Sebuah
usaha atau kerja keras akan bermakna jika disertai pengorbanan total. Tanpa
pengorbanan kerja keras itu bisa dianggap sia-sia belaka. Atau juga bisa dicap
bekerja karena ada dalil. Ada niat tersembunyi di baliknya. Ada intrik tertentu
di baliknya. Lain kalau dikerjakan dengan niat tulus dan pengorbanan total,
kerja keras itu membawa kepuasan batin bagi pekerjanya.
Seorang
tukang sampah sekali pun akan merasa puas jika ia bekerja dengan pengorbanan.
Dari pagi hingga sore bekerja memungut sampah. Siang bolong di bawah terik
matahari dia berkorban. Mendorong gerobak, melewati gang kecil nan sempit,
menghirup udara kotor dan memuakkan di siang bolong. Itulah model
pengorbanannya.
Dia
menjalankan itu bukan semata-mata demi memperoleh rezeki. Meski tak dipungkiri
niat itulah yang mendorongnya berkorban. Tetapi di balik rezeki itu, dia
sebenarnya berkorban demi kebaikan bersama. Tanpa dia, sampah berserakan dan
menimbulkan penyakit. Bau tak sedap di sekitar perumahan, dan sebagainya.
Ini
pun dirasa oleh ibu rumah tangga. Ketika beliau tidak datang mengambil sampah,
sampah bertumpuk. Ibu jadi bingung mau dikemanakan sampah-sampah itu. Mau
dibuang sendiri tak mungkin. Sebab, masa untuk buang sampah sedikit saja harus
berjauh-jauh ke tempat pembuangan sampah akhir ibu kota.
Di
Jakarta, sekitar Gelora Bung Karno, baru saja ada perhelatan besar.
Pertandingan antara Indonesia dan Arab Saudi dalam rangka kualifikasi Piala
Asia-Australia 2015. Jumlah penonton diperkirakan 17 ribu orang. Berapa jumlah
sampah yang terbuang? Pasti ada banyak. Tak mungkin jumlah penonton demikain
tidak meninggalkan jejak buruk—sampah—di sekitar area penonton.
Di
sana ada tukang sampah yang bekerja keras membersihkan area penonton. Juga di area
lain di sekitar kawasan itu. Belum lagi sampah yang berserakan di jalan masuk.
Tetapi siapa peduli dengan sampah ini?
Manusia
dengan enteng membuang begitu saja. Tak memikirkan kalau sampah sekecil itu
bisa menimbulkan penyakit. Lagi-lagi tanpa sadar membuang begitu saja. Sebuah
kebiasaan jelek yang diturun-temurunkan.
Salut
pada tukang sampah yang bekerja dengan pengorbanan tinggi. Jasamu besar bagi
banyak orang. Semoga dengan kiprahmu banyak orang makin sadar betapa
menertibkan sampah itu menjadi bagian dari tata hidup bersama.
Ini
hanya celotehan belaka. Penulis pernah menjadi tukang mulung di ibu kota. Jadi,
penulis tahu pekerjaan tukang sampah itu seperti apa. Paling tidak sudah
mencicipi pengorbanannya meski hanya beberapa bulan saja.
PA,
24/3/13
Gordi
Post a Comment