Halloween party ideas 2015
Showing posts with label SOSBUD. Show all posts

Jika Anda Kantuk, Segeralah Tidur


Tidur adalah salah satu kewajiban alami yang mesti dipenuhi. Seperti makan, tidur tidak bisa ditunda. Kalau pun Anda menundanya, Anda sendiri yang rugi. Dan, bahkan lebih dari rugi, Anda akan sakit jika menundanya.

Tubuh butuh makan agar muncul energi baru. Seperti makanan, tidur juga memberi energi baru pada tubuh. Energi baru muncul setelah Anda melepaskan kepenatan, menanggalkan kelelahan, dan tidur sebentar. Seperti tidak ada manusia yang tidak butuh makan, setiap manusia juga butuh waktu untuk tidur.

Saya ingat kejadian mengerikan itu. Beberapa teman kelas kami tiba terlambat di kelas. Kami kira mereka telat seperti biasanya sebab sering kali mereka tiba telat. Entah karena hujan, tol macet, atau ada kecelakaan. Kali ini rupanya lain. Ada sesuatu yang membuat mereka kurang nyaman. Penyebabnya memang bukan mereka. Tetapi apa boleh buat, seperti dalam masyarakat, seorang bertindak salah yang lain kena getah dari kesalahannya. Demikianlah teman-teman kami ini. Mereka bukan pelaku tetapi korban. Untung saja mereka tetap bisa datang dan mengikuti kuliah pagi itu.

Sang profesor bergegas menghampiri satu dari mereka begitu lonceng berbunyi. Jam istirahat sudah tiba. “Kalian baik-baik saja, state bene?”
Pertanyaan seperti ini sudah biasa bagi orang Italia. Ada dua fungsi di sini. Satunya hanya sebatas sapaan. Seperti saya menayakan sahabat saya, bagaimana kabar Anda sementara saya tahu dia baik-baik saja. Tetapi, pertanyaan yang sama bisa juga berarti pertanyaan serius. Menayakan keadaan yang sebenarnya.

Kata teman saya, “Kami mengalami kecelakaan sedikit. Hampir saja ditabrak mobil besar (truk pengangkut kontainer).”

Kami yang turut mendengarnya ikut kaget. Lalu, kami beramai-ramai mendengar penjelasannya. Rupanya memang mereka hampir ditabrak mobil besar ini yang berlawanan arah dengan mereka. Mobil besar ini sudah melampaui jalurnya dan masuk ke jalur sebelah yang nota bene dari arah berlawanan. Teman kami yang jadi sopir tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak tahu atau tidak sadar bagaimana menghindari mobil dari arah berlawanan arah ini. Untung saja, satu teman lagi yang duduk di belakang berdiri dari kursinya dan menekan tombol klakson. Bunyi klakson inilah yang membangunkan sopir mobil besar tadi. Lalu, dengan sigap dan tangkas, mobil besar itu berputar haluan. Dia menabrak pagar jalan tol. Dengan itu, dia tidak jadi menabrak mobil teman kami.

Kejadian ini mungkin sepele karena sering terjadi apalagi di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Di jalan tol, jalur puncak, atau jalur pantura misalnya banyak sekali sopir truk yang ngantuk karena kecapaian. Tetapi, kejadian ini betul-betul merugikan. Tak jarang bagi beberapa sopir, mereka bukan saja rugi tetapi malah merugikan orang lain. Menabrak rumah orang, menabrak motor, menabrak mobil dari arah berlawanan dan sebagainya.

Masalah mendasarnya adalah kurang tidur yang menyebabkan sopir jadi ngantuk. Ngantuk tetapi masih mau bekerja, masih mau nyetir. Bukannya tidur. Maklum, tidak tidur, tidak dapat gaji. Tidak dapat gaji, tidak dapat makan, tidak bisa menyekolahkan anak, dan tidak bisa bertahan hidup. Singkatnya, gara-gara ngantuk, akibat-akibat lainnya muncul berentetan. Tentu kita tidak ingin seperti ini. Tidak ingin kejadian serupa berulang kali terjadi. Untuk menghindarinya, lebih baik mulai dari diri sendiri. Mulailah tidur jika Anda merasa ngantuk. Jika tidak mau ngantuk pada saat bekerja, Anda mesti mengatur jadwal tidur Anda dengan baik.

Kecelakaan bisa datang kapan saja tetapi usahakan agar bukan kita yang menciptakannya. Kalau orang lain yang menyebabkannya itu urusannya lain. Saya kira jika kita masing-masing menjaga agar tidak menjadi penyebab kecelakaan, kecelakaan itu semestinya tidak ada.

Rasa kantuk bukan saja untuk sopir truk. Kita yang biasa menyetir sendiri mengalami hal yang sama. Tetapi, kita bisa mengatasinya. Biarlah kita turut menjaga keteraturan lau lintas bersama. Kita akan menikmatinya jika lalu lintas lancar. Sebab, jika macet atau kecelakaan, bukan saja kita tetapi banyak orang akan rugi.

Selamat berkendara dengan aman, nyaman, lancar, dan selamat sampai tujuan.

PRM, 23/11/15
Gordi

Foto di sini




FOTO waktu mampir di Kepulauan Mentawai tahun 2012

Tulisan ini bermula dari status di facebook saya. Saya rasa perlu dipublikasikan juga di blog ini. Di facebook saja, ada banyak yang membacanya. Bahkan, ada dua yang membagikan status saya tersebut. Berikut adalah kutipan status saya yang dipublikan pada 15 Oktober yang lalu.

"Di sini, tidak ada orang yang membakar rumah bukan saja karena mereka tahu itu tidak baik, tetapi membangun rumah bukanlah pekerjaan mudah. Kalau rumah warga saja dijaga apalagi rumah yang dikhususkan untuk berdoa seperti gereja. Membakar rumah apalagi rumah doa bukan saja menciptakan kerugian secara ekonomi tetapi juga ketegangan sosial dan boleh jadi untuk orang atau kelompok yang sensitif menciptakan ketegangan antara pemeluk agama. 

Jika Anda benci dengan orang atau kelompok agama lain, jangan membakar rumah doanya, tetapi bakarlah dahulu kebencian yang ada di hatimu. Jika kebencian dalam hatimu sudah hangus, boleh jadi Anda berpikir dua kali untuk membakar rumah doa agama lain, atau boleh jadi Anda akan mengurungkan niat buruk itu karena sudah hangus bersama kebencian dalam hatimu."

