Halloween party ideas 2015

LA PREGHIERA NEL MERCOLEDI’ DELLE CENERI
18 FEBBRUARIO 2015

foto da spiritosantobrindisi.it
Ogni nostra azione, Gesù,
ogni nostra parola
vengono qualificate dall’intenzione
che abita il cuore e la mente.
Ecco perché, all’inizio della Quaresima,
tu ci metti in guardia
da un pericolo consistente:
fare l’elemosina, pregare, digiunare
ma solo per essere ammirati,
riveriti, stimati dagli uomini.

Così tu ci segnali una tentazione
particolarmente forte
in questi tempi di esibizionismo
in cui la voglia di apparire fa dimenticare
le frontiere del pudore,
della discrezione, del buon gusto,
pur di mettersi sotto la luce dei riflettori,
pur di occupare anche per poco
uno spazio nei media.

No, tu ci indichi qual è lo spirito
che deve animare la nostra ricerca
di relazione con il Padre tuo,
di solidarietà con gli altri,
di ricupero di un’armonia perduta
grazie alla fame della Parola
e al digiuno da ogni male.

E’ davanti a Dio e solo per lui
che tu ci chiami a compiere
le opere quaresimali.
E’ nel segreto, senza alcuna ostentazione,
che ci convinci a pronunciare parole
e a fare gesti che recano unicamente
il contrassegno dell’amore.

*del foglietto per la messa alla Chiesa Santa Cristina-Parma.

Padre Corda memerhatikan keindahan ruang doa ini
Tak mudah memerhatikan lubang jarum jahit yang kecil. Memasukan benang ke dalam lubang kecil ini rumitnya minta ampun. Namun, para penjahit—termasuk mama saya di rumah—sering melakukannya. Padre Corda—sahabat saya yang baru pergi itu—juga sering kali melakukannya. Matanya tua tetapi kejeliannya seperti seorang anak muda

Padre Corda adalah penjahit ulet. Dialah yang membuat kasur-kasur di rumah Tunas Yogya menjadi tetap awet. Sarung bantal tua digantinya dengan yang baru. Yang lubang ditambalnya sehingga masih layak dipakai. Kain gorden di ratusan jendela kamar juga diperhatikannya. Demikian juga taplak meja belajar, meja di ruang tamu, taplak meja di setiap kamar, taplak meja setrika, taplak penutup meja biliar, dan sebagainya. Di tangannya, semuanya bisa bermanfaat. Kain yang tua dijadikannya kain lap meja. Pokoknya kain itu selalu berguna sampai kain itu hancur benangnya. Ya, Padre Corda memang penjahit ulung.

Bukan saja, kain lap yang diperhatikannya, pakain juga menjadi perhatiannya. Saya beberapa kali memintanya memendekkan celana, memodifikasi ukuran lengan baju. Dia mengerjakannya dengan teliti. Dia memanggil saya ketika pekerjaannya hampir selesai. Baginya, belum puas jika setelah dimodifikasi, ukurannya masih kurang pas. Dia akan mengubahnya lagi sampai dia dan kita merasa puas. Inilah kesenangan tersendiri baginya.

Saya pernah bertanya padanya. Sejak kapan dia punya kemampuan menjahit. “Sejak muda,” katanya.

gambar dari kaskus.co.id
Di waktu senggang, dia suka sekali menjahit. Rupanya, Padre Corda bukan saja penjahit pakaian dan kain. Dia juga bisa menjahit sepatu. Saya beberapa kali memperbaiki sepatu sepak bola padanya. Sekali dia menjahitnya dengan memakai senar. Sekali dia menggunakan lem yang lekatannya bertahan lama. Sepatu anak-anak didik kami juga tak luput dari perhatiannya. Kalau ada yang rusak, segera bawa padanya. Taruh saja di depan halaman kamarnya yang luas itu. Dia akan mengerjakannya. Dia tidak meminta bayaran. Dia hanya minta agar anak didiknya menyiram pot bunga yang dia rawat. Cukup itu saja.

