IMAN YANG HAUS
Iman rupanya bisa
membuat seseorang menjadi haus. Haus akan pengetahuan. Ibarat rusa di padang
rumput, seseorang akan mencari dan terus mencari sumber kepuasan dahaganya. Iman
dengan demikian amat dekat dengan pengetahuan. Boleh jadi, iman dan pengetahuan
akan selalu berjalan bersama.
Memang, iman dan pengetahuan akan selalu berjalan bersama.
Penegasan ini dicetuskan juga oleh Agustinus (354-430), Filsuf dan Teolog
kondang dari Tagaste, Afrika. Agustinus mengibaratkan iman dengan ‘percaya’ dan
pengetahuan dengan ‘pengertian’. Maka, kata Agustinus: Saya mengerti untuk percaya, dan
saya percaya untuk mengerti. Dalam Bahasa Latin, ekspresi
ini berbunyi Credo ut intelligam, intelligo ut credam. Dengan demikian—tutur Agustinus—iman dan pengetahuan akan saling
melengkapi.
Karena saling lengkap, iman pun mesti diseimbangkan
dengan pengetahuan. Jika tidak seimbang, keduanya akan sangat berbahaya. Bisa jadi
orang akan menjadi konservatif. Atau juga, orang menjadi ekslusif, percaya
buta, percaya tanpa dasar, dan sebagainya. Agustinus pun dengan tegas
mengatakan hanya mereka
yang mempunyai iman, bisa percaya sepenuhnya. Sebaliknya, siapa yang hanya mempunyai iman saja (tanpa pengetahuan-red), tidak akan bisa
percaya sepenuhnya. Dengan kata lain, iman perlu
dilengkapai dengan pengetahuan. Iman tanpa pengetahuan belum lengkap. Demikian juga,
pengetahuan tanpa iman.
Iman dan pengetahuan inilah yang kami temukan dalam
animasi ke-13 di Stasi Petapahan. Di sini, di dalam gedung Gereja Katolik St
Thomas, iman dan pengetahuan itu dilengkapi. Diskusi dan tanya jawab adalah
sarana yang digunakan untuk melengkapi kedua hal ini.
Sebelum sampai pada bagian ini, tim animasi dari
Paroki St Paulus Pekanbaru, memaparkan sedikit latar belakang kegiatan animasi.
Penjelasan ini akan dilengkapi cerita pengalaman panggilan saya pada babak
kedua. Kedua seri ini pun dilengkapi dengan bagian ketiga berupa tanya jawab
dan diskusi.
Dari berbagai pertanyaan yang muncul, bisa disimpulkan
bahwa umat di Stasi ini amat haus pengetahuan. Boleh jadi terlalu sulit untuk
menilai kadar iman mereka, tetapi pengetahuan iman mereka bisa diukur.
Boleh jadi Santo Agustinus akan merasa senang dengan
diskusi kami sore ini. Kami memang sedang melengkapi iman kami dengan
pengetahuan. Maka, segala pertanyaan yang berkaitan dengan iman pun diajukan. Dari
hal-hal sederhana sampai pada hal yang sulit.
Mulai dengan pertanyaan seputar panggilan hidup:
apa perbedaan antara Imam Projo dan Imam Religius dari Kongregasi/Ordo/Serikat,
apa perbedaan antara Diakon dan Imam/Pastor. Ada juga pertanyaan seputar proses
menjadi Imam: apakah butuh biaya, berapa lama pendidikannya.
Dari pertanyaan intern ini, ada juga yang berkaitan
dengan gereja: Apa perbedaan antara Gereja Katolik Roma dan Gereka Katolik
Ortodoks, Mengapa Pastor itu mesti menjadi Misionaris sementara di Indonesia
ada kekurangan pastor.
Dari sini, tampak bahwa animasi sore ini selain
bisa memperkenalkan siapakah saya, juga untuk memuaskan dahaga iman kami. Terima
kasih untuk umat Stasi Petapahan yang meski jumlahnya sedikit tetapi banyak
mengajukan pertanyaan.
Kiranya rentetan pertanyaan ini menjadi pembuka
jalan bagi diskusi selanjutnya. Dahaga iman pun dilengkapi dengan dahaga raga
kami melalui santap malam. Santapan ini menjadi berahmat Karena bertepatan
dengan malam takbiran bagi umat Muslim yang esok akan merayakan Idul Adha,
perayaan kurban. Kami ikut berbahagia pada Perayaan Kurban ini.
BM, 1/09/2017
Gordi
Post a Comment