Ada
berita Jakarta terancam kekurangan air bersih. Muncul pertanyaan benarkah itu?
Apa jadinya jika Jakarta kekuarngan air bersih? Ibu kota negara kok kekurangan
air bersih?
Pertanyaan
akan bertambah jika mau sekadar bertanya mencari penyebabnya. Saya kira para
ahli sudah tahu akan hal ini. Semua orang juga tahu, Jakarta kekurangan air
bersih. Jumlah penduduk saja membludak otomatis kebutuhan air bersih meningkat.
Yang
tidak jelas adalah penyelesaiannya. Belum ada isu menarik dan aktual untuk
mengatasi hal ini. Ada wacana pemurnian air Ciliwung. Kelak, air itu bisa
diminum setelah disaring dan dimurnikan. Air yang jijik jika dilihat itu akan
menjadi air yang menghidupi warga Jakarta.
Tetapi
apa gerangan, wacana itu tinggal wacana. Buktinya, isu kekuarangan air mencuat
lagi. Kalau toh ada yang ahli mengurai air itu, mengapa tidak segera dilakukan?
Atau masihkah berkutat dengan birokrasi yang berbelit?
Warga
membutuhkan air bersih. Itu persoalan utama. Maka, sebaiknya itu yang menjadi
target untuk dicapai. Bagaimana saja caranya air bersih harus sampai di rumah
warga. Kalau tidak, apa pun wacannya, warga sudah bosan mendengar wacana
besar-kecil tentang pengadaan air bersih.
Saya
bayangkan nanti huru-haranya warga Jakarta merebut air bersih. Air dari sekitar
Jakarta pun akan ditarik. Ditarik dalam arti, dijual ke Jakarta. Pengeluaran
warga pun bertambah. Ini aspek sosial dan ekonominya.
Selain
itu, apa jadinya penilaian warga dunia terhadap kota Jakarta? Ibu kota negara
Indonesia kekurangan air bersih. Padahal Indonesia juga terkenal dengan hutan
tropisnya. Mereka akan bertanya, kalau begitu kemana hutan di Indonesia?
Mereka
memang tidak tahu, kalau Indonesia itu negara kepulauan. Hutan yang tersisa
sedikit hanya ada di Pulau Sumatera, Jawa, dan Irian, sedangkan di Jawa, ada
kekurangan air bersih. Jadi, menurut kita, tidak ada hubungannya hutan dengan
kurang air.
Tetapi,
warga luar menilai ini ironis. Antara hutan dan kekurangan air. Citra mereka
akan Indonesia mengarah pada negatif. Kalau ibu kotanya saja—di mana ada kantor
kerja presiden dan pemimpin tinggi negara lainnya—kekurangan air, apa lagi
daerah lainnya. Citra ini akan memengaruhi sektor pariwisata. Mereka enggan
datang ke Indonesia.
Dari
semua yang dibahas ini, intinya adalah segeralah mengatasi persoalan air di
Jakarta. Warga tahu, masalah ini tidak mudah ditangani. Tetapi jika ada
komitmen, masalah sebesar apa pun bisa diatasi. Warga pun setuju, apa saja yang
diperintahkan pemimpinnya, asal itu demi kebaikan warga, mereka akan ikut. Asal
komitmen pemimpin mesti ada lebih dulu.
Saya
kira Jokowi-Ahok beserta para pemimpin pemerintah lainnya di Jakarta akan
mengatasi hal ini.
PA,
18/3/13
Gordi
Post a Comment