Pernah
mendengar suara katak? Saya yang lahir dan hidup di kampung sudah biasa
mendengar suara katak. Musim hujan menjadi musim suara katak. Telinga saya juga
tidak asing dengan bunyi katak.
Beberapa
tahun terkahir saya tidak emndengar suara katak lagi. Saya pindah ke kota dan
tinggal jauh dari kampung halaman. Tidak ada katak meski hujan. Suara itu pun
jadi asing di telinga.
Saya
tinggal di kota Yogyakarta selama beberapa bulan belakangan. Kebetulan rumah
kami agak luas. Ada selokan yang cukup panjang dan bersih. Nah, di sinilah saya
menemukan katak. Suaranya keluar dari sini.
Sejak
saya tiba di kota ini, beberapa kali saya mendengar suara katak. Bunyi itu khas
dan musