Orang Jakarta suka naik bis. Ada yang suka benaran. Suka
naik bis ke mana-mana. Ada yang terpaksa suka. Karena tidak ada pilihan lain.
Tidak punya kendaraan sendiri.
Ada juga yang sesekali saja naik bis. Ada pula yang
naik bis dengan maksud tertentu. Untuk penelitian tugas kampus, dan sebagainya.
Untuk mengetahui situasi dalam bis dan sebagainya.
Jakarta juga terkenal dengan bis-nya. Metro mini dan angkutan
kecil yang lain menjadi sarana yang sering digunakan masyarakat kelas bawah
Jakarta. Pengguna terbesar dua moda ini
adalah mereka yang penghasilannya pas-pasan. Ada juga kaum elit yang naik bis
ini tetapi jumlahnya tidak sebeberapa. Sebagian besar kaum elit naik mobil
sendiri.
Pengguna lain dari moda transportasi
bis adalah mahasiswa dan kalangan muda-remaja. Mereka ini yang sering menumpang
pada pagi dan siang hari saat keluar sekolah. Tak jarang bis selalu penuh pada
pagi, siang, dan sore hari.
Ada pilihan lain untuk
mengatasi padatnya bis ini. Pemerintah DKI menyiapkan bis transjakarta. Selain
itu ada kereta api. Dengan dua jenis moda ini, seharusnya tidak ada lagi
kekurangan transportasi umum. Tetapi ya namanya Jakarta selalu berjubel
penumpangnya.
Jubelan penumpang inilah yang
membuat kereta dan bis trans juga bus patas selalu sesak. Suasana dalam bis
tidak kondusif. Esek-esek selalu menjadi pilihan. Setiap orang mau cepat sampai
tujuan. Semua mau merebut dapat jatah dalam bis. Entah duduk atau berdiri. Asal
dalam bis saja, kan sampai tujuannya. Tak peduli dengan esek-esek ini.
Esek-esek atau tepatnya saling gesek
ini sulit dihindarkan. Warga Jakarta pun kiranya sudah maklum dengan situasi
ini. Ada yang protes tentu saja. Tetapi mau bagaimana lagi. Kalau tak siap
gesek-gesek ya jangan naik bis. Tetapi ini tentu saja tidak berarti setiap
orang harus saling menggesek ketika dalam bis. Sama sekali tidak.
Hanya saja jika penumpang
penuh, saling gesek tak terhindarkan. Dalam trnasjakarta misalnya. Ada
penumpang duduk dan berdiri. Yang berdiri ini yang tidak teratur. Aturannya
hanya memegang tali yang terpasang di atas kepala. Tali ini menjadi penyangga
ketika bis oleng ke samping atau ketika berhenti mendadak. Tali ini menjadi
pengikat keseimbangan. Tali ini memang berperanan penting. Hanya saja tentu tidak
cukup untuk menampung beban seluruh tubuh.
Tangan boleh memegang kuat pada tali tetapi tubuh
pasti miring ke samping, depan atau belakang. Nah, saat inilah saling gesek tak
terhindarkan. Siapa pun pasti maklum ini
murni gesekan alam. Sebab, tidak disengaja. Kalau ada yang disengaja itu tentu
saja melanggar etika namanya. Hanya saja dalam bis ini saling gesek yang hanya
sekejap saja ini sulit dideteksi motifnya. Apakah gesek alami ataukah gesek
yang dibuat-buat.
Saling gesek ini menjadi ritme
dalam bis Jakarta. boleh dibilang ini ciri khas naik bis di Jakarta. Tidak ada
yang mengelak jika ditanya tentang suasana dalam bis di kota Jakarta. Semua
penumpang juga maklum jika ada gesekan seperti ini.
Orang Jakarta pun punya
keunikan dalam naik bis yakni saling gesek atau saya bahasakan esek-esek. Meski
saling gesek ini terkesan kurang manusiawi, orang Jakarta tidak terlalu
memusingkan hal ini. Mereka seolah-olah sudah menerima ini sebagai bagian dari
keseharian mereka dalam bis. Jadi, tak perlu dipersoalkan.
Tentu bagi mereka yang suka
naik mobil pribadi, boleh jadi ada pandangan lain. Mereka bisa saja merasa
jijik dengan suasana seperti ini. Gesek-gesek itu merusak pandangan. Mengotori
pakaian teman. Menimbulkan prasangka yang kurang enak. Bahkan bagi orang
tertentu bisa menjadi perangsang seksual. Bau keringat pada siang hari jjuga
menjadi hal yang mesti dihindari. Tetapi kalau sudah masuk dalam suasana
esek-esek, hal ini mau tak mau dialami. Tetapi jika bisa dihindari ya sebisa
mungkin dihindari.
Itulah sebabnya kelompok
tertentu mungkin merasa jijik melihat suasana saling gesek ini dalam bis umum.
Bagi yang tidak naik bis umum boleh saja jijik. Tetapi bagi pengguna bis umum,
hal ini menjadi bagian dari keseharian mereka. Inilah gaya orang Jakarta saat
naik bis.
CPR, 19/5/13
Gordi
Post a Comment