Salam

Gordi


Apakah pembantu Anda memakai perhiasan yang mencolok? Jika ya, berhati-hatilah. Dia dan Anda akan rugi jika suatu saat terjadi hal yang tidak mengenakkan.

Semalam, ketika mengikuti pertemuan warga RT, ada seorang tetangga yang memberi informasi bermanfaat. Pembantunya dijambret pada pagi hari.

Pembantunya waktu itu mengenakan perhiasan dan sedang membersihkan halaman rumah. (Saya memberi tanda kutip pada judul beranting karena tidak jelas apakah pembantu itu mengenakan perhiasan anting atau tidak). Tiba-tiba datang seorang pemuda, menanyakan alamat rumah. Setelah beberapa kali dijawab, pemuda itu menunjuk ke arah berlawanan, menanyakan, alamat rumah itu.

Pembantu cantik ini menoleh ke sana dan saat itu juga ia dijambret dari belakang. Perhiasan ludes. Yang tersisa hanya penyesalan. Kejadiannya pada Minggu, 17/2/13. Demikian cerita tetangga saya itu.

Saya mengimbau kepada para pembantu atau para ibu untuk berhati-hati. Penjambret rupanya menargetkan perhiasan sebagai jarahan. Jika Anda ke mana-mana, hati-hatilah dengan perhiasan Anda.

Lebih baik jangan berpenampilan menawan dengan perhiasan segala. Saya dan beberapa teman juga sering jalan-jalan atau lari-lari pagi dan tidak pernah dijambret. Bukan menyombongkan diri. Penjambret mungkin tahu kami tidak punya perhiasan mahal dan menarik. Dengan kaus berlengan dan celana olahraga seadanya kami berolahraga. Apa yang mau diambil dari kami?

Jika Anda ke mana-mana lebih baik jangan membawa perhiasan. Saya kira modus mengambil perhiasan seperti ini terjadi di mana-mana. Saya pernah menyaksikan bagaimana penjambret kalung emas mencuri kalung dari leher seorang penumpang kereta malam hari dari Bogor, beberapa tahun lalu.

Penjambret betul-betul menyiapkan aksinya sehingga berhasil. Sayang sekali kalung emas nan mahal itu hilang di tangan penjambret. Jadi, hati-hatilah.

Lebih baik berpenampilan sederhana daripada berpenampilan keren tetapi menjadi incaran penjambret.

PA, 18/2/13
Gordi


Saya selalu kagum dengan kata-kata para motivator. Menggugah, menyemangati, menginspirasi, menggerakkan, dan sebagainya. Tersentuh juga.

Lalu muncul pertanyaan, mengapa mereka bisa seperti itu? Adakah kiat-kiatnya?

Kita sering melihat Mario Teguh di Metro TV, kata-katanya disimak banyak orang. Saya juga di media sosial sering melirik kata-kata motivator. Ada beberapa situs motivator yang sering saya ikuti. Saya juga membaca beberapa buku motivasi seperti bukunya Gede Prama. Bahkan kata-katanya Pak Dahlan Iskan juga sungguh menginspirasi.

Selalu ada semangat baru setelah menyimak kata-kata dan buku-buku mereka. Namun, satu yang menarik bagi saya. Hampir sebagian besar isi buku dan kata-kata yang muncul dari motivator menganjurkan untuk melakukan perubahan.

Menariknya kalau mau berubah harus mulai dari diri sendiri. Pengubah utama adalah diri sendiri. Meski banyak baca buku motivasi, kalau tidak mau berubah ya sama saja. Jadi, motivator ulung adalah diri sendiri.

Motivator hanya mengajak dan menggugah kita untuk kembali kepada diri kita. Saya setuju dan senang dengan ajakan ini. Sebab, perubahan dari luar hanya sebagian kecil saja. Pengubah utama tetap diri sendiri. Jadi, mari kita jadi motivator untuk dan mulai dari diri sendiri.


PA, 26/2/13
Gordi



Peristiwa LP Cebongan yang menakutkan itu mengubah persepsi masyarakat Indonesia dan dunia terhadap kota Yogyakarta. Ketakutan ini memunculkan gelar baru untuk kota Yogyakarta yakni sebagai “Kota Menakutkan”.

Selama ini, Yogyakarta mempunyai gelar yang khas karena uniknya di antara berbagai kota di negeri ini. Ada gelar “Kota Mahasiswa” karena memang Yogyakarta mempunyai banyak universitas, sekolah tinggi, akademi, SMA, SMP, SD, hingga TK.

Penduduk provinsi Yogyakarta sebagiannya terdiri atas mahasiswa/pelajar. Menurut data Kompas, 27/3/13, hlm. 22, mahasiswa asal Sumatera Utara di Yogyakarta berjumlah 18.000 sedangkan Riau 15. 000 dan NTT 13.000. Kalau dijumlahkan mahasiswa dari 3 daerah ini menjadi 36.000 orang. Bayangkan 1 kota saja jumlah mahasiswanya seperti itu. Belum dihitung dari daerah lain termasuk dari Yogya sendiri. Maka, Yogyakarta layak disebut “Kota Mahasiswa”.

Sebutan atau gelar lain adalah “Kota Pendidikan”. Ini masih ada kaitan dengan sebutan kota mahasiswa tadi. Hanya saja dalam hal ini, sebutan ini muncul karena Yogyakarta menjadi pusat pendidikan. Tidak saja menyangkut jumlah mahasiswa tetapi menyangkut banyaknya pilihan pendidikan yang dikembangkan di kota ini.

Gelar yang ketiga adalah “Kota Budaya”. Sebutan ini berkaitan dengan budaya. Budaya berkaitan erat dengan budayawan. Yakni, mereka yang berkecimpung dalam bidang budaya. Mereka yang mengembangkan seni budaya. Budaya berkembang karena kota Yogyakarta memberi tempat yang berharga untuk para budayawan. Jangan ehran jika banyak budaya, seni tari/lukis/batik, dans ebagainya berkembang pesat di kota ini. Meski perkembangannya juga akdang-kadang berbentur dengan gempuran budaya modern-hedonis-konsumtif sekarang ini. Tetapi, kota Yogyakarta masih memberi porsi terbesar pada budaya tradisional.

