Halloween party ideas 2015

foto ilustrasi oleh Ishaqzain
Sabtu, 10/12/2011. Ketika bertemu anak-anak untuk belajar Matematika hari ini, saya teringat akan syair lagu di SMA dulu. Lagu itu dinyanyikan ketika guru memberikan seabrek pekerjaan rumah. Seperti kita tahu, sebagian dari kita waktu sekolah merasa pekerjaan rumah itu membosankan. Maka, lagu ini diciptakan untuk menghibur. Syairnya demikian: matematika aku tak bisa, bahasa inggris aku meringis, biologi aku gerogi, fisika itu membosankan… maaf, syair lengkapnya saya lupa.

Dari syair ini, tergambar jelas mata pelajaran yang sulit. Uniknya bidang-bidang ini tergabung dalam mata pelajaran eksata (dari eksak, tepat). Memang eksata atau juga dikenal dengan sebuta IPA-Matematika merupakan mata pelajaran favorit yang peminatnya sedikit. Orang-orangnya kalem dan sopan, tak banyak bicara, menurut pengakuan beberapa teman. Benarkah demikian?

Hari ini, saya ditugaskan untuk mengajar Matematika. Mengajar dalam bahasa teknisnya, kenyataannya sama-sama belajar bersama anak-anak. Jujur saja, saya sudah lupa sebagian besar dari mata pelajaran ini. Lebih-kurang 7 tahun lalu, untuk terakhir kalinya saya mempelajari bidang ini. Namun, matematika sebenarnya bukan bidang yang asing.

Saya mulai dengan cerita kepada anak-anak. Cerita tentang seorang anak kecil yang dipercayakan ibunya menjaga toko. Anak itu melayani pembeli, mengambil barang, menjadi kasir, dan sebagainya. Anak itu sudah hafal mata uang meski belum sekolah. Dia memang tak berniat sekolah di sekolah formal. Anak itu juga sudah hafal jenis barang beserta harganya. Jadi, sebenarnya Matematika itu ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika bangun pagi, membeli bubur misalnya. Di situ ada matematika (plus ekonomi ya…). Ada transaksi yang melibatkan nominal uang. Nominal itulah matematika. Di situ ada angka, jumlah, kurang, kali, dan sebagainya.

Anak-anak terpana memandang saya ketika mengisahkan cerita itu. Lalu, saya tanya, benarkan kalau Matematika itu sering dijumpai dalam hidup sehari-hari? Mereka berteriak, benar…. Namun, semudah itukah Matematika? Kalau cuma seputar kali, bagi, kurang, tambah, hampir semua orang bisa. Penjual koran, kernet metromini, penjual pulsa, pedagang sayur keliling, dan profesi lainnya bisa dan pintar Matematika. Matematika lebih dari situ. Namun, dasarnya adalah seputar penjumlahan, pengurangan, dan lain-lain. Kalau dasar itu kuat, pokok bahasan lain bisa diatasi.

Ketika Matematika diajarkan di sekolah kesannya sulit. Kami juga menghadapi hal serupa. Anak-anak diajarkan membuat tabel tentang perbandingan tinggi badan siswa beserta jumlah siswa. Atau juga tabel perbandingan pelemparan mata dadu dan banyaknya lemparan dadu. Soal ini mengasyikkan. Anak-anak pun tidak banyak bicara ketika mengerjakannya. Dalam penyelsaian soal, ada empat unsur dasar matematika tadi, kurang-tambah-kali-bagi. Saya mencoba menjadikan matematika sebagai pelajaran yang mengasyikkan. Caranya mulai dengan bercerita. Dalam cerita itu ada unsur dasar matematika.

Saya memang baru kali ini diminta mengajarkan matematika. Saya bukan siapa-siapa dibanding guru matematika di sekolah dasar dan sekolah lanjutan lainnya. Kiranya mereka lebih banyak pengalaman bergelut dengan mata pelajaran yang menakutkan siswi/a ini. Kalau ada kisah lain, baiklah jika dibagi. Anak-anak membutuhkan pelajaran yang membuat mereka senang dan bisa paham. Matematika mesti menjadi pelajaran yang mengasyikkan. Di dalam ruang kecil itu, kami menutup pelajaran kami dengan pekerjaan rumah. Yahhhh pekerjaan rumah lagi.

Saya berpesan kepada anak-anak, “Kerjakan soal ini ketika kalian selesai bermain di rumah.” Permainan membuang energi sekaligus membuang isi memori otak. Maka, selesai bermain anak-anak bisa fokus menyelesaikan pekerjaan rumah, apalagi matematika yang bermain dengan angka. Matematika tidak seperti hafalan yang bisa memperbanyak isi memori otak. Namun, matematika menguras waktu karenakeasyikkan bermain dengan angka.

CPR, 11/12/2011
Gordi Afri

Post a Comment

Powered by Blogger.