FOTO, pman26.files.wordpress.com |
Kami
tak banyak bicara. Maklum, masing-masing sedang menikmati eskrim-nya. Pendakian
tadi membuat kami ingin berhenti sejenak. Apalagi matahari sore di musim semi
tampak cerah dan sedikit menyengat. Kami sebenarnya tidak terlalu haus dan
capek. Tetapi, sopir sekaligus guide kami sengaja memarkir mobilnya. Ada
gunanya juga. Kami turun dari mobil dan masuk ice-cream shop. Di sana, kami bertemu dua bapak. Keduanya tentu
bekerja di gelateria ini. Satunya
sebagai pelayan bar, satunya lagi bagian kasir. Kami berdialog sebentar lalu
kami membeli eskrim.
Saya
memilih untuk menikmati eskrim ini sambil melihat-lihat koran yang ada di atas
meja. Kebetulan, di dekat saya ada seorang bapak yang sedang membaca koran
juga. Mumpung belum ada pelanggan, dia manfaatkan waktu yang ada untuk melihat
koran. Lalu, saya juga mulai melihat-lihat koran itu.
Membaca
mungkin menjadi bagian dari kehidupan mereka. Di ruangan itu, ada banyak koran
dan majalah. Bahkan, di tiga meja yang ada, masing-masing ada satu koran dan
beberapa majalah. Saya salut. Mereka menyediakan koran lokal, koran setingkat
provinsi, dan koran nasional. Padahal, daerah iini letaknya di pegunungan. Jauh
dari pusat kota.
Mungkin
itu juga yang membuat bapak tadi datang dan terheran-heran melihat kami.
Fisiknya tua namun pikirannya muda. Entah dia masih heran dengan keberadaan
kami. Mungkin dia bertanya, ada apa
dengan orang asing ini. Orang Asia lagi. Apakah mereka nyasar di sini?
Setelahnya,
dia mengambil kacamatanya lalu mulai membaca. Saya perhatikan cara dia melihat
koran itu. Dia buka dari halaman pertama. Melihat dan membaca tanpa suara. Yang
tidak menarik kiranya dia lewatkan atau hanya lihat judulnya. Dalam waktu
sekitar 15 menit, dia sudah selesai melihat satu koran itu. Lalu, dia
membolak-balik koran berikutnya. Tampak sekali bahwa dia sudah terbiasa membaca
koran itu. Mungkin dia sudah tahu rubrik-rubriknya. Saya tidak heran dengan
ini. Yang saya heran adalah kemampuannya untuk memerhatikan dengan cepat isi
koran itu. Dialah gambaran orang yang fisiknya tua tetapi pikirannya muda.
Dari
mana saya tahu kalau pikirannya muda? Dari cara membaca korannya. Orang muda
biasanya membaca dengan cepat atau sepintas saja. Dan, dia yang umurnya tua ini
juga melakukan hal sama. Saya perhatikan beberapa orang tua lainnya yang
membuka kora pelan-pelan. Ah tentu orang tua tidak bisa disamakan. Semua punya
cara untuk menyimak isi koran harian. Dan dia ini adalah salah satu di antara
orang yang berfisik tua namun berpikiran muda.
Tiga
puluh menit berlalu, kami pun beranjak pergi. Saya memberi salam pada mereka
dengan bahasa Italia. Mereka kaget, “Rupanya bisa berbahasa Italia,”kata bapak
tua yang dengan cepat menyimak koran tadi. Saya tersenyum lalu melambaikan
tangan.
Terima
kasih Pak. Hanya dengan gerakanmu yang tidak menggurui itu, kamu berhasil
menularkan kebiasaan yang kami butuhkan yakni membaca. Semoga saya dan kami
kaum muda bisa seperti kamu, rajin membaca dan tak pernah merasa puas. Fisik
boleh tua, tapi pikiran tak boleh jadi tua.
PRM,
20/5/15
Gordi
Post a Comment