foto ilustrasi oleh Charles Jeffrey Danoff |
Harapan ke depannya peneliti Indonesia
mesti bertambah sehingga publikasi bertambah. Peneliti dituntut untuk
memublikasikan hasil penelitiannya di jurnal internasional.
Saya sebagai mahasiswa amat sedih membaca
tulisan itu. Menjadi penulis memang tidak gampang. Padahal pelajaran menulis
diajarkan sejak sekolah dasar. Pelajaran itu dikembangkan selama belasan tahun
bagi mereka yang menamatkan pendidikan sekolah menengah. Idealnya tamat dari
sekolah menengah siswa Indonesia harus bisa menulis. Waktu yang cukup
sebenarnya untuk berlatih menulis.
Menulis untuk jurnal internasional
membutuhkan perhatian yang cukup besar. Kalau orang sering menulis tugas itu
bisa tercapai. Jadi, kuncinya adalah pernah dan sering menulis.
Menulis dari hal yang kecil. Lama-lama akan terasah. Banyak penulis berkaliber
mengakui kalau tulisan yang bagus muncul dari latihan yang berkelanjutan.
Menurut mereka, tidak perlu khawatir dengan hasil tulisan pertama di media
massa. Lebih baik dinilai tulisannya jelek daripada tidak pernah menulis sama
sekali.
Saya bersyukur bisa bergabung di blog
keroyokan kompasiana ini. Kalau dihitung, jumlah penulis
di blog ini bertambah. Dengan demikian jumlah tulisan juga bertambah tiap hari.
Kompasiana menjadi media untuk berlatih menulis bagi masyarakat Indonesia. Kita
patut berterima kasih kepada Kompas Gramedia yang menyediakan
fasilitas ini. Bayangkan kalau blog ini bisa dijangkau oleh setengah penduduk
Indonesia. Kalau jumlah penduduk sekitar 200 juta maka pengguna blog ini 100
juta. Itu berarti bahwa jumlah penulis di Indonesai 100 juta. Dari 100 juta ini
katakanlah 50%-nya bisa menulis di jurnal internasional. Maka, jumlah publikasi
Indonesia bertambah. Jadi, sebenarnya Indonesia tidak kekurangan penulis.
Cempaka Putih, 26/11/2011
Gordi Afri
*Dimuat
di blog kompasiana pada 26/11/11
Post a Comment