Di balik semua gelar di atas, ada juga gelar baru yang entah sampai kapan bertahan yakni “Kota Menakutkan”. Gelar ini muncul terkait terbunuhnya 4 tahanan yang nota bene menjadi tanggung jawab pemerintah di LP Cebongan. Ada yang emnduga pembunuhnya/penyerangnya adalah kelompok khusus nan elit. Jika dugaan ini benar, segeralah pihak polisi dan jajarannya mengungkapkan pelakunya.

Jika tidak, gelar keempat ini semakin menjadi-jadi. Sekarang saja, beberapa warga NTT di Yogyakarta mulai mengungsi. Kalau tahun 2010 warga Yogya mengungsi karena takut abhaya Merapi. Sekarang warga mengungsi karena tidak adanya perlindungan pemerintah. Warga uyang dalam perlindungan pemerintah saja diserang dan mati, apalagi warga biasa yang hidup tenang tetapi tidak ada perlindungan resmi, kapan-kapan bisa diserang juga.

Jauh dari kesan “Kota Menakutkan” ini, pemerintah sebaiknya segera mengungkap pelaku dan mulai menjamin keamanan warganya. Jika tidak, bukan saja kota Yogyakarta yang bertambah gelarnya, citra negara Indonesia di mata internasional juga akan hancur. Indonesia akan dinilai sebagai negara pelanggar HAM. Tentunya pemerintah dan rakyat tidak mau dicap demikian. Pemerintah dan rakyat ingin hidup damai dan tenang. Namun, melihat gelagatnya, pemerintah rupanya belum bisa mengungkap cepat-tepat pelaku penyerangan. Ini menambah ketakutan warga di Yogyakarta dan juga semakin memperpanjang gelar “Kota Menakutkan” bagi kota Yogyakarta.

Semoga pemerintah mau dan mampu mengungkap pelaku penyerangan dan memberi jaminan keamanan bagi warga Yogyakarta khususnya warga NTT yang sedang dalam trauma-menakutkan.

PA, 27/3/13

Gordi

Sebuah usaha atau kerja keras akan bermakna jika disertai pengorbanan total. Tanpa pengorbanan kerja keras itu bisa dianggap sia-sia belaka. Atau juga bisa dicap bekerja karena ada dalil. Ada niat tersembunyi di baliknya. Ada intrik tertentu di baliknya. Lain kalau dikerjakan dengan niat tulus dan pengorbanan total, kerja keras itu membawa kepuasan batin bagi pekerjanya.

Seorang tukang sampah sekali pun akan merasa puas jika ia bekerja dengan pengorbanan. Dari pagi hingga sore bekerja memungut sampah. Siang bolong di bawah terik matahari dia berkorban. Mendorong gerobak, melewati gang kecil nan sempit, menghirup udara kotor dan memuakkan di siang bolong. Itulah model pengorbanannya.

Dia menjalankan itu bukan semata-mata demi memperoleh rezeki. Meski tak dipungkiri niat itulah yang mendorongnya berkorban. Tetapi di balik rezeki itu, dia sebenarnya berkorban demi kebaikan bersama. Tanpa dia, sampah berserakan dan menimbulkan penyakit. Bau tak sedap di sekitar perumahan, dan sebagainya.

Ini pun dirasa oleh ibu rumah tangga. Ketika beliau tidak datang mengambil sampah, sampah bertumpuk. Ibu jadi bingung mau dikemanakan sampah-sampah itu. Mau dibuang sendiri tak mungkin. Sebab, masa untuk buang sampah sedikit saja harus berjauh-jauh ke tempat pembuangan sampah akhir ibu kota.

Di Jakarta, sekitar Gelora Bung Karno, baru saja ada perhelatan besar. Pertandingan antara Indonesia dan Arab Saudi dalam rangka kualifikasi Piala Asia-Australia 2015. Jumlah penonton diperkirakan 17 ribu orang. Berapa jumlah sampah yang terbuang? Pasti ada banyak. Tak mungkin jumlah penonton demikain tidak meninggalkan jejak buruk—sampah—di sekitar area penonton.

Di sana ada tukang sampah yang bekerja keras membersihkan area penonton. Juga di area lain di sekitar kawasan itu. Belum lagi sampah yang berserakan di jalan masuk. Tetapi siapa peduli dengan sampah ini?

Manusia dengan enteng membuang begitu saja. Tak memikirkan kalau sampah sekecil itu bisa menimbulkan penyakit. Lagi-lagi tanpa sadar membuang begitu saja. Sebuah kebiasaan jelek yang diturun-temurunkan.

Salut pada tukang sampah yang bekerja dengan pengorbanan tinggi. Jasamu besar bagi banyak orang. Semoga dengan kiprahmu banyak orang makin sadar betapa menertibkan sampah itu menjadi bagian dari tata hidup bersama.

Ini hanya celotehan belaka. Penulis pernah menjadi tukang mulung di ibu kota. Jadi, penulis tahu pekerjaan tukang sampah itu seperti apa. Paling tidak sudah mencicipi pengorbanannya meski hanya beberapa bulan saja.

PA, 24/3/13
Gordi



Ada dua makanan wajib orang Indonesia yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan di media massa. Penguasa pun kadang-kadang gerah ketika rakyat menyinggung soal itu. Tudinggan lalai dari tanggung jawab begitu cepat keluar dari mulut warga kecil. Bukan asal keluar. Itulah ungkapan kekecewaan mereka. Ungkapan kekesalan. Karena itu menyangkut kehidupan harian mereka.

Bawang dan cabai. Dua makanan yang hampir dikonsumsi setiap hari. Bahkan lebih dari sekali sehari. Betapa terganggungya pola makan jika pasokan kedua makanan ini terganggu. Ini perkara perut. Ketika perut terusik, muncul pula hujatan dari dalamnya. Untung saja pertu tidak berontak. Tetapi dari kerongkongan ada permintaan makanan berasa bawang dan cabai. Maka, mau tak mau manusia mesti mencari kedua makanan itu.

Perut telanjur tergantung dengan rasa dua makanan ini. Maka, ketika itu hilang, perut tentu mencari. Apa lacur, manusia bukannya tidak mau memenuhi permintaan perut. Manusia gerah, harga dua barang itu melambung tinggi. Tidak sampai di udara. Tetapi, cukup membuat manusia susah memperolehnya di pasar.

