Halloween party ideas 2015

ILUSTRASI kaskus
Sepak bola sejatinya adalah permainan yang merakyat. Sebab, permainan ini adalah permainan para rakyat kecil. Di mata rakyat kecil, permainan ini tidak pernah menjadi polemik. Sepak bola bagi rakyat kecil adalah sebuah kegembiraan. Itulah sebabnya rakyat di kampung-kampung beramai-ramai menonton pertandingan sepak bola di lapangan kampung mereka. Sore hari orang tua tertawa menyaksikan lucunya permainan anak dan cucu mereka. Kelelahan setelah seharian bekerja terusir dengan menyaksikan pertandingan sepak bola.

Di mata mereka, sepak bola menjadi sebuah hiburan. Karena hiburan, mereka tidak pernah menjadikan sepak bola sebagai sumber konflik. Justru sepak bola menjadi solusi konflik bagi mereka. Lihatlah keluarga yang berseteru, anak-anak mereka sama-sama bermain di lapangan. Mereka tidak pernah mempersoalkan di luar lapangan ada konflik. Tidak. Yang ada hanya perdamaian.

Sepak bola sebagai hiburan rakyat kecil bukan saja milik Indonesia. Penulis pernah membaca kisah hidup beberapa permainan dari salah satu negeri sepak bola, Brasil. Mereka bermain di lapangan kampung. Bola pun bukan bola yang diperebutkan para pemain internasional. Bolanya hanya berupa gulungan kertas dan plastik. Beberapa film juga mengisahkan kehidupan masa kecil beberapa pemain legenda Brasil ini. Penulis juga pernah merasakan asyiknya bermain dengan bola hasil gulungan kertas, daun, bahkan plastik. Meski bola ini sederhana, permainan kami justru mengasyikkan. Tidak ada pertengkaran. Tidak ada sakit hati setelah kalah. Yang ada hanya puas.

Permainan sepak bola bagi kami saat itu menjadi hiburan harian. Karena hiburan harian, bagi kami, permainan itu bukan milik hari ini saja. Permainan kami seperti bentuk bola itu sendiri, bulat. Hari ini kalah, besok menang. Bola tidak pernah memihak satu posisi. Demikian juga kami waktu itu.

Sepak bola Indonesia saat ini sedang dilanda rasa sedih. Rasa sedih pertama-tama bukan kepada pengelolanya. Rasa sedih itu justru dialami rakyat kecil. Betapa olahraga yang menjadi kebangaan dan kecintaan mereka itu kini menjadi sumber polemik. Berbagai kepentingan muncul dari kelompok pengelola. Bahkan berbagai kelompok ikut campur tangan. Saking ramainya campur tangan ini, pengelola sepak bola internasional pun ikut nimbrung. Alhasil, sepak bola Indonesia disepak keluar lapangan dari pengelola sepak bola internasional. Sepak bola Indonesia ibarat bola yang tak berangin, yang tak layak masuk lapangan sepak bola, yang harus ditendang keluar.

Rakyat tentu tak rugi sebab mereka tidak ikut mengelola sepak bola ini. Rakyat kecil si pelosok sana tetap mencintai sepak bola. Bagi mereka, sepak bola yang bermasalah adalah sepak bola nasional. Sepak bola di kampung mereka tidak bermasalah. Sepak bola di kampung mereka tetap menjadi tontonan yang menyenangkan. Betapa malunya sepak bola nasional melihat sepak bola kampungan ini. Satunya menciptakan suasana gembira, satunya lagi sedih.

Sepak bola kampungan semestinya menjadi contoh bagi sepak bola nasional. Belajar membuat sepak bola menjadi tontonan yang menarik, yang membuat tertawa. Sepak bola memang sejatinya adalah hiburan. Dan karena hiburan sepak bola mestinya membuat orang tertawa. Sepak bola bukan bisnis. Ketika bisnis masuk ranah sepak bola, hancurlah jati dirinya. Bisnis masuk, mafia juga masuk. Italia dengan pengalaman panjangnya mengelola sepak bola menjadi contoh. Beberapa klub sudah tak tahan dengan mafia-bisnis. Bangkrut. Beberapa lagi menunggu waktu. Di mana ada bisnis memang, di situ rawan mafia. Maka, kalau tidak hati-hati bisa-bisa bangkrut.

Rakyat kecil di Indonesia seperti penggemar sepak bola di Italia. Mereka kecewa ketika sepak bola bukan lagi tontonan yang menggembirakan. Banyak yang bergurau, zaman emas sepak bola, sudah berlalu. Kini datang zaman sepak bola mafia. Sepak bola Indonesia juga kiranya demikian. Zaman emas sepak bola Indonesia sudah berlalu. Sepak bola Indonesia kini adalah sepak bola bisnis. Sepak bola mafia.

Maka, kalau mau kembalikan sepak bola pada tontonan yang menggembirakan, kembalikan sepak bola itu pada rakyat. Jangan beri hak mengelola kepada pecinta bisnis. Sebab, kepentingan mereka terselib di dalam nama besarnya dunia sepak bola. Banyak teman saya dari negara sepak bola bertanya, bagaimana mungkin dari lebih dari 250 juta penduduk Indonesia, tidak bisa menghasilkan klub sepak bola yang bermutu?

Saya diam saja mendengarnya. Saya bisa menjawabnya tetapi tidak saya jawab. Saya mengerti maksud pertanyaannya tetapi tidak mau menanggapi. Ah dunia sepak bola Indonesia memang belum bisa memberikan kepuasan kepada pecinta sepak bola Indonesia.

PRM, 2/6/15

Post a Comment

Powered by Blogger.