Halloween party ideas 2015

FOTO, pman26.files.wordpress.com
Fisik tua, pikiran muda. Itulah gambaran yang kuberikan pada kakek itu. Saat kami menikmati eskrim di sebuah gelateria (tempat jual gelatto atau eskrim), dia masuk. Dia melihat kami dengan serius. Mungkin karena kami orang baru. Memang, kami baru masuk daerah pegunungan itu untuk pertama kalinya tahun ini. Tahun lalu, kami masuk daerah ini, tetapi tidak sampai di sini. Hari ini, kami sampai di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut, kali lalu hanya sampai 300 meter. 

Kami tak banyak bicara. Maklum, masing-masing sedang menikmati eskrim-nya. Pendakian tadi membuat kami ingin berhenti sejenak. Apalagi matahari sore di musim semi tampak cerah dan sedikit menyengat. Kami sebenarnya tidak terlalu haus dan capek. Tetapi, sopir sekaligus guide kami sengaja memarkir mobilnya. Ada gunanya juga. Kami turun dari mobil dan masuk ice-cream shop. Di sana, kami bertemu dua bapak. Keduanya tentu bekerja di gelateria ini. Satunya sebagai pelayan bar, satunya lagi bagian kasir. Kami berdialog sebentar lalu kami membeli eskrim.

Saya memilih untuk menikmati eskrim ini sambil melihat-lihat koran yang ada di atas meja. Kebetulan, di dekat saya ada seorang bapak yang sedang membaca koran juga. Mumpung belum ada pelanggan, dia manfaatkan waktu yang ada untuk melihat koran. Lalu, saya juga mulai melihat-lihat koran itu.

Membaca mungkin menjadi bagian dari kehidupan mereka. Di ruangan itu, ada banyak koran dan majalah. Bahkan, di tiga meja yang ada, masing-masing ada satu koran dan beberapa majalah. Saya salut. Mereka menyediakan koran lokal, koran setingkat provinsi, dan koran nasional. Padahal, daerah iini letaknya di pegunungan. Jauh dari pusat kota.

Mungkin itu juga yang membuat bapak tadi datang dan terheran-heran melihat kami. Fisiknya tua namun pikirannya muda. Entah dia masih heran dengan keberadaan kami. Mungkin dia bertanya, ada apa dengan orang asing ini. Orang Asia lagi. Apakah mereka nyasar di sini?

Setelahnya, dia mengambil kacamatanya lalu mulai membaca. Saya perhatikan cara dia melihat koran itu. Dia buka dari halaman pertama. Melihat dan membaca tanpa suara. Yang tidak menarik kiranya dia lewatkan atau hanya lihat judulnya. Dalam waktu sekitar 15 menit, dia sudah selesai melihat satu koran itu. Lalu, dia membolak-balik koran berikutnya. Tampak sekali bahwa dia sudah terbiasa membaca koran itu. Mungkin dia sudah tahu rubrik-rubriknya. Saya tidak heran dengan ini. Yang saya heran adalah kemampuannya untuk memerhatikan dengan cepat isi koran itu. Dialah gambaran orang yang fisiknya tua tetapi pikirannya muda.

Dari mana saya tahu kalau pikirannya muda? Dari cara membaca korannya. Orang muda biasanya membaca dengan cepat atau sepintas saja. Dan, dia yang umurnya tua ini juga melakukan hal sama. Saya perhatikan beberapa orang tua lainnya yang membuka kora pelan-pelan. Ah tentu orang tua tidak bisa disamakan. Semua punya cara untuk menyimak isi koran harian. Dan dia ini adalah salah satu di antara orang yang berfisik tua namun berpikiran muda.

Tiga puluh menit berlalu, kami pun beranjak pergi. Saya memberi salam pada mereka dengan bahasa Italia. Mereka kaget, “Rupanya bisa berbahasa Italia,”kata bapak tua yang dengan cepat menyimak koran tadi. Saya tersenyum lalu melambaikan tangan.

Terima kasih Pak. Hanya dengan gerakanmu yang tidak menggurui itu, kamu berhasil menularkan kebiasaan yang kami butuhkan yakni membaca. Semoga saya dan kami kaum muda bisa seperti kamu, rajin membaca dan tak pernah merasa puas. Fisik boleh tua, tapi pikiran tak boleh jadi tua.

PRM, 20/5/15
Gordi

Post a Comment

Powered by Blogger.