foto ilustrasi oleh Ishaqzain |
Dari syair ini, tergambar jelas mata
pelajaran yang sulit. Uniknya bidang-bidang ini tergabung dalam mata pelajaran
eksata (dari eksak, tepat). Memang eksata atau juga dikenal dengan sebuta
IPA-Matematika merupakan mata pelajaran favorit yang peminatnya sedikit.
Orang-orangnya kalem dan sopan, tak banyak bicara, menurut pengakuan beberapa
teman. Benarkah demikian?
Hari ini, saya ditugaskan untuk mengajar
Matematika. Mengajar dalam bahasa teknisnya, kenyataannya sama-sama belajar
bersama anak-anak. Jujur saja, saya sudah lupa sebagian besar dari mata
pelajaran ini. Lebih-kurang 7 tahun lalu, untuk terakhir kalinya saya
mempelajari bidang ini. Namun, matematika sebenarnya bukan bidang yang asing.
Saya mulai dengan cerita kepada anak-anak.
Cerita tentang seorang anak kecil yang dipercayakan ibunya menjaga toko. Anak
itu melayani pembeli, mengambil barang, menjadi kasir, dan sebagainya. Anak itu
sudah hafal mata uang meski belum sekolah. Dia memang tak berniat sekolah di
sekolah formal. Anak itu juga sudah hafal jenis barang beserta harganya. Jadi,
sebenarnya Matematika itu ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika bangun pagi,
membeli bubur misalnya. Di situ ada matematika (plus ekonomi ya…). Ada
transaksi yang melibatkan nominal uang. Nominal itulah matematika. Di situ ada
angka, jumlah, kurang, kali, dan sebagainya.
Anak-anak terpana memandang saya ketika
mengisahkan cerita itu. Lalu, saya tanya, benarkan kalau Matematika itu sering
dijumpai dalam hidup sehari-hari? Mereka berteriak, benar…. Namun, semudah
itukah Matematika? Kalau cuma seputar kali, bagi, kurang, tambah,
hampir semua orang bisa. Penjual koran, kernet metromini, penjual pulsa,
pedagang sayur keliling, dan profesi lainnya bisa dan pintar Matematika.
Matematika lebih dari situ. Namun, dasarnya adalah seputar penjumlahan,
pengurangan, dan lain-lain. Kalau dasar itu kuat, pokok bahasan lain bisa
diatasi.
Ketika Matematika diajarkan di sekolah
kesannya sulit. Kami juga menghadapi hal serupa. Anak-anak diajarkan membuat
tabel tentang perbandingan tinggi badan siswa beserta jumlah siswa. Atau juga
tabel perbandingan pelemparan mata dadu dan banyaknya lemparan dadu. Soal ini
mengasyikkan. Anak-anak pun tidak banyak bicara ketika mengerjakannya. Dalam
penyelsaian soal, ada empat unsur dasar matematika tadi,
kurang-tambah-kali-bagi. Saya mencoba menjadikan matematika sebagai pelajaran
yang mengasyikkan. Caranya mulai dengan bercerita. Dalam cerita itu ada unsur
dasar matematika.
Saya memang baru kali ini diminta
mengajarkan matematika. Saya bukan siapa-siapa dibanding guru matematika di
sekolah dasar dan sekolah lanjutan lainnya. Kiranya mereka lebih banyak pengalaman
bergelut dengan mata pelajaran yang menakutkan siswi/a ini. Kalau ada kisah
lain, baiklah jika dibagi. Anak-anak membutuhkan pelajaran yang membuat mereka
senang dan bisa paham. Matematika mesti menjadi pelajaran yang mengasyikkan. Di
dalam ruang kecil itu, kami menutup pelajaran kami dengan pekerjaan rumah.
Yahhhh pekerjaan rumah lagi.
Saya berpesan kepada anak-anak, “Kerjakan
soal ini ketika kalian selesai bermain di rumah.” Permainan membuang energi
sekaligus membuang isi memori otak. Maka, selesai bermain anak-anak bisa fokus
menyelesaikan pekerjaan rumah, apalagi matematika yang bermain dengan angka.
Matematika tidak seperti hafalan yang bisa memperbanyak isi memori otak. Namun, matematika menguras
waktu karenakeasyikkan bermain dengan angka.
CPR, 11/12/2011
Gordi Afri
Gordi Afri
*Dimuat di blog kompasiana pada 13/12/11
Post a Comment