Halloween party ideas 2015

Menerima penghargaan merupakan hal yang membanggakan. Penghargaan dari siapa dan untuk jasa apa saja. Penghargaan menjadi nilai tambah. Nilai imbalan dari sebuah perjuangan. Jangan heran jika penghargaan menjadi sebuah kebanggaan. Tetapi di balik kebanggaan, penghargaan juga menjadi godaan.

Godaan untuk merasa bangga. Hal yang sebenarnya tidak perlu dibanggakan malah dibalik menjadi sebuah kebanggaan. Penghargaan memang bukan datang begitu saja. Penghargaan hadir melalui proses. Semua tahu proses merupakan kesempatan yang lama dan panjang. Jadi, kalau akhirnya penghargaan memutarbalikkan yang tidak bangga menjadi bangga, penghargaan itu tidak melalui proses yang akurat.

Saya sering menerima penghargaan. Tetapi bukan seperti penghargaan besar seperti yang diterima SBY dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) di AS. Bagi saya, penghargaan sederhana juga menjadi sebuah kebanggaan. Ketika saya menerima sertifikat karena lancar mengordinasi sebuah kegiatan kampus dari rektor kampus, saya merasa bangga. Saya merasa pekerjaan saya dihargai. Teman-teman bahkan para dosen melihat, meneliti, menyelidiki pekerjaan kecil saya dan memberi penghargaan.

Saya juga pernah mendapat penghargaan sederhana ketika menjadi pencetak gol pertama dalam pertandingan sepak bola di kampus. Penghargaan ini menjadi sebuah kebanggan. Kebanggaan yang muncul dari sebuah kebetulan. Kebetulan tim saya bertanding pada partai pertama dan kebetulan saya mencetak gol pertama. Meski sebuah kebetulan, saya merasa bangga. Justru di sini saya merasa bahwa penghargaan itu memang layak saya terima sesuai kategori panitia. Dan, banyak teman mengucapkan selamat pada saya. sama sekali tidak ada yang protes. Semua paham cara kerja panitia dan melihat fakta, penghargaan itu cocok diberikan pada saya.

Penghargaan kiranya menjadi modal perjuangan. Dengan penghargaan, penerima penghargaan akan berjuang keras mencapai impiannya. Penghargaan dengan demikian menjadi titik awal. Awal dari sebuah proses perjuangan. Ini tentu saja sah-saha saja. Tetapi penghargaan tidak selamanya dipahami demikian. Penghargaan justru bisa dijadikan puncak dari sebuah perjuangan. Saya bekerja lalu mendapat penghargaan. Di sini penghargaan menjadi hadiah dari sebuah pekerjaan.

Penghargaan layaknya memang menjadi penambah semangat daya juang. Penghargaan diterima agar penerima melanjutkan perjuangannya. Penghargaan dengan demikian menjadi semacam rambu di tengah jalan. Rambu menjadi penunjuk dan penanda jalan bagi pengguna jalan agar perjalanannya lancar. Rambu tetap tinggal di tempat sedangkan pengguna jalan terus mencapai tujuan akhirnya.

Kalau demikian masih bisakah berbangga dengan sebuah penghargaan? Bagi saya tentu saja ya. Saya bangga dengan penghargaan yang saya peroleh. Sebab, saya memperolehnya setelah saya bekerja. Penghargaan itu menjadi tanda bahwa orang lain melihat pekerjaan saya. lebih bangga lagi karena saya bekerja bukan untuk menerima penghargaan. Tidak ada impian untuk bekerja supaya dapat penghargaan. Penghargaan dapat dari pihak luar. Saya pun tidak memintanya. Saya hanya diberitahu akan dapat hadiah.

Penghargaan yang diterima SBY menjadi obyek yang diperdebatkan di negeri ini. Masyarakat mempunyai pandangan yang berbeda. Tentu perbedaan menjadi hal yang harus diterima dalam sebuah masyarakat majemuk. Hanya saja jika perbedaan itu muncul karena penghargaan yang diterima pemimpin, baru menjadi persoalan.

Masyarakat terbelah karena penghargaan ini. Ada yang setuju, ada pula yang tidak setuju. Ada yang mengatakan, mestinya rakyat bangga, pemimpinnya dapat penghargaan. Apa toh susahnya merasa bangga? Ada pula yang mengatakan SBY tidak layak menerima penghargaan itu. Masyarakat justru merasa tidak aman dan tidak tenang karena mereka menjadi korban tindakan kelompok tertentu. Rakyat merasa tidak dilindungi oleh pemimpinnya. Wajarkan, rakyat menolak penghargaan?

Bagi saya pro dan kontra juga wajar. Masyarakat kita majemuk. Saya merasa penghargaan itu memang dilihat dari sudut pandang yang berbeda sehingga muncul pemahaman yang berbeda. Saya tidak mengatakan kelompok A benar, kelompok B salah atau keliru. Saya berpikir bahwa penghargaan itu pada dasarnya diberikan pada mereka yang memang layak menerimanya. Dengan status layak ini penghargaan ini tidak mendapat protes dari mana-mana dan dari pihak siapa-siapa. Berarti SBY tidak layak menerima penghargaan itu?

Saya tidak berwenang untuk mengatakan layak dan tidak-nya menerima penghargaan itu. Sebagai rakyat kecil, saya hanya berpandangan demikian. Jadi, jika penghargaan itu membuat rakyat tidak bangga tetapi malah beradu argumen, maka penghargaan itu sudah mengingkar dari pemberian penghargaan pada umumnya. Penghargaan umumnya menjadi sumber kebanggaan bagi penerima dan juga bagi orang-orang di sekitar penerima.

Jika pemimpin mendapat penghargaan maka bawahannya merasa bangga. Tetapi jika pemimpin mendapat penghargaan dan bawahannya tidak bangga, ada yang tidak terungkap dalam pemberian penghargaan itu. Ada perasaan yang berbeda antara pemimpin dan bawahan. Padahal pemimpin dan bawahan seharusnya satu perasaan saja. Kalau tidak, pemimpin dan bawahan pun boleh jadi tidak seiya sekata dalam menjalankan tugasnya. Pemimpin berkata A bawahan berkata B.

Iseng-iseng siang ini.


PA, 3/6/13
Gordi



Post a Comment

Powered by Blogger.