BERSEMBUNYI
DI BALIK BERINGIN
Namanya unik: Stasi Santa Agnes, Muara Beringin.
Padahal, terletak di tengah perkebunan Sawit. Entah mengapa, Muara Beringin
begitu melekat dengan nama daerah ini.
Pohon Beringin
sama sekali tidak menjadi ciri khas Stasi ini. Daripada Beringin, Pohon
Sawitlah yang justru mendominasi. Memang, daerah Riau identik dengan daerah
Sawit. Bersama Sawit, daerah ini juga menjadi ladang Karet. Dua komoditas ini
menjadi andalan Provinsi Riau.
Nama Muara
Beringin boleh jadi diambil dari nama perkampungan atau pedesaan ini. Entah di
mana Pohon Beringinnya. Yang jelas, gedung Gereja atau Kapela Stasi ini berada
di tengah Sawit.
Untuk menjangkauinya
pun agak sulit. Sulit bukan karena jauh dan jalannya rusak tetapi letaknya yang
tersembunyi. Kami—tim animasi—pun mesti mengajak seorang OMK dari Palas untuk
menunjukkan jalan. Jadi, kami berangkat ke Palas dulu sebelum menuju Muara
Beringin.
Harapan
memang bukan sebuah usaha instan. Harapan membutuhkan ketekunan dan kesabaran. Jika
dua hal ini dilalui, harapan dengan sendirinya akan muncul. Dengan kata lain,
harapan membutuhkan waktu dan proses panjang.
Setelah
harapan pertama tercapai, kami pun menyusuri jalan yang ditunjukkan. Jalannya tampak
jarang dilalui mobil. Jalan itu pun hanya membawa kami menuju gereja Muara
Beringin dan beberapa rumah di belakang gereja. Jangan heran jika jalannya
masih berupa rerumputan. Ada bekas jalan tapi tidak jelas pembatasnya. Sopir mesti
meraba-raba dan mengira-ngira batas luar yang bisa dilalui. Jika tidak, boleh
jadi ban mobil akan tertanam di rawa-rawa atau keluar dari jalur jalan.
Dengan
kelincahan dan kebiasaan, sopir bisa melaksanakan tugasnya sampai tujuan (Kamis, 28 September). Lega rasanya
bisa tiba di tempat ini. Dengan lega, tim animasi turun dari mobil dan berjumpa
dengan Ketua Stasi yang sedang menunggu di depan gereja.
Gerejanya
kecil, tetapi semangat umat luar biasa besar. Saat tiba, tampak hanya ketua
stasi dan beberapa umat lain. Dia juga memberitahukan bahwa umat lain akan
berdatangan. Jika ada kesabaran untuk menunggu, hasilnya akan memuaskan. Dan,
benar yang ia katakan. Kami sabar menunggu dan bahkan memperlambat 1 jam jadwal
pertemuan. Dari pukul 16.00 ke 17.00.
Hasilnya
menjadi berlipat ganda karena kami juga disuguhi makan malam bersama. Sebelum sampai
pada acara ini, kami beranimasi. Ada banyak pertanyaan menarik setelah kami
mempresentasikan kegiatan kami. Durasi tanya jawab pun diperpanjang karena
awalnya agak sulit memunculkan pertanyaan. Setelah muncul yang pertama, yang
berikutnya berurutan dan banyak sekali. Motivasi lain juga adalah agar
selesainya pas pada jadwal makan malam.
Makan malam
ini rupanya bukan hadiah terakhir. Masih ada buah-buahan sebagai oleh-oleh. Stasi
ini rupanya menjadi satu dari beberapa stasi yang selalu menyumbangkan
buah-buahan setiap kali kunjungan pastoral. Buah-buahan itu kami terima dengan
senang hati. Kami memang senang karena disuguhi makan malam seperti ini.
Satu dari
tim animasi berbisik bahwa, sehari sebelumnya ketua stasi sudah meminta untuk
berhenti setelah kegiatan animasi. Ini berarti, makan malam ini direncanakan
dengan matang. Padahal, kami sebenarnya datang untuk beranimasi saja. Penerimaan
ini tentu menjadi penambah semangat baru bagi kami tim animasi dalam kegiatan
mendatang.
Terima
kasih untuk Ketua Stasi yang menjadi penggerak umat di Muara Beringin. Tawa dan
canda kalian saya bawa dalam perjalanan selanjutnya. Salam jaya untuk Rumah
Tuhan Muara Beringin.
BA, 9/10/2017
Gordi
Post a Comment