Siapa
pun boleh jadi setuju dengan pernyataan ini. dengan itu mau dikatakan bahwa
buruh adalah aset negara. Seperti profesi lainnya, buruh juga mempunyai
sumbangan luar biasa bagi negara. Perkembangan industri tidak lepas dari peran
buruh. Ilmuwan boleh saja menemukan hal baru. Selanjutnya temuan itu
dilanjutkan oleh para buruh. Mereka bekerja demi mewujudnyatakan temuan itu.
Bayangkan jika negara tanpa buruh. Industri akan macet. Masyarakat terkena
imbasnya. Jangan harap ada kemajuan bagi amsyarakat luas.
Seorang
kawan pernah berkomentar bahwa buruh di sebagian besar negara di Eropa dihargai
dengan gaji tinggi. Mereka juga punya hak atas hari libur dan hari istirahat.
Tak boleh mempekerjakan buruh semau kita. Pekerjaan buruh sudah diatur dalam
undang-undang yang mengikat.
Jangan
bandingkan dengan buruh Indonesia. Dia juga memaklumi, Indonesia belum semaju
dengan negara Barat. Kata orang Indonesia memang maju. Ekonominya bagus. Mereka
juga berbondong-bondong datang ke Indonesia. Berinvestasi di sini. Buka perusahaan
di negeri ini. Ujung-ujungnya mereka mempekerjakan tenaga Indonesia.
Tenaga
kerja Indonesia memang banyak. Katanya yang tamat kuliah pun akan jadi tenaga
kerja kasar. Dalam negeri saja banyak. Bahkan sebagian lagi ke luar negeri. Dengan
jumlah sebesar itu, negara ini sebenarnya sudah maju. Sumbangan para tenaga
kerja besar. Tetapi mengapa sampai hari ini buruh kita masih belum sejahtera?
Itu
karena kebijakan pemangku jabatan. Begitu komentar orang. Ya…ada benarnya.
Buruhkan hanya pelaksana tugas. Apa yang diperintahkan atasan itulah yang
mereka lakukan. Tak pernah atau jarang diajak berdialog, duduk bersama,
membicarakan seuatu. Ya…buang-buang waktu saja. Jumlah buruh saja banyak. Mau
bicara satu-satu?
Tak
mungkin. Bisa kok bicaranya ringkas saja. Inti pembicaraan adalah
menyejahterakan kehidupan mereka. hidup sejahtera menenteramkan hati. Kalau
hati sudah tenteram pekerjaan pun jadi nyaman. Tak ada paksaan. Tak ada
persaingan. Tak ada rasa diperas. Tak ada rasa ditipu. Tak ada rasa seperti
kelinci percobaan, ditendang sana-sini. Kalau mau sejahtera, tempatkan kami,
para buruh, di satu pos, dan bekerja di situ sampai menjadi mahir. Kami merasa
diperas jika ditendang ke sana kemari. Hari ini di sini, bulan depan di sana,
tahun depan tak tahu ke mana lagi. Kami punya anak-istri-suami yang harus kami
hidupi. Kalau kami ditendang, bagaimana dengan kehidupan keluarga kami? Mereka
butuh makan. Tak pantas kami diombang-ambingkan, diiming-iming, dibuai janji
palsu. Kami juga manusia yang patut dihormati.
Wahai
para penguasa dengarlah teriakan kami. Sampai kapan kami hidiup dalam situasi
tidak emnentu? Jangan jadikan kami sebagai tenaga kontrakkan. Kontrak berarti
tidak punya kebijakan. Sebentar-bentar kami dipuji, sebentar-bentar kami
dihina. Biarkan kami bekerja dengan aman tanpa memikirkan akan di kemanakan
lagi. Biarkan kami bekerja di tempat ini. jangan melempar kami ke
perusahaan-perusahaan yang tidak jelas rimbanya. Nanti hidup kami
terombang-ambing. Bagaimana jika kami mengombang-ambingkan hidup kalian, wahai
para penguasa? Boleh jadi kalian tidak mau. Nah..ayo donk…hargailah kami.
——————-
Obrolan
pagi dari seorang TUKANGKEBUN
PA,
3/10/2012
Gordi
Afri
*Dimuat
di blog kompasiana pada 3/10/2012
Post a Comment