Pertanyaannya mengapa harga bawnag dan cabai naik? Kalau bawang mulai turun, cabai malah naik. Mengapa ini terjadi? Rakyat menuding penguasa kurang becus menangani pasokan barang ini. Ya penguasa yang berhak menentukan pengaturan, pengedaran, dan keterjaminan barang-barang kebutuhan pokok seperti ini. Rakyat hanya tahu, barang itu ada di pasar, dibeli, dan dikonsumsi. Betapa pusingnya pemerintah/penguasa memenuhi kewajibannya mengatur barang ini.

Ya itu tugas yang diembankan kepada mereka. Sebelum menjadi penguasa di bidangnya, orangnya pasti tahu tugasnya. Nah, kalau sampai harga melambung seperti ini, tentu rakyat seluruhnya merasa gerah. Bagaimana mungkin, harganya langsung naik begitu saja. Perlu kajian mendalam akan kejadian ini. Kajian inilah yang hendaknya terus diupayakan. Jangan sampai ada keluhan baru dikaji. Kalau begini, apa saja kerjanya penguasa itu?

Rakyat merindukan makanan wajibnya. Jika pemerintah berbaik hati, biarkan kami menimati makanan kesukaan kami itu. Kami tahu mungkin sulit mengaturnya. Tetapi, kalian punya kuasa untuk mengatur. Aturlah sedemikian rupa sehingga kami bisa membeli makanan itu sesuai kemampuan ekonomi kami. Kami hanya menikmati sebagian kecil dari kekayaan negeri ini. Tolonglah kami wahaia penguasa.

PA, 21/3/13

Gordi

Ada berita Jakarta terancam kekurangan air bersih. Muncul pertanyaan benarkah itu? Apa jadinya jika Jakarta kekuarngan air bersih? Ibu kota negara kok kekurangan air bersih?

Pertanyaan akan bertambah jika mau sekadar bertanya mencari penyebabnya. Saya kira para ahli sudah tahu akan hal ini. Semua orang juga tahu, Jakarta kekurangan air bersih. Jumlah penduduk saja membludak otomatis kebutuhan air bersih meningkat.

Yang tidak jelas adalah penyelesaiannya. Belum ada isu menarik dan aktual untuk mengatasi hal ini. Ada wacana pemurnian air Ciliwung. Kelak, air itu bisa diminum setelah disaring dan dimurnikan. Air yang jijik jika dilihat itu akan menjadi air yang menghidupi warga Jakarta.

Tetapi apa gerangan, wacana itu tinggal wacana. Buktinya, isu kekuarangan air mencuat lagi. Kalau toh ada yang ahli mengurai air itu, mengapa tidak segera dilakukan? Atau masihkah berkutat dengan birokrasi yang berbelit?

Warga membutuhkan air bersih. Itu persoalan utama. Maka, sebaiknya itu yang menjadi target untuk dicapai. Bagaimana saja caranya air bersih harus sampai di rumah warga. Kalau tidak, apa pun wacannya, warga sudah bosan mendengar wacana besar-kecil tentang pengadaan air bersih.

Saya bayangkan nanti huru-haranya warga Jakarta merebut air bersih. Air dari sekitar Jakarta pun akan ditarik. Ditarik dalam arti, dijual ke Jakarta. Pengeluaran warga pun bertambah. Ini aspek sosial dan ekonominya.

Selain itu, apa jadinya penilaian warga dunia terhadap kota Jakarta? Ibu kota negara Indonesia kekurangan air bersih. Padahal Indonesia juga terkenal dengan hutan tropisnya. Mereka akan bertanya, kalau begitu kemana hutan di Indonesia?

Mereka memang tidak tahu, kalau Indonesia itu negara kepulauan. Hutan yang tersisa sedikit hanya ada di Pulau Sumatera, Jawa, dan Irian, sedangkan di Jawa, ada kekurangan air bersih. Jadi, menurut kita, tidak ada hubungannya hutan dengan kurang air.

Tetapi, warga luar menilai ini ironis. Antara hutan dan kekurangan air. Citra mereka akan Indonesia mengarah pada negatif. Kalau ibu kotanya saja—di mana ada kantor kerja presiden dan pemimpin tinggi negara lainnya—kekurangan air, apa lagi daerah lainnya. Citra ini akan memengaruhi sektor pariwisata. Mereka enggan datang ke Indonesia.

Dari semua yang dibahas ini, intinya adalah segeralah mengatasi persoalan air di Jakarta. Warga tahu, masalah ini tidak mudah ditangani. Tetapi jika ada komitmen, masalah sebesar apa pun bisa diatasi. Warga pun setuju, apa saja yang diperintahkan pemimpinnya, asal itu demi kebaikan warga, mereka akan ikut. Asal komitmen pemimpin mesti ada lebih dulu.

Saya kira Jokowi-Ahok beserta para pemimpin pemerintah lainnya di Jakarta akan mengatasi hal ini.

PA, 18/3/13

Gordi


Negara ini makin rapuh. Negara Indonesia. Mungkin hanya sebagian saja. Tidak seluruhnya. Tetapi, dari yang sebagaian itu, bisa disimpulkan negara ini rapuh. Orang luar negeri yang membaca berita Indonesia akan geleng-geleng kepala. Dalam hati, dalam pikiran, mereka mencap indonesia makin rapuh.

Boleh jadi sebagian daerah luput dari perhatian media. Syukur kalau di situ tidak ada kejadian yang mengkhawatirkan. Kalau ada, betapa rapuhnya negeri ini.

Manusia di Indonesia makin tidak memiliki nilainya. Paling tidak di daerah jabodetabek, manusia dicincang, dimutilasi, dianiaya, diperlakukan tidak adil, dan sebagainya. Martabatnya sebagai manusia diinjak. Tak ada nilainya lagi. Ada yang dibunuh lalu jasadnya dibuang begitu saja di sungai, pinggir jalan, kotak sampah, dan sebagainya. Mau jadi apa negara ini?

Dalam peristiwa itu, masih ada manusia Indonesia yang merindukan Indonesia yang damai dan menjunjung tinggi hak hidup warganya. Tidak ada lagi yang bisa dibanggakan selain rasa optimis bahwa suatu saat negara ini terbebas dari kerapuhannya. Kalau pun masih rapuh, janganlah sampai kerapuhan itu tampak di atas permukaan.

