INGIN SELALU BERSAMAMU
Meski tak diinginkan, perpisahan itu mesti terjadi. Dalam hal ini,
perasaan dan fakta berjalan berlainan. Masing-masing sesuai jalurnya. Boleh jadi
tak akan bertemu pada titik mana pun.
Perpisahan itulah yang mewarnai
animasi terakhir ini. Stasi Fransiskus Asisi, Indah Kiat menjadi pelabuhan
terakhir dari rangkaian panjang dalam 2 bulan ini. Bagi kami, tim animasi,
kegiatan sore ini juga menjadi perpisahan. Berikutnya, tidak ada lagi
kebersamaan untuk beranimasi.
Perpisahan yang sama juga menjadi
warna tersendiri bagi Stasi Indah Kiat. Sebentar lagi, stasi ini akan berpisah
dengan Paroki St Paulus Pekanbaru dan bergabung dengan Stasi yang baru di Kota
Batak. Indah Kiat—dalam hal ini—menjadi pelabuhan terakhir.
Meski terakhir, kegiatan sore ini (Jumat, 29 September) tetap diwarnai semangat yang menggelora. Mulai dari generator yang menjadi
kekhawatiran awal sampai pada makan malam di Susteran FCJM, Indah Kiat. Tanpa listrik,
kegiatan animasi ini menjadi ‘dingin’. Kami membutuhkan listrik untuk komputer
dan proyektor.
Salah satu Pengurus Stasi |
Syukurlah, kekhawatiran kami
berubah menjadi kegembiraan. Dalam sekejab mata, seorang umat merakit sambungan
listrik. Dari sini, aliran listrik bisa menjadi penyedia tenaga bagi komputer
kami. Ini sungguh luar biasa. Gereja ini masih baru dan sambungan listrik belum
tersusun rapi.
Dengan semangat awal ini, kami
membangkitkan keinginan anak-anak, remaja, dan orang tua yang hadir sore hari
ini. Meski sedikit, mereka tetap memberikan banyak pertanyaan setelah mengikuti
presentasi tim animasi berupa slide power point dan video singkat. Pertanyaan ini
bermunculan setelah penanya pertama mendapat hadiah dari tim animasi. Hadiah seperti
ini memang kadang-kadang berguna untuk membangkitkan semangat bertanya.
Meski demikian, hadiah bukanlah hal
utama. Yang utama adalah pemahaman akan bahan yang kami sampaikan. Orang tua
yang hadir kiranya paham. Meski paham, mereka enggan bertanya. Atau boleh jadi,
mereka sengaja memberikan kesempatan kepada anak-anak dan remaja untuk
bertanya.
Indah Kiat tak ingin berpisah namun
kami harus berpisah. Sebelum berpisah, kami membuat foto bersama. Setelahnya,
ada mamiri (makan-minum ringan). Gara-gara mamiri ini, waktu pun terus berputar
sampai menjelang kegelapan.
Sebelum gelap, Sr Leoni, FCJM
mengajak kami untuk mampir di Susteran FCJM Indah Kiat. Di sinilah, kami
berenam (Pastor Lius SX, Sr Leoni FCJM, OMK Clara dan 2 dari Stasi Rumbai, dan
Diakon Gordi SX) makan malam bersama ketiga Suster FCJM di Susteran Indah Kiat.
Bumbu makan malam pun tidak
main-main. Ada mie rebus yang disiapkan dalam sekejab. Mie ini memang cocok
untuk hidangan instan seperti ini. Kami juga singgah mendadak di sini sehingga penerimaannya
pun mendadak. Bumbu ini masih ditambah dengan bumbu siaran sepak bola lokal.
Siaran inilah yang membuat kami
menjadi 2 kelompok. Kelompok depan TV dan kelompok meja makan. Setelah bersatu
dalam doa sebelum makan, kami mengambil makanan dan duduk di dua kelompok
berbeda. Yang hobi sepak bola langsung di depan TV. Yang hobi bercerita
langsung duduk di tempat makan.
Setelah perut kenyang dengan 2
bumbu ini, kami pulang ke Pekanbaru. Perjalanan makin lancar meski dalam
kegelapan yang makin gelap. Beruntunglah sang sopir sudah terbiasa melewati
beberapa tikungan tajam di sekitar Indah Kiat sebelum menyusuri jalanan lurus
selanjutnya.
Hidup memang berliku, penuh
tantangan namun ada kegembiraan, ada kebahagiaan setelah semua rencana
terpenuhi. Betapa bahagianya hati kami tim animasi setelah kegiatan di 25 stasi
berakhir. Terima kasih untuk tim animasi yang menggerakkan kegiatan animasi
ini.
BA, 9/10/2017
Gordi
Post a Comment