Halloween party ideas 2015

Inilah Bruder yang tua itu, sayang foto pastor gak ada
Kalau Yang Tua membawa Yang Kecil itu biasa. Ini, Yang Tua membawa Yang Muda. Luar biasa.

Pengalaman ini saya alami dalam perjalanan dari Roma ke Parma. Saya dan teman saya, Fonsi juga Sergio, diantar oleh Bruder Giovanni, SX (74) yang menyetir dan juga Pastor Stradiotto, SX (80). Keduanya adalah orang tua. Umurnya saja di atas 60 tahun. Tapi????

Tapi, masih kuat fisiknya. Buktinya, masih bisa menyetir. Masih bisa melihat jalan. Melihat rambu jalan. Melihat mobil lainnya di jalan. Ini luar biasa. Lalu, mengapa kami, Yang Muda ini, harus diantar oleh Yang Tua?

Bukan berarti saya atau kami tidak bisa. Saya juga bisa menyetir. Kami juga bisa jalan sendiri. Kami punya fisik yang jauh lebih kuat, tentu saja, dari mereka. Kami punya mata yang jauh lebih tajam penglihatannya dari mereka. Tetapi???

Tetapi, untuk saat ini, kami harus diantar oleh Yang Tua. Biarlah kami menjadi anak kecil, yang harus diantar. Kami memang sama sekali tidak tahu, jalan ke Parma. Jalur Roma Parma, bukan jalur biasa bagi kami. Kami masih baru di Roma dan belum tahu apa-apa tentang Roma dan Parma. Kami juga belum bisa berbahasa Italia. Tentu kami bisa naik angkutan umum atau kereta api. Tetapi, apalah artinya naik angkutan itu jika kami tidak tahu harus turun di mana. Kami, betul-betul menjadi anak kecil, untuk saat ini.

Untunglah, Yang Tua ini, bruder dan pastor, mau mengantar kami. Jadi, Yang Tua mengantar Yang Muda. Atau, bahasa kasarnya, Yang Tua membawa Yang Muda. Usia boleh tua, 74 dan 80 tahun, tetapi, semangatnya masih muda. Ya, kedua saudara kami ini punya semangat muda. Mereka juga masih kuat berjalan kaki.
Saya sempat tanya pada pastor ini, masih kuat jalan kaki? Ya, katanya. Alhamdulilah masih bisa, sambungnya. Woao…ini luar biasa. Sudah tua tetapi masih bisa jalan kaki. Boleh jadi mereka berprinsip, kalau masih bisa jalan kaki mengapa harus pakai mobil? Memang di rumah ada mobil yang bisa tentu saja menunjang karya mereka. Tetapi, toh, mereka masih jalan kaki.

Mobil digunakan jika perlu. Jika tidak, jalan kaki saja. Dan, memang kami membutuhkan mobil untuk menuju Parma. Luar biasa bruder yang berumur 74 tahun dan pastor, 80 tahun ini bisa mengantar kami dengan jarak lebih kurang 500 kilo meter. Berkendara dengan jarak itu bukan hal mudah.

Indonesia dan Italia memang beda. Da, salah satu bedanya adalah jalan tol. Jalan tol di sini cukup lancar. Tak heran jika yang tua pun masih bisa menyetir. Terima kasih bruder dan pastor yang sudah mengantar kami. Jasa kalian besar untuk kami. Kami doakan kalian dan kalian doakan kami. Kita saling mendoakan.


Parma, 21 September 2013
Gordi




Jalantol, foto koleksi pribadi
Pagi-pagi benar, kami bangun. Dingin masih menyelimuti kami pagi ini. Memang, Roma, saat ini, dingin sekali kalau pagi hari. Rasanya tidak sulit untuk bangun karena suhu dingin ini. Setelah bangun, segera mandi. Pagi ini, saya, teman saya Fonsi dan Sergio, berangkat ke Parma. Kami tinggalkan kota Roma.

Jarak Roma-Parma sekitar 500 kilo meter ke arah Utara. Diperkirakan ditempuh selama 5 jam dengan mobil. Lewat jalan tol tentu saja. Perjalanan ini akan menjadi kenangan indah bagi saya. Fonsi bilang ke saya, kalau ia tidak akan melupakan kota Roma ini. “Boleh jadi hanya kali ini saja bisa melihat Roma”, kenangnya sebelum berangkat.

