FLAMBOYAN YANG INGKAR JANJI
Salah satu ciri khas bunga Flamboyan adalah bunganya mencolok. Ciri ini
pas dengan namanya ‘Flamboyan’. Kata Flamboyan berasal dari Bahasa Prancis, ‘Flamboyant’
yang artinya menyala atau mencolok.
Flamboyan menjadi nama salah satu
stasi di Paroki St Paulus, Pekanbaru. Nama pelindungnya adalah Santo Fransiskus
Xaverius. Stasi ini tak jauh dari ingar bingar Pasar Flamboyan. Pasar di jalan
lintasan Sumatra. Karena di lintasan, pasar ini selalu ramai.
Saat datang, kami melewati pasar ini.
Di belakang pasar inilah ada kompleks gereja stasi. Letaknya jauh dari
keramaian pasar. Agak masuk, di kawasan perkebunan. Cocok untuk tempat doa. Meski
di dalam, letaknya cukup mencolok. Dari bahu jalan amat jelas. Bagian depan
gereja agak tinggi. Ada motif khas yang amat menarik. Entah motif dari mana.
Sore ini (Selasa 26 September),
Pasar Flamboyan juga ramai. Keramaian ini juga lah yang kami bayangkan saat
berencana datang untuk animasi di stasi ini. Dan, memang benar-benar ramai. Hanya
saja, keramaian itu hanya terbatas di Pasar. Keramaian itu tidak muncul di
gereja.
Wajah mencolok gereja Flamboyan
rupanya tidak seindah isinya. Ada Ketua Stasi dan para pengurus lainnya tetapi
umat lain amat kurang. Yang ikut animasi pun amat sedikit. Hanya ada sekelompok
anak-anak TK sampai kelas 3 SD. Suara mereka merdu saat bernyanyi. Tetapi redup
ketika kami bertanya. Berarti, mereka sama sekali kurang paham dengan bahan
yang kami siapkan.
Umur mereka terlalu kecil. Pemahaman
juga masih terbatas. Mereka juga tampaknya agak sulit keluar dari keterbatasan
itu. Mereka seolah-olah dikungkung oleh guru bina iman yang menemani mereka. Guru
itu membawa ranting pohon kering, entah untuk apa. Sore ini, ranting itu juga
melekat di tangannya.
Kami yakin, ranting itu hanya
sebagai ancaman saja. Ancaman ini tak disangka justru membuat anak-anak merasa
takut. Lebih takut lagi karena anak-anak akhirnya tidak mendengar kami yang
sedang bicara. Guru bina iman itu justru mendominasi perhatian. Dia—dengan modal
ranting pohon di tangan—mencoba menarik perhatian anak-anak. Alih-alih
mengarahkan anak untuk mendengarkan kami, Ibu itu justru membuat penjelasan
menurut versinya.
Pemandangan ini memang sedikit mengganggu
apalagi ada orang tua yang mempunyai banyak pertanyaan. Beruntunglah, tim
animasi dengan sabar dan bijaksana mengatasi situasi ini. Kami tetap menjawab
pertanyaan orang tua dan mengabaikan anak-anak yang asyik sendiri dengan
seorang guru pembina mereka.
Tampak seperti sebuah rumah
berwajah ganda. Sebelah kiri ada orang tua yang serius menyimak pemaparan dan
sebelah kanan ada anak-anak yang asyik dengan kegiatan mereka. Flamboyan dengan
pemandangan ini tidak lagi mencolok. Kalau mau mencolok, hanya satu yang
muncul. Kalau dua, sisi mencoloknya terpecah jadi dua. Persis seperti Flamboyan
sore ini.
Flamboyan versi pasar ramai dengan
kebiasaannya. Flamboyan versi gereja bukan saja ramai dengan anak-anaknya tetapi
juga dengan kelompoknya sendiri. Keramaian yang dirindukan sebelumnya adalah
keramaian yang mencolok seperti Flamboyan yang bunganya mencolok. Andai keramaian
itu menjadi Flamboyan yang benar-benar mencolok, Flamboyan itu tidak akan
menginkar janji.
Semoga Flamboyan tetap mekar dan
menampilkan bunga merahnya di Stasi ini. Kelak, umat di sini menjadi Flamboyan
yang menarik perhatian dari sesama. Flamboyan itu memang belum tampak hari ini.
Flamboyan yang dominan justru di pasar sebab hari ini adalah hari pasar. Demikian
bisikan seorang pengurus stasi. Berarti, ada kesalahan dalam memilih tanggal
dan jam-nya. Boleh jadi akan mencolok jika memilih hari lainnya.
Selalu ada harapan untuk Flamboyan.
BA, 9/10/2017
Gordi
Post a Comment