak. Tidak seperti tukang keruk pasir di kali. Tidak seperti kuli barang di pelabuhan. Aku hanya duduk dan menerima tamu. Membantu mereka sesekali membereskan jaringan internet.

Tetapi kok tidak nyaman? Aku haus akan kebahagiaan. Relasi dengan teman kantorku baik-baik. Hanya satu yang kurang dan mungkin ini penyebab ketidaknyamanan saya. Saya tidak bebas bekerja sesuai kemauan hatiku. Saya bekerja seperti ini karena diprogramkan dari perusahaan. Tidak ada kreasi dari saya sendiri.

Ini yang membuatku tidak nayamn. Akankah aku melepas pekerjaan ini? Apalah artinya uang banyak tetapi tidak bahagia? Apalah artinya kebebasan hidup jika aku diatur dan diperintah sesuai program bosku?

Aku mendambakan kebebasan untuk. Bukan kebebasan dari pekerjaan. Maka, besok aku akan usulkan agar aku diberi ruang untuk berkreasi.

PA, 11/3/13

Gordi



Orang jujur susah dicari tetapi kejujuran mudah ditemukan.

Benarkah ungkapan ini? Benar! Orang jujur sulit ditemukan. Bukan berarti tak ada. Ada tetapi jumlahnya sedikit. Sebaliknya kejujuran mudah ditemukan. Di mana-mana ada saran dan perintah untuk jujur. Di rumah, sekolah, tempat ibadat, kantor, instansi pemerintah, bahkan di jalan.

Kalau boleh dibilang, kejujuran sebagai sebuah ucapan sudah basi. Orang tidak lagi mengagumi jika ada ajakan untuk jujur. Sebab, ini hal yang selalu diulangi. Tak bosan. Tetapi, membosankan untuk melaksanakannya.

Kalau mau cari orang jujur dan tidak berkoar-koar berujar jujur, hitunglah anak kecil. Anak kecil berkata polos untuk menunjukkan kejujuran. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Mereka akan memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Kalau toh ada anak yang berkata tidak jujur, itu karena sudah dicuci otaknya oleh orang dewasa.

Dalam artian, dia sudah dihasut, diiming-iming, untuk berkata tidak jujur. Menyampaikan apa yang sebenarnya tidak terjadi dalam kenyataan.

Demikian seorang anak dengan polos berujar, “Kak, filmnya menarik, putar terus saja,” pada saya saat kami menonton film tadi. Film itu mengisahkan seorang tokoh yang hidup ribuan tahun lalu. Film itu diambil dari kisah Kitab Suci.

Terlalu jauh untuk mengetahui seluk beluk tokohnya bagi anak-anak kecil itu. Tetapi mereka tertarik mengikuti alur ceritanya. Ketika kami mengehntikan dia berkata polos agar melanjutkan saja.

Spontan. Tanpa iming-iming materi, dihasut, dan sebagainya. Teladan lebih bermaksan daripada ujaran. Terima kasih adik, engkau mengajar kami untuk berkata JUJUR dan POLOS.

PA, 10/3/13

Gordi
Powered by Blogger.