Saya menjadi miris melihat kejadian yang membutakan pandangan bahwa manusia itu begitu mulia. Manusia tidak beda dengan binatang yang dicincang, dipotong-potong untuk dimakan. Betapa rapuhnya naluri pelaku.
Aparat keamanan tidak mampu mengatasi hal ini. Jumlah mereka tidak seberapa. Kekuatan mereka tidak seberapa. Warga makin licik dan lihai melakukan aksinya. Boro-boro mengamankan warga, antara sesama pihak keamanan saja tidak bersekutu. Tentara melawan polisi, polisi melawan tentara.

Musuh keamanan bukan lagi dari pihak luar. Musuh itu ada dalam institusi keamanan. Kalau yang dalam saja belum aman, bagaimana mengamankan yang luar?

Indonesia nasibmu kini.
Banyak wargamu meratapi keadaan negara ini.
Namun kami tak tahu ke mana kami mengadu.
Kekuatan dan kelemahan ada pada kami.
Kami tahu kami sendiri yang bisa mengatasi keadaan ini.
Tetapi kami tidak bisa memastikan kapan kami bersama-sama berniat mengakhiri keadaan yang merapuhkan ini.

Selamat pagi. Salam optimistis.

PA, 8/3/13

Gordi


Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bisa melampaui kemanusiaannya. Jika kemanusiaan manusia terwujud dalam fisik maka manusia bisa melampaui yang fisik itu. Manusia punya pikiran yang bisa melampaui fisiknya.

Pikiran manusia ini mengarahkan manusia untuk bertindak. Entah ke arah yang baik atau ke arah yang buruk. Dua-duanya sama kuat. Tinggal saja manusia memilih. Mau mencuri uang nenek atau menyelamatkan nenek yang tertimpa sepeda motor.

Akhir-akhir ini kita menganga melihat peristiwa kriminal di beberapa kota. Motifnya sederhana. Demi memperoleh hp dan sepeda motor. Dua benda ini akan dijual sehingga memperoleh uang. Tetapi untuk itu, manusianya harus dihasbiskan. Dimatikan! Tak perlu dibiarkan hidup. Padahal bisa saja memilih biarkan dia hidup dan mengambil hp dan motornya.

Di sini tampak sekali kekuatan pikiran manusia. Pikiran yang mengarahkannya untuk bertindak. Manusia melampaui fisiknya untuk memperoleh yang material. Padahal manusia lebih berharga daripada materi yang ada padannya.

Ketika manusia melampaui fisiknya dia bisa saja menghabiskan nyawa sesamanya. Ini bahaya. Dan, ini gejala yang perlu diwaspadai. Benar bahwa semua manusia mempunyai gejolak ke sana. Tetapi tidak semata-mata bahwa kita menuruti gejolak itu. Kita bisa memilih untuk menolaknya. Ketika kita memilih untuk menurutinya, di situlah kita terjerumus dalam pelampauan diri yang negatif.

Tak ada manusia yang sempurna. Manusia berusaha tahap demi tahap untuk menyempurnakan dirinya. Meskipun pada akhirnya kesempurnaan itu hanya berwujud dalam ketidaksempurnaan. Karena bukan manusia lagi kalau dia sempurna. Di dunia ini tidak ada kesempurnaan itu. Maka, kesempurnaan itu hanya ada dalam ketidaksempurnaan manusia di dunia.

Obral ide malam-malam. Sudah lama tidak berpikir abstrak seperti ini. Ada kerinduan untuk mengarahkan otak ini memikirkan yang rumit seperti ini. Tetapi benarkah tulisan ini rumit? Saya tunggu jawabannya dari pembaca.

PA, 6/3/13

Gordi

Masih segar dalam ingatan. Kasus percabulan di beberapa kota. Media massa ramai mewartakan kasus seperti ini. Yang menjadi prihatin adalah pelakunya.

Pelaku yang aneh adalah orang dewasa. Kalau antara sesama remaja mungkin masuk di akal. Suka sama suka. Meski itu tetap melanggar norma moral dalam masyarakat kita.

Tetapi, bagaimana dengan orang dewasa yang berbuat asusial terhadap bocah bahkan balita?

Geli membayangkannya. Orang dewasa mempermainkan alat kelamin anak-anak. Ada juga yang, maaf, menyodomi. Woao...ini gejala apa?

Apakah orang dewasa kita mulai abnormal? Kalau normal, mengapa mencari obyek anak-anak? Jangan-jangan memang benar tidak normal lagi.

Tentu ada penyakit seksual yang sukanya sama anak-anak, pedophile/paedophile. Tetapi kasus di beberapa kota itu aneh. Bagaimana mungkin orang dewasa itu mencari sasaran anak-anak.

Kiranya ini di luar dugaan. Atau ini tanda-tanda orang dewasa banyak stres. Sehingga, tak tahu lagi, mana sasaran pelampiasan nafsu seksualnya.

Jika kasus ini dibiarkan, masa depan anak-anak hancur. Perkembangan psikologis dan sosialnya terganggu. Mentalnya tidak bagus. Trauma berkepanjangan jika tidak segera diatasi.

Dia juga jadi malu jika temannya tahu sejarah kehidupannya. Betapa malang nasib para korban pencabulan seperti ini.

Berharap agar kasus seperti ini segera diakhiri. Biarlah anak-anak dan remaja berkembang dalam lingkungan sosial yang sehat.

PA, 4/3/13
Gordi

Semua orang akan mati. Hanya waktu dan tempat yang berbeda. Selain itu, yang berbeda adalah cara matinya. Ada yang dimatikan, ada yang mati normal, ada yang mati karena bencana alam dan bencana lain. Macam-macam caranya.

Ustad Jeffry Al-Buchory atau Uje (40 tahun) baru saja meninggal karena kecelakaan kendaraan roda dua. Sudah jelas penyebabnya yakni kecelakaan. Dia mati karena kecelakaan.

Di balik kematiannya, ada rasa haru dan sedih yang mendalam. Rasa ini lahir karena sebelumnya ada rasa senang mendengar kata-kata Ustad yang menyentuh hati, menarik, dan mudah dicerna. Kepergian orang seperti ini sungguh menciptakan rasa sedih yang amat dalam.