Saya rapikan tempat tidur setelah mandi. Barang-barang sudah dibereskan tadi malam. Satu koper dan satu tas. Saya kaget ketika pintu kamar saya diketuk. Mungkin karena terlalu asyik merapikan tempat tidur, sampai kaget kala ada bunyi. Fonsi masuk dan bertanya tentang kesiapan saya. Saya sudah siap dan mau turun.

Matahari terbit, foto, koleksi pribadi
Kamar kami ada di atas. Kamar saya bernomor 527. Entah dihitung dari mana. Tetapi, kalau boleh tebak, 5 itu jumlah tingkat dan 27 itu nomor kamar. Kalau dihitung dari bawah, kami tinggal di tingkat 5. Yang pertama dari lantai yang di bawah tanah. Kamar saya berada di ujung. Kami harus turun 3 tingkat menuju pintu utama rumah. Di depan pintu ada mobil. Kami memang berangkat dengan mobil. Kami turun lewat tangga. Kami sengaja tidak menggunaan lift. Kami tahu, kalau bawa beban berat biasanya untuk naik-turun ke kamar bisa pakai lift. Kami pakai lift waktu kami datang dan harus naik menuju kamar.

Kami bawa sendiri tas dan koper. Hitung-hitung, sudah dewasa dan mandiri dunk. Masak bawa tas sendiri saja tidak bisa. Kami tinggalkan barang di depan pintu dan kami turun lagi menuju ruang makan. Sarapan sebentar dengan minum segelas susu dan makan roti. Ini penting untuk saya. Sebab, jalan tanpa makan bagi saya, seperti mau mati rasanya. Kalau perut ada isinya, mau jalan berapa lama saja, tidak masalah.

Setelah sarapan, kami menuju pintu. Di situ sudah ada beberapa pastor, bruder, dan suster Xaverian yang mau menyalami kami. Saya kagum dan heran degan mereka ini. Perjalanan kami ini rupanya bukan perjalanan yang begitu-begitu saja. Mereka yang tinggal di rumah ini dan memangku jabatan penting dalam kongregasi Xaverian bisa bangun dan melihat keberangkatan kami. Belum waktunya mereka bangun. Masih ada 1 jam atau lebih bagi mereka untuk tidur. Tetapi mereka rela bangun pagi hanya untuk menyalami kami. Kami berjabatan tangan satu per satu sebagai tada perpisahan. Ada yang berpesan, sampai jumpa lagi. Terutama untuk saya yang hanya berpindah kota saja dan masih di negara Italia. Sedangkan, untuk Fonsi dan Sergio yang akan berangkat ke Kamerun, hanya dikatakan, sampai jumpa kapan-kapan.

Pemandangan di jalan, Foto, koleksi pribadi
Kami masukan barang-barang dalam mobil lalu berangkat. Di depan ada Bruder Giovanni, SX yang menyetir dan juga Pastor Stradiotto, SX yang menemani. Di belakang, ada kami bertiga. Kami keluar dari rumah pada 7.30 pagi waktu Roma. Perjalanan ini diperkirakan ditempuh selama 5 jam.

Suasana masih pagi dan pemandangannya indah sekali. Saya sempat mengambil beberapa gambar di sekitar jalan. Tidak banyak karena saya juga tertidur di jalan. Laju mobil kencang karena melewati tol yang lancar. Bruder ini ruapanya sudah biasa berkendara di jalan ini.

Beberapa kali saya bangun dan langsung disodorkan makanan ringan. Pastor rupanya sudah menyiapkan snack. Atau juga dia tahu, kalau-kalau kami lapar di jalan. Saya ambil beberapa. Cukup untuk mengobati rasa lapar. Tambah juga dengan beberapa buah anggur. Kenyang.

Tak terasa kami tiba di Parma. Rupanya tidak sampai 5 jam. Kami tiba pukul 10.30. Berarti 4 jam saja. Jalanan memang lancer dan bruder melajukan mobil dengan kencang. Kami masuk di rumah induk Xaverian (Casa Madre). Menanyakan nomor kamar untuk pastor, bruder, Fonsi, dan Sergio. Setelahnya mereka membawa barang menuju kamar. Saya menunggu sebentar.

Kemudian, saya dan P Stradiotto menuju rumah para Teologan Xaverian (studente). Kami masuk dan diterima oleh beberapa teman saya dan seorang pastor. Keramahan tampak sekali dalam penerimaan ini. Juang dan Pandri, teman saya dari Indonesia mengantar saya menuju kamar saya. Woao…rupanya saya tinggal di kamar paling atas juga, di tingkat 5 rumah ini. Kami naik lift juga biar mudah.