Terima kasih Padre Corda untuk teladan ketelitianmu. (bersambung)

Prm, 7/2/15
Gordi

Padre Corda berada di antara kaum muda
Padre Corda adalah pendidik ulung. Ini bukan asal sebut. Dalam karyanya di Indonesia hal ini tampak. Pertama, ketika dia bekerja di seminari di kota Padang, menjadi pembina asrama di kota yang sama. Kedua, ketika dia menjadi pembimbing spiritual para Tunas Xaverian di kota Yogyakarta dan menjadi bapa pengakuan para frater di berbagai kongregasi di kota Yogya dan para frater dari Seminari Tinggi Kentungan.

Saya beruntung bisa mengenal lebih dalam lagi karya pendidikannya. Soal pendidikan di kota Padang, saya hanya mendengar. Baik dari dia maupun dari cerita orang. Namun, soal pendidikan di Yogyakarta, saya sendiri adalah satu di antara para muridnya. Dan, selain murid, saya sendiri juga yang menjadi rekan kerjanya sebagai pendidik. Saya—di hadapan dia—adalah seorang didikan dan rekan pendidik.

Dari dia, saya dan teman-teman mengenal beberapa lagu dalam bahasa Italia. Saya sama sekali tidak mengerti artinya sebelum dia menjelaskan artinya. Namun, saya melihat daya juangnya untuk mengajarkan lagu itu. Sulit tetapi lama-lama dia membuat kami menyukainya. Demikian juga ketika kami—para murid—menanyakan banyak hal tentang berbagai pengetahuan padanya.

Di kelas, saat pelajaran, kami mengajukan banyak pertanyaan. Dia menjawab dengan bahasa yang sekiranya mampu kami pahami. Konsep teologis yang abstrak dan tinggi misalnya, diterjemahkannya dalam bahasa yang bisa ditangkap. Kadang-kadang memang sulit apalagi dia orang asing. Tetapi, bukan sulitnya yang membuatnya menjadi pendidik ulung. Dia menjadi pendidik ulung karena kegigihannya untuk mengajar.

Saat menjadi rekan kerjanya, saya beberapa kali dimintai mengoreksi tulisannya. Maklum, dia menerjemahkan beberapa buku ke dalam bahasa Indonesia. Satu sudah terbit oleh Penerbit Pustaka Nusatama, Yogyakarta. Lainnya sedang diterjemahkan dan dikoreksi bahasanya. Saya juga beruntung beberapa kali ikut bersamanya membawakan seminar tentang katekese di kelompok umat Katolik. Saya hanya sebagai rekan kerja dan sebagai sopir dalam kegiatan ini. Rupanya dia menjadikan saya juga sebagai moderator diskusi. Senang bisa bekerja dengannya.

Bagi Padre Corda menjadi pendidik kiranya berarti tinggal bersama, bekerja, belajar, berdoa, bercerita, bersendagurau dengan anak didiknya. Sering kali kami duduk berdua di meja makan kala dua padre lainnya tidak ada di rumah. Kami berbagi cerita setelah selesai makan malam. Kami juga sama-sama berbagi cerita dengan anak-anak didik kami. Indahnya hidup bersama pendidik ini.

Menjadi pendidik juga kiranya berarti memiliki jiwa muda. Umurnya lebih dari 80-an tahun tetapi jiwanya seperti jiwa seorangi anak 17-an tahun. Mayoritas anak didik kami berumur 17-18 tahun. Padre Corda dengan hatinya yang muda itu, mendekati, mengajar dengan memberi contoh, dan memberi semangat kepada anak-anak didiknya yang muda itu. Saya pernah mengalaminya sebagai anak didik dan sebagai rekan pendidik. Saya senang mengulang kalimat ini karena tidak mau kehilangan aura pendidikan dengannya.

Terima kasih padre untuk telata pendidikanmu. 


Prm, 7/2/15
Gordi
Powered by Blogger.