Orang terkenal akan mengalami ini semua. Terkenal memang erat kaitan dengan relasi dengan sesama. Ikatan emosional dengan sesama menyimpan harta berharga yakni rasa dekat secara psikologis. Ustad muda ini tampil di televisi. Otomatis penonton TV merasa dekat karena sering mendengar ucapannya.

Beginilah situasinya jika orang terkenal pergi. Semua orang yang mengenalnya akan berduka-sedih. Kalau orang yang tidak terkenal pergi, boleh jadi, hanya tetangga yang merasa sedih. Lebih dari rasa sedih, gaung kepergian orang terkenal akan terdengar di semua tempat.

Semoga kepergian ustad ini membawa harapan baru. Betapa berharganya para pemimpin agama dan politik yang bisa bicara dengan menarik, mudah dicerna, dan menyentuh hati. Menyentuh hati di sini maksudnya bicara dari hati. Bukan asal omong, asal bicara, asal pendengar senang, asal pendengar tertawa. Bukan! Bicara dari hati berarti bicara untuk menyentuh hati pendengar.

Salam duka atas kepergian Ustad Uje.

PA, 27/4/13
Gordi

Saat ini ramai-ramainya orang membicarakan Moge alias motor gede, Harley Davidson. Tak terhindarkan tabrakan antara moge dan ambulans  RSI Hidayatullah. Motor dan ambulans rusak. Pengendara moge luka parah. Ada apa dengan motor gede?

Moge memang penguasa jalan. Dalam artian, dia memakai sebagian besar badan jalan. Badan moge kan besar otomatis membutuhkan ruang jalan yang lebih besar dari motor jenis lainnya. Di sini dia seperti “penguasa jalan”.

Lalu, suara moge juga menakutkan. Raungannya besar, mengalahkan bunyi motor lainnya. Apalagi kalau konvoi, diiringi kendaraan polisi. Dalam hal ini, mobil dan motor lain pun, disingkirkan untuk sementara waktu. Biarkan moge ini lewat baru yang lain menyusul.

Mereka tentu menaati lalu lintas dengan meminta pengawalan polisi. Hanya saja, sebenarnya untuk apa mereka berkonvoi? Apakah hanya sebagai pertunjukkan atau penyalur hobi saja? Sebab, tentu motor lain juga mau pakai jalan, mengapa mereka mesti dikawal khusus? Bukankah kalau pakai motor ukuran biasa, semua pengguna jalan bisa memakai jalan dengan adil?

Dalam berita tabrakan kemarin sore (27/4), moge melanggar rambu jalan. Menerobos lampu merah. Moge ini tidak sedang berkonvoi. Dia melenggang sendiri. Ini tentu kesalahan fatal, karena dia menerobos lampu merah.

Apakah tidak lebih baik juga, jika moge ini melenggang di jalur khusus sehingga tidak mengganggu lalu lintas umum? Dua hal di atas tadi yang menurut saya kurang begitu bagus dari melenggangnya motor gede ini di jalan raya.

Bunyinya yang mengganggu pengguna jalan lain dan juga penduduk di sekitar jalan raya. Saya beberapa kali merasa kesal dengan konvoi moge di sekitar ring road bagian utara Yogyakarta. Ada yang raungannya besar sekali sampai merasa terganggu sekali. Ini tentu kurang bagus apalagi terjadi pada sore dan malam hari. Ini risiko tinggal di pinggir jalan ramai. Tetapi, kalau hal ini bisa dicegah, tentu akan lebih baik.

Selain bunyi, moge juga justru mengganggu pengguna jalan lain, karena badannya gede. Otomatis pengguna jalan lain, harus bersabar, mendahulukan dia. Beberapa teman memutuskan untuk berhenti ketika di sampignya ada moge. Biarkan dia lewat baru menyusul. Cara ini amat bijak. Hanya saja, tentu kalau seperti ini terus, perjalanan menjadi tidak nyaman lagi.

Ini sedikit pandangan saya tentang moge yang menerobos lampu merah.

PA, 28/4/13
Gordi


Hari ini buruh berdemo. Tentu ini hak mereka. Siapa pun boleh berdemo. Ini negara demokrasi. Asal saja demo yang aman, lancar, dan damai. Sebab, demo di negeri ini kerap kali disertai aksi anarkistis. Mudah-mudahan demo hari ini di sejumlah kota berjalan aman.

Buruh berdemo menuntut kesejahteraan. Inilah yang paling diperjuangkan. Menuntut gaji yang wajar, pemenuhan hak hidup yang nyaman, seperti tunjangan kesehatan dan kecelakaan.

Tuntutan kiranya disertai kerja keras. harus ada keseimbangan. Antara kerja keras dan upah yang didapat. Gaji buruh memang bukan hanya untuk dirinya. Dia menghidupi keluarganya di rumah. Keluarga menantikan gajinya setiap bulan. Nah, apakah ini sudah diperhatikan oleh majikan buruh?

Perjuangan buruh memang bukan perjuangan pribadi. Tak heran jika mereka membentuk kelompok besar dan berjuang. Buruh sebenarnya juga memperjuangkan nasib keluarganya. Anak-anak yang sedang belajar di sekolah, istri yang setia mendidik anak-anak dan menjaga kehidupan dalam rumah tangga.

Maka, bukan hanya buruh yang berdemo. Keluarga buruh juga ikut dalam perjuangan. Kiranya tuntutan buruh ini segera direalisasi. Sayang jika setiap tahun buruh hanya berdemo memperjuangkan kehidupan mereka. Kiranya pemerintah dan pengusaha perlu bijak memikirkan nasib buruh dan keluarga mereka.


PA, 1/5/13

Gordi

Orang Jakarta suka naik bis. Ada yang suka benaran. Suka naik bis ke mana-mana. Ada yang terpaksa suka. Karena tidak ada pilihan lain. Tidak punya kendaraan sendiri.

Ada juga yang sesekali saja naik bis. Ada pula yang naik bis dengan maksud tertentu. Untuk penelitian tugas kampus, dan sebagainya. Untuk mengetahui situasi dalam bis dan sebagainya.