Kota Parma, foto, koleksi pribadi
Saya masuk kamar dan woao….kamarnya luas sekali. Seperti kamar hotel. Mewah. Inilah standar kamar untuk masyarakat di kota ini. Saya melepas kelelahan saya di kamar ini. Duduk sebentar kemudian berbaring. Perjalanan saya sampai tujuan. Dari rumah tanggal 18 Agustus 2013 dan tiba di sini pada 3 September 2013. Terima kasih Tuhan untuk anugerah-Mu ini. (bersambung)


Parma, 21 September 2013



Banyak jalan ke Roma. Demikian kata pepatah. Tetapi, saya tidak menduga kalau saya akan dikirim ke Roma. Betul-betul kaget ketika ada berita saya akan ke Roma. Tetapi saya senang juga karena akan melihat kota Roma. Memang Roma bukan tujuan utama. Tetapi, saya harus melewati kota Roma kemudian ke satu kota lagi di daerah Utara Italia.

Saya senang melihat kota Roma. Dan memang setelah tiba di Roma pada 28 Agustus lalu, saya kagum dengan kota ini. Banyak hal yang bisa dibicarakan. Tetapi kalau mau dirangkum ada beberapa. Budaya, seni, ketertiban, keindahan, kekaguman, kebersihan, dan keteraturan. Ini bisa dilihat di jalan, berbagai hasil karya arsitekstur, dan sebagainya. Saya melihat beberapa hal ini di Roma. Untuk pengalaman perjalanan dari Indonesia dan kunjungan ke beberapa tempat di Roma bisa dilihat di blog saya yang satu ini, gordyafri2011.blogspot.com.


Selain senang, saya juga bangga. Saya menjadi orang yang masuk dalam kelompok yang bisa melihat kota Roma. Tidak semua orang bisa melihat kota ini tetapi banyak orang membicarakan kota ini. Saya bangga karena ini. Meski setelah ke Roma saya menuju Parma dan akan bergulat dengan bahasa dan budaya serta kebiasaan baru. Saya tidak gentar menghadapi semuanya. Saya yakin Tuhan membimbing saya.

Setelah melihat kota Roma saya menyadari kalau memang banyak jalan ke Roma. Tetapi, jalan-jalannya tidak mudah. Tidak gampang keluar dari negeri sendiri. Di bandara diintergogasi, demikian bahasa kasarnya. dan kalau dokumen tidak lengkap, tidak akan diizinkan keluar dari negeri sendiri. Jauh sebelumnya, harus mengurus pasport, tiket, dan visa. Dan untuk visa harus ada surat keterangan sebelumnya yang menyatakan bahwa saya punya tujuan yang jelas ke luar negeri. Kalau tidak, visa tidak keluar.

Ini membuktikkan bahwa tidak mudah keluar negeri. Melewati beberapa pintu yang tidak lebar. Tetapi kalau dokumen lengkap, jalan itu mudah dilalui. Juga, modal sedikit bahasa Inggris agar bisa komunikasi jika tersesat. Sebab, banyak pintu terbuka tetapi hanya satu pintu yang boleh dilewati. *Foto, koleksi pribadi

Senangnya melihat kota Roma. Dan saya tinggal 5 hari di sana. Melihat kota indah ini membuat saya setuju jika banyak orang ingin mengunjungi kota ini. Kota ini menjadi daya tarik untuk melihat tempat lainnya di Italia seperti Milano, Asisi, Venesia, dan sebagainya. Dan jangan lupa, daya tarik ke kota Roma adalah juga negara Vatikan. Di mana Paus, sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik tinggal.

Roma dan Vatikan tidak terpisahkan. Datang ke Vatikan berarti datang ke Roma. Sedangkan datang ke Roma belum tentu datang ke Vatikan. Tetapi alangkah tidak beruntungnya jika datang ke Roma dan tidak melihat Vatikan. Sungguh, kesempatan langka datang ke Roma sekaligus melihat Vatikan. Dan saya sudah melihat keduanya. Terima kasih Tuhan untuk kesempatan ini.
Setelah 5 hari di Roma, saya berangkat ke Utara, tepatnya di Parma. Jarak keduanya diperkirakan 500 kilo meter. Jadi, 5 jam perjalanan dengan bis atau mobil pribadi. Dan, saya naik mobil pribadi, milik sahabat kami. Lima jam. Seratus kilo meter per jam. Dan, saya menulis pengalaman ini dari kota Parma. Selamat membaca.

Parma, 18 September 2013
Powered by Blogger.