FOTO, terangker.com |
Burung
itu mungkin menegurku untuk mendengarnya. Betapa tidak, dua kali kudengar
nyanyiannya. Bunyi mobil yang lewat di jalanan samping kamar malah tak
kuhiraukan. Entahkah karena aku patuh dengan teguran burung ini?
Atau,
mungkin burung itu memang mengajakku untuk mendengarnya? Sungguh jika demikian,
dia berhasil mengajakku. Dia ibarat guru yang mendidik didikannya sampai
berhasil. Guru yang mendidik anak didiknya seperti yang ia inginkan. Padahal, mendengarkan
itu amat sulit. Anak sekolah tidak tahan tinggal tanpa bersuara selama 45 menit
dalam kelas. Kalau pun bisa, itu karena dipaksa. Atau karena takut dimarahi
guru. Di ruang sidang anggota DPR sulit mendengar satu sama lainnya.
Memang
anggota DPR lebih cenderung untuk ribut, mempersoalkan korupsi, dana proyek,
PSK dan mengabaikan suara rakyat yang memilih mereka. Anggota DPR memang
kadang-kadang membohongi pemilihnya. Mereka menawarkan janji manis. Parahnya
lagi rakyat kecil dengan mudahnya saja tergoda manisnya janji itu. Rakyat
memang adalah pendegar ulung. Mungkin pendengar seperti burung beo juga.
Mendengar begitu saja apa yang dikatakan pembicara. Tetapi, anggota DPR
mestinya belajar mendengarkan dari rakyat kecil yang memilih mereka. Anggota
DPR sebenarnya lebih parah lagi karena setelah berjanji, mereka abaikan suara
rakyat. Mereka memang betul-betul tidak tahu mendengarkan suara rakyat.
Nyanyian
burung itu kudengar kedua kalinya. Aku dengar dengan jelas. Suaranya nyaring
memecah kesunyian malam. Malam adalah simbol ketakutan. Tapi, mengapa burung
itu bernyanyi. Dan, burung itu bernyanyi seperti penyanyi di tengah konser.
Burung itu mungkin tidak takut. Memang burung itu tidak takut. Burung itu
mengajakku untuk tidak takut sekalipun dalam kegelapan. Burung itu seperti
telah merayakan kemerdekaan. Dia bebas tanpa beban bernyanyi.
Nyanyiannya
mungkin mengajakku untuk hidup bebas. Hidup merdeka tanpa tekanan, tanpa beban,
tanpa ketergantungan dengan yang lain. Mungkin terlalu sulit untuk melepas
ketergantungan itu. Tapi, burung itu kiranya sudah membuka jalan. Dia memberiku
contoh. Bernyanyi di malam hari. Tanpa rasa takut. Seolah-olah ada terang dalam
kegelapan. Hidup memang mestinya tanpa rasa takut, tanpa suasana gelap. Hidup
mesti bersinar untuk sesama. Hidup mesti bebas tanpa ketergantungan.
Ah
burung itu tak kudengar lagi. Mungkin dia hanya datang untuk memberiku isyarat
bahwa hidup ini mesti dihidupi dengan bebas. Rasa bebas dari semua yang
mengunkung kehidupan. Dengan hidup bebas, beban berat pun bisa dipikul. Malam
pun bisa jadi siang. Ah betapa indahnya hidup dalam kebebasan. Betapa nyanyian
burung itu adalah nyanyian kemerdekaan.
Terima
kasih untuk nyanyianmu
PRM,
19/5/15
Gordi
Post a Comment