Jakarta juga terkenal dengan bis-nya. Metro mini dan angkutan kecil yang lain menjadi sarana yang sering digunakan masyarakat kelas bawah Jakarta. Pengguna terbesar dua moda ini adalah mereka yang penghasilannya pas-pasan. Ada juga kaum elit yang naik bis ini tetapi jumlahnya tidak sebeberapa. Sebagian besar kaum elit naik mobil sendiri.

Pengguna lain dari moda transportasi bis adalah mahasiswa dan kalangan muda-remaja. Mereka ini yang sering menumpang pada pagi dan siang hari saat keluar sekolah. Tak jarang bis selalu penuh pada pagi, siang, dan sore hari. 

Ada pilihan lain untuk mengatasi padatnya bis ini. Pemerintah DKI menyiapkan bis transjakarta. Selain itu ada kereta api. Dengan dua jenis moda ini, seharusnya tidak ada lagi kekurangan transportasi umum. Tetapi ya namanya Jakarta selalu berjubel penumpangnya.

Jubelan penumpang inilah yang membuat kereta dan bis trans juga bus patas selalu sesak. Suasana dalam bis tidak kondusif. Esek-esek selalu menjadi pilihan. Setiap orang mau cepat sampai tujuan. Semua mau merebut dapat jatah dalam bis. Entah duduk atau berdiri. Asal dalam bis saja, kan sampai tujuannya. Tak peduli dengan esek-esek ini.

Esek-esek atau tepatnya saling gesek ini sulit dihindarkan. Warga Jakarta pun kiranya sudah maklum dengan situasi ini. Ada yang protes tentu saja. Tetapi mau bagaimana lagi. Kalau tak siap gesek-gesek ya jangan naik bis. Tetapi ini tentu saja tidak berarti setiap orang harus saling menggesek ketika dalam bis. Sama sekali tidak.

Hanya saja jika penumpang penuh, saling gesek tak terhindarkan. Dalam trnasjakarta misalnya. Ada penumpang duduk dan berdiri. Yang berdiri ini yang tidak teratur. Aturannya hanya memegang tali yang terpasang di atas kepala. Tali ini menjadi penyangga ketika bis oleng ke samping atau ketika berhenti mendadak. Tali ini menjadi pengikat keseimbangan. Tali ini memang berperanan penting. Hanya saja tentu tidak cukup untuk menampung beban seluruh tubuh.

Tangan boleh memegang kuat pada tali tetapi tubuh pasti miring ke samping, depan atau belakang. Nah, saat inilah saling gesek tak terhindarkan. Siapa pun pasti maklum ini murni gesekan alam. Sebab, tidak disengaja. Kalau ada yang disengaja itu tentu saja melanggar etika namanya. Hanya saja dalam bis ini saling gesek yang hanya sekejap saja ini sulit dideteksi motifnya. Apakah gesek alami ataukah gesek yang dibuat-buat.

Saling gesek ini menjadi ritme dalam bis Jakarta. boleh dibilang ini ciri khas naik bis di Jakarta. Tidak ada yang mengelak jika ditanya tentang suasana dalam bis di kota Jakarta. Semua penumpang juga maklum jika ada gesekan seperti ini.

Orang Jakarta pun punya keunikan dalam naik bis yakni saling gesek atau saya bahasakan esek-esek. Meski saling gesek ini terkesan kurang manusiawi, orang Jakarta tidak terlalu memusingkan hal ini. Mereka seolah-olah sudah menerima ini sebagai bagian dari keseharian mereka dalam bis. Jadi, tak perlu dipersoalkan.

Tentu bagi mereka yang suka naik mobil pribadi, boleh jadi ada pandangan lain. Mereka bisa saja merasa jijik dengan suasana seperti ini. Gesek-gesek itu merusak pandangan. Mengotori pakaian teman. Menimbulkan prasangka yang kurang enak. Bahkan bagi orang tertentu bisa menjadi perangsang seksual. Bau keringat pada siang hari jjuga menjadi hal yang mesti dihindari. Tetapi kalau sudah masuk dalam suasana esek-esek, hal ini mau tak mau dialami. Tetapi jika bisa dihindari ya sebisa mungkin dihindari.

Itulah sebabnya kelompok tertentu mungkin merasa jijik melihat suasana saling gesek ini dalam bis umum. Bagi yang tidak naik bis umum boleh saja jijik. Tetapi bagi pengguna bis umum, hal ini menjadi bagian dari keseharian mereka. Inilah gaya orang Jakarta saat naik bis.

CPR, 19/5/13

Gordi

Aku ini perempuan terjerat. Memang aku terjerat dalam kamar berukuran 3x4 meter. Aku tak tahu bagian luarnya kamar ini. Aku hanya tahu bagian dalam. Selain perabot untuk tidur, juga ada kamar mandi. Setiap hari aku ada di sini. Pekerjaanku hanya memerhatikan yang ada di kamar ini. Karena seringnya dan lamanya aku berada di kamar ini, aku ingat semua yang ada di sini. Dari langit-langit kamar, dinding, lantai, hingga kaca jendela.

Tentang kaca jendela ini, aku punya cerita menarik. Melalui kaca ini aku melihat dunia luar. Ya hanya beberapa saja yang terlihat. Langit-langit dan bercak gerimis air hujan. Aku tak melihat hijaunya daun. Aku hanya melihat dua warna langit, biru dan putih. Jika cerah akan keluar biru, dan jika mendung, akan ada putih atau abu-abu atau hitam. Hanya itu yang ada di jendela ini. Satu-satunya penghibur bagiku adalah melihat jendela ini. Jendela yang kadang-kadang ditutup kain gorden.

Kain gorden ini hanya sebentar saja berfungsi. Jika ada teman yang masuk, aku biasanya berpasrah total. Temanku biasanya menutup gorden ini. Kaca tak terlihat apalagi langit biru dambaanku. Aku diam dan menerima perlakuan temanku dalam ruang mungil ini. Aku tak bisa memberontak terutaam jika merasa sakit. Aku hanya bisa melayani dia. Aku tak ingat siapa-siapa temanku ayng datang ‘menjengukku’ di sini. Setiap hari bergantian. Aku hanya ingat sahabat yang selalu menjenguk dan membawakan makanan untukku.

