foto oleh Bronwen Lee |
Pernahkah
kita memerhatikan kelima jari kita? Bagi yang hobi merawat kuku di tangan pasti
sering memerhatikan jari. Yang lain boleh jadi jarang memerhatikan. Tetapi
paling tidak kita mencuci tangan kita saat tangan itu kotor. Dengan itu, kita
juga memerhatikan kebersihan jari-jari kita.
Jari
telunjuk biasanya kita gunakan untuk menunjuk orang, benda tertentu, arah
tertentu, pohon tertentu, dan sebagainya. Intinya dia berfungsi sebagai
penunjuk. Lebih dari penunjuk, jari itu juga melambangkan kesaktian kita.
Engkau…kau..kamu…diucapkan dengan nada keras sambil menunjuk orang lain.
Ini
tanda bahwa kita berkuasa atas orang yang kita tunjuk. Kita lebih benar dari
orang yang ditunjuk. Dalam memerintah kadang-kadang jari ini juga berfungsi
untuk menunjuk bawahan.
Tetapi
satu jari tak bisa sebanding dengan empat jari lain. Ada yang mengatakan satu
jari untuk orang lain dan empat jari untuk diri sendiri. Kalimat ini bisa
ditafsirkan dengan dua hal.
Pertama,
positif. Satu jari mau menunjukkan perhatian kita kepada orang lain. Tetapi
empat jari menjadi rambu-rambu bagi kita sebelum menunjuk orang lain. Lihatlah
diri sendiri sebelum mengoreksi orang lain. Perintahlah diri sendiri sebelum
memerintah orang lain. Empat jari ini mengingatkan kita sebelum satu jari kita
mengingatkan orang lain.
Kedua,
negatif. Satu jari menunjukkan kesaktian kita pada orang lain. Menunjuk yang
lain berarti kita yang berkuasa atas dia. Tetapi pantaskah kita berkuasa atas
dia? Bukankah kita sama-sama dan sederajat? Tidak ada yang berkuasa dan tidak
yang dikuasai.
Sementara
empat jari yang lain menunjukkan keangkuhan kita. Ini bisa dilihat ketika kita
menunjuk dengan satu jari terbuka sedangkan empat jari lain mengepal/ tertutup.
Hanya satu yang kita berikan pada yang lain, hanya satu yang membuat kita
menerima yang lain, sedangkan empatnya kita tutup dan hanya dinikmati sendiri.
Sungguh
malangnya jika tafsiran kedua ini yang diterapkan. Apa jadinya nanti jika satu
untuk kamu dan empat untuk aku. Egoisnya hidup ini. apa salahnya satu untuk aku
dan satu untuk kamu? Apa ruginya jika empat untuk aku dan empat untuk aku?
Apakah tidak lebih baik jika lima untuk aku dan lima untuk kamu?
Andai
hujan dibagi-bagi kepada setiap orang siapakah yang mendapat banyak? Sayangnya
hujan tidak mengenal manusia. Semuanya akan terkena basahnya. Demikian juga
dengan matahari yang tidak memilih manusia sesuai kebaikan dan keburukannya.
Yang baik yang buruk ia sinari. Semoga terangnya matahari menerangi hati kita
semua dan semoga segarnya air hujan menyegarkan hati kita semua.
———–
Obrolan
pagi
PA,
8/10/2012
Gordi
Afri
*Dimuat
di blog kompasiana pada 8/10/2012
Post a Comment