BERONDONG BERBAHASA TAGALOG
Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, FOTO: rappler.com |
Berondong dan diberondong bisa terjadi di mana-mana. Bukan saja
berondong yang memberondong tetapi juga siapa saja bisa memberondong.
Saya sudah diberondong
sejak di Bandara Internasional Ninoy
Aquino Manila. Berbagai pertanyaan muncul. Yang sering diulang-ulang adalah
mengapa Anda tidak bisa berbahasa
Tagalog? Saya sudah jawab dengan baik tapi orang ini datang beberapa kali.
Berondongan pertama dengan
pertanyaan berbahasa Tagalog. Saya jawab kalau saya tidak bisa bahasa Tagalog. Lalu,
masih ditanya mengapa. Kemudian, untuk apa tujuan kedatangan saya ke Filipina. Masih
banyak lagi pertanyaan lain dengan bahasa Inggris dan Tagalog.
Berondong di bandara ini
rupanya tidak sendiri. Ia sama dengan para gadis di Mol, para perawat di
Laboratorium, para Ibu di sebuah kapel, yang memberondong saya dengan bahasa
Tagalog. Setelah dijawab tidak bisa
berbahasa Tagalog baru mereka ngehhh. Oh rupanya bukan orang Filipina.
Sulit dipercaya tetapi
fakta tidak bisa berbohong. Berondong di bandara itu memang tampaknya berpegang
teguh pada fakta. Seperti para gadis lainnya, ia menilai seseorang dari
tampilan luar.
Beberapa teman muda dari Filipina
memang menjelaskan jika wajah saya itu wajah orang Filipina. Di Italia dulu
saya selalu punya banyak teman yang menyapa di jalan. Mereka adalah orang Filipina.
Mereka menyapa karena melihat saya. Di mata mereka, saya adalah orang Filipina.
Memang benar di mata mereka
tetapi belum tentu di identitas saya. Saya orang Indonesia dan tidak bisa
berbahasa Tagalog. Inilah yang jadi masalah bagi saya dan bagi mereka. Kalau saya
menjawab YA, wajah saya mendukung. Namun, kalau mereka terus menyapa dengan
Tagalog, saya mesti mesti jawab TIDAK bisa. Saya tidak membohongi saya dan
mereka.
Karena tidak berbahasa
Tagalog, saya pun dipandang sebelah mata. Di mata mereka, saya seperti orang
sombong. Berwajah Filipina kok tetapi berbahasa Inggris. Ini namanya tidak
mencintai bahasa sendiri, demikian anggapan mereka. Padahal, saya memang
mencintai bahasa saya dan belum saatnya mencintai bahasa mereka. Jika sudah
bisa Tagalog, saya pun akan masuk 100% dari wajah sampai ke lubuk hati dalam
budaya mereka.
Karena dipandang sebelah
mata, saya pun kesulitan untuk jalan-jalan sendiri. Kalau naik angkot, saya selalu
berjalan dengan teman yang berbahasa Tagalog. Biarkan mereka yang menjelaskan
rute perjalanan dan besarnya ongkos kirim. Semuanya dalam bahasa Tagalog.
Inilah berondongan awal
tinggal di negeri Filipna ini. Semoga ini menjadi pelajaran berharga kini,
nanti, dan sepanjang selamanya. Kiranya penting diingat pepatah Indonesia, Di mana tanah dipijak, di situ langit
dijunjung. Saya akan mengikuti dan menghormati adat istiadat orang
Filipina.
Quezon City, 11/12/17
Gordi SX
Post a Comment