Dia ini sangat sopan. Dia memberiku makanan tiga kali sehari. Dia juga kadang-kadang menungguiku saat makan. Saat itulah dia bercerita tentang kehidupannya. Dia juga membagikan informasi seputar kehidupan sosial, ekonomi, dan politik negeri ini. Darinya, aku peroleh informasi. Aku tak punya alat komunikasi. Hp tidak punya. TV, radio, pemutar musik tidak ada. Betapa aku terhibur jika ia menungguiku menyelesaikan makan. Aku melahap makanan yang ia bawa sambil memerhatikan dengan saksama mimik mukanya saat bercerita. Selain dia, praktis, tak ada teman yang aku ingat.

Aku ingin sekali bebas dari jerat ini. Betapa hidupku merana, sakit fisik, sakit hati, sakit jiwa, tinggal di kamar ini. Aku terdampar di kamar ini secara tiba-tiba. Aku diantar dua pemuda dan memberi kunci. Mereka memasukkan aku di kamar ini kemudian berpesan, tinggal di sini selamanya. Aku mulai gugup dengan kata-kata selamanya ini. Betapa sedih aku membayangkan, selamanya aku hidup hanya di kamar menyeramkan ini. Hidup tak akan bahagia jika dijalani dalam kamar seperti ini. Bukankah paru-paruku juga ingin menghirup udara lain selain yang ada dalam kamar ini?

Aku ingin menghirup udara di kampungku. Aku ingat aku bernagkat dari kampungku atas bujukan sahabatku. Dia mengimpikan kehidupan yang mewah. Ia ingin agar aku menikmati kemewahan itu. Ia memberi sejumlah uang pada orangtuaku. Orangtuaku mengizinkan aku pergi. Aku pergi bersamanya. Aku ditempatkan di kamar besar bersama puluhan wanita seusiaku. Aku tak nyaman tinggal bersama di ruang ini. Aku mendambakan kebebasan. Dan, satu per satu, jika tiba gilirannya, satu di antara kami akan menikmati kebeasan di luar ruang besar ini.

Aku pun senang ketika tiba giliranku. Aku mendambakan aku akan hidup tenang tanpa tekanan. Aku merasakan yang lain sekarang. Rupanya aku hidup lebih susah ketimbang hidup di ruang besar itu. Aku ditempatkan di ruang kecil nan menyeramkan ini. Aku pun menjadi wanita tak berdaya. Menerima perlakuan tamu lelaki yang merenggut kebebasanku. Aku menderita. Aku berontak tetatpi tidak ada jalan lain untuk keluar.

Aku ingin keluar dari kamar jerat ini. Aku ingin kesempatan itu akan datang segera. Sungguh aku ingin menghirup kebebasan. Aku bertanya-tanya, mengapa aku ditempatkan di kamar derita ini? Betapa aku ini sengsara, dijerat, bak anak ayam di depan mulut singa, siap diterkam. Setiap hari aku siap diperlakukan semaunya saja oleh temanku yang datang mengunjungi aku. Aku ingat bosku memaksaku meanggil dan menganggap semua yang datang sebagai teman. Aku tahu, sesungguhnya sebutan itu tak pantas.

Mereka itu sesungguhnya bukan teman tetapi lelaki hidung belang. Lelaki yang mencari kepuasan seksual. Entah berapa biaya yang mereka berikan pada bosku. Aku tak pernah tahu jumlahnya. Aku pun tak pernah menerima sejumlah kecil pun. Uang tak berarti lagi bagiku. Yang berarti bagiku adalah pembebasan. Aku ingin bebas segera. Tuhan, cukup sudah penderitaan ini. Aku lelah menghadapi semua ini.

*jeritan perempuan dalam kurungan kamar derita

PA, 8/6/13
Gordi



Suara bising. Itulah yang dialami di Jakarta. Jakarta memang ramai. Keramaian ini menjadi penyebab suara bising. Keramaian mengundang banyak orang. Keramaian tercipta karena banyak orang berkumpul. Ya, di Jakarta memang banyak orang datang dari berbagai daerah. Suara bising itu sudah akrab di telinga penghuni JAkarta. Keakraban serupa tidak berlaku untuk pendatang di Jakarta. Termasuk tamu asing, orang daerah, dan sebagainya. Suara bising justru mengganggu kenyamaan mereka. Mereka memang mestinya siap dengan suara bising ini jika bertandang ke Jakarta.

Suara bising, betapa pun itu membuat idak nyaman, justru menjadi tanda bahwa masyarakat sibuk. Kesibukan yang membuat jalanan padat, penghuni pasar padat, penghuni kantor padat. Di mana-mana padat. Padat dalam jumlah manusia. Karena padat, kejahatan pun padat. Di mana-mana rawan kejahatan. Satu kejahatan membuat suara bising. Banyak orang ingin tahu jenis kejahatan, ingin terlibat dalam kejahatan jika ada untungnya, mau mencoba melakuka kejahatan jika itu membuatnya terkenal. Berbagai motif kejahatan muncul. Semua itu menimbulkan kebisingan. Bising bukan lagi milik jalanan tetapi menembus kehidupan masyarakat. Bising yang semula hanya keluar dari knalpot bajaj dan metromini kini muncul juga di dalam kamar hotel, di tempat perjudian, di tempat kencan, dan sebagainya.

Dan, suara bising itu ambivalen. Ada untungnya ada ruginya. Suara bising itu membunyikan lonceng bisnis besaran. Suara bising itu juga menguak kesibukan ekonomi pasar. Suara bising itu juga menampilkan wajah kota yang kriminal dan keras. Suara bising itu menjadi rambu untuk berhati-hati. Hidup dengan suara bising memang pnuh misteri. Suara itu membuat telinga pekak sekaligus membuat mata dan kaki berhati-hati. Mata kadang-kadang tak mampu melihat darimana sumber suara bising itu. Telinga juga kadang-kadang tak mampu mendengar di mana suara bising itu muncul.

Ah suara bising ini tetap ada. Jangan bermimpi akan hilang. Yang perlu adalah bagaimana mengatasi kebisingan ini. Bertahanlah dalam kebisingan dan berusahalah mencari peluang di dalamnya. Bising akan tetap ada tetapi mungkin bisa dihindari dengan melakukan aktivitas lain. Bermain futsal misalnya membuat suara bising itu tak terdengar. LAri-lari di sekeliling kompleks olahraga meredam suara bising. Suara bising tetap ada dan tetap menjadi teman setia hidup di ibu kota.

Salam bising,
Jakarta, 14/6/13
Gordi


Powered by Blogger.