Salah satu tonggak penting dalam pendidikan adalah
tersedianya buku pelajaran. Ibarat mobil, buku pelajaran adalah bensin
pendidikan. Setiap kali jalan, mobil membutuhkan bensin sebagai bahan bakarnya.
Demikian juga pendidikan yang selalu membutuhkan buku pelajaran dalam proses
pembelajarannya sepanjang tahun akademik.
Orang Italia
rupanya tidak main-main dengan buku pelajaran. Mereka juga
menganggap buku pelajaran sebagai penunjang utama pendidikan. Tanpa buku
pelajaran, pendidikan boleh dibilang gagal. Ya, gimana mau mengikuti pelajaran
di sekolah kalau tidak ada buku pelajaran? Menyediakan buku pelajaran bagi anak
didik rupanya bukan saja pekerjaan guru atau pendidik. Orang tua rupanya yang
berperan penting di sini. Guru belum mengumumkan buku apa yang diperlukan,
orang tua sudah menyediakan lebih dulu.
Hari-hari ini, di setiap pusat belanja, bagian alat pelajaran
dan toko buku, adalah salah satu bagian terpadat. Di sini sudah ngumpul para
orang tua dan anak-anak mereka. Mereka mulai mencicil keperluan sekolah.
Perlengkapan alat tulis, buku pelajaran, dan sebagainya. Alat tulis tentu saja
ada di mana-mana dan tidak ada kriteria tertentu. Intinya asal itu menunjang
tugas sekolah, beli saja. Dan, biasanya di toko alat tulis seperti ini dijual
dengan paket. Di dalamnya lengkap, balpoin, pensil, spidol berwarna, penggaris,
dan sebagainya. Tentu ada juga yang dijual per satuan.
Alat tulis tentu beda dengan buku pelajaran. Boleh
jadi masalanya jadi sedikit rumit untuk buku pelajaran. Buku mana yang mau
dipakai? Haruskah membeli buku baru? Apakah buku lama tidak dipakai lagi? Edisi
manakah yang mesti digunakan? Sekadar pertanyaan sebelum membeli buku. Rumit
juga yah. Sekolah saja belum mulai, orang tua dan siswa sudah dihadapkan dengan
pertanyaan seperti ini.
Tadi, saya sempat menonton berita setelah makan malam.
Satu berita yang
menarik justru tentang topik ini. Ada wawancara dengan pemilik toko buku, dan
pembeli buku. Menariknya, kedua pihak punya pandangan sama tentang buku
pelajaran. Mereka mengakui jika buku pelajaran tidak mesti yang edisi terbaru.
Mereka bilang jika perbedaannya sedikit saja. Misalnya dalam edisi baru, hanya
ditambah jumlah latihan soal. Materinya tidak diubah. Kalau dipikir-pikir kok
pemilik toko buku bisa menjawab seperti ini yah? Bukankah dia harus meyarankan
pembeli untuk membeli buku-bukunya. Logikanya bisa saja demikian tetapi tentu logika
pemilik toko buku ini berbeda. Baginya, pembeli juga punya hak untuk
mengkritisi efisensi pembelian mereka. Apakah harus membeli edisi terbaru jika
perbedaan dengan edisi lama hanya dalam jumlah soal latihan saja? Baginya,
tidak mesti beli yang baru. Toh hanya soal jumlah latihan saja.
Yang menarik bagi saya di sini adalah peran orang tua
dalam mendidik anak-anak mereka. Juga akan disinggung peran pemerintah. Tampak
sekali orang tua menaruh perhatian serius terhadap pendidikan anak sampai harus
meneliti dan menyiapkan buku pelajaran untuk anak-anaknya. Orang tua juga
terbantu karena pemerintah sudah menyiapkan materi buku pelajaran ini sebelum
sekolah dimulai. Bukan sekolah sudah berlangsung satu atau dua bulan baru sibuk
membeli buku pelajaran. Tak heran jika saatnya sekolah ya sekolah bukan
huru-hara mencari buku pelajaran. Peran pemerintah ini penting sebab masyarakat
juga ingin tahu sejak awal tahun mengenai buku yang dipakai. Tidak dirahasiakan
lagi edisi mana yang bisa dipakai. Semua materi pelajaran sudah bisa diakses
oleh masyarakat. Di sini tidak akan terjadi monopoli pihak tertentu misalnya
pihak penerbit buku dalam mengelola buku pelajaran. Tidak akan ada korupsi
karena tidak ada proyek perbukuan. Setiap penerbit bebas menerbitkan materi dari
pemerintah. Penerbit boleh beda, isi buku tetap sama. Harganya tentu tidak akan
beda jauh.
Model pendidikan seperti ini kiranya perlu ditiru.
Saya ingat waktu SMP dulu, betapa susahnya mendapat buku pelajaran bahasa
Inggris. Bukunya hanya satu. Milik guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris.
Minggu keempat pada awal tahun baru kami bisa dapat bukunya dalam bentuk
fotokopi. Harus kumpulkan uang lebih dahulu untuk menyewa fotokopi dan menyewa
utusan yang akan ke kota untuk memfotokopi buku sesuai jumlah siswa. Betapa
jauh sekali perbedaannya dengan para murid sekolah di Italia. Mereka tidak
seperti kami yang repot mencari buku pelajaran. Mereka tinggal membaca saja
karena bukunya sudah disiapkan oleh orang tua mereka sejak awal tahun, sebelum
sekolah dimulai.
Salam pendidikan.
Parma, 1/9/2015
Post a Comment