FOTO, dw.de |
Dari
ruang penampung ini, kami dipisahkan. Aku tak tahu lagi, ke mana perginya teman
seperahuku. Kami memang banyak di ruang ini. Aku juga tak tahu, dari mana
datangnya yang lain. Aku hanya tahu, sebagian besar dari kami, berkulit hitam
dan berambut keriting. Aku juga bertanya, mengapa mereka ke sini. Mungkin
mereka juga datang untuk mencai kehidupan yang penuh damai. Mungkin mereka juga
datang dari negeri yang berkonflik dan perang tak berujung. Entah. Bisa YA bisa
TIDAK.
Aku
ikut perintah seorang berkulit putih, tinggi, tegap, dan bermata biru. Aku
perhatikan betul-betul bentuk tubuhnya. Dia mirip seperti mereka yang tertawa,
yang aku lihat di TV beberapa tahun lalu. Aku berangan-angan bisa bahagia dan
damai seperti mereka itu. Namun, aku juga pikir-pikir. Jangan-jangan
kebahagiaan itu hanya ada dalam TV itu. Jangan-jangan itu hanya angan-angan
juga. Jangan-jangan itu hanya seperti iklan saja. Jangan-jangan aku jatuh lagi
dalam dunia perang yang bernafsu itu.
Ah…aku
tidak mau ingat masa laluku. Masa gelap itu merusak harapan akan masa depanku.
Aku ingin berubah. Berubah berarti melupakan masa lalu. Kalau sulit dilupakan,
ingat sajalah yang penting-penting saja. Ambil saja hikmahnya dari situ. Lalu,
tataplah masa depan.
Itulah
sebabnya aku turuti saja perintah sang tuan ini. Entah nanti dibawa ke mana.
Aku yakin sekali. Aku akan menikmati hidup yang damai. Hidup yang tidak seperti
kehidupan di negeriku yang bergejolak perang berkepanjangan. Di sana nanti, aku
akan bertemu keluargaku. Keluarga yang seperti aku bayangkan dulu. Keluarga
yang tidak bersekat agama, ras, warna kulit, warna mata, model rambut. Tidak.
Aku kini menuju ke kehidupan itu. Ke manakah aku dibawanya saat ini? (bersambung ).
PRM,
11/5/15
Gordi
*Didedikasikan untuk imigran dari
negara-negara Afrika yang mencari kehidupan yang lebih baik, di Benua Eropa.
dari postingan di kompasiana PINGIN HIDUP BAHAGIA SEPERTI MEREKA
Post a Comment