Kita tentu tak bisa memungkiri kehadiran sebuah benda unik dalam kisah kelahiran Yesus. Palungan, tempat Yesus dibaringkan. Semua orang Kristen (dan juga bukan Kristen) hampir pasti mendengar nama benda ini setiap kali merayakan Natal. Mungkin kita dengan saksama mencari makna di balik palungan ini namun mungkin juga tidak. Pertanyaannya bias saja demikian, Mengapa Yesus kok lahir di benda yang kotor ini? Tetapi bisa juga demikian, Mengapa kita harus memperhatikan palungan yang adalah benda tak bermanfaat itu, hanya untuk tempat makanan ternak saja. Apa pun pertanyaannya tentu tergantung situasi hati kita masing-masing. Tetapi ada baiknya kalau kita mengetahui lebih kurang makna di balik palungan itu.
Menurut hemat saya, palungan sangat berarti di balik kelahiran Yesus. Palungan merupakan simbolisasi maksud kedatangan Yesus. Biasanya, anak-anak ternak mengambil pakan dari palungan yang sama. Satu palungan untuk semua ternak. Saya kira tidak kurang kalau kita (manusia) diandaikan sebagai ternak-ternak itu. Meminjam kata-kata dari seorang bapak Pendeta dalam perayaan Natal bersama di sekolahan bulan Januari lalu, “Kita mau mengambil makanan dari palungan yang sama.” Maka dalam arti tertentu kita bersatu. Kita berasal dari sumber yang sama. Yesus justru hadir dalam palungan itu. Dan kita makan dari palungan itu. Di sini, saya melihat bahwa Yesus mau mengajak kita untuk mengambil bagian dalam karya-Nya, mengambil makanan dari palungan yang sama, dan sekaligus mau menyadarkan kita bahwa Dia adalah pemersatu.
Saya meminjam kata-kata Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatulah, Jakarta (KOMPAS 24 Desember 2010), “Yesus mengajarkan, jika kita ingin dicintai maka cintailah sesama.” Kehadiran Yesus tidak hanya menyatukan kita (manusia dengan manusia) tetapi juga menyatukan kita dengan lingkungan, dan tentu saja dengan Dia yang lahir di palungan. Dalam hal inilah kita ditantang untuk membuktikan kepada sesama bahwa kita sadar atau disadarkan akan pengaruh cinta Tuhan itu.
Saya meminjam kata-kata Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatulah, Jakarta (KOMPAS 24 Desember 2010), “Yesus mengajarkan, jika kita ingin dicintai maka cintailah sesama.” Kehadiran Yesus tidak hanya menyatukan kita (manusia dengan manusia) tetapi juga menyatukan kita dengan lingkungan, dan tentu saja dengan Dia yang lahir di palungan. Dalam hal inilah kita ditantang untuk membuktikan kepada sesama bahwa kita sadar atau disadarkan akan pengaruh cinta Tuhan itu.
Kehadiran Yesus di dunia mau menegaskan bahwa Allah sungguh mencintai manusia. Yesus hadir dan turun menjadi manusia untuk mewujud-nyatakan cinta Bapa kepada semua manusia. Dengan menjadi manusia Yesus bisa mencintai, mendekatkan diri dengan manusia, dengan semua manusia. Maka, semoga perayaan natal ini membawa pembaruan bagi kita semua. Semoga kita tidak terjebak dalam kerangka berpikir bahwa Natal hanyalah sebuah festival agama saja (meminjam kata-kata Komaruddin Hidayat, KOMPAS 6 Desember 2010). Natal bukanlah sebuah festival tetapi sebuah perayaan berahmat, di mana Allah turun menjadi manusia karena mau mencintai manusia. Selamat Natal untuk kita semua.
Cempaka Putih, 25 Desember 2010
Gordi Afri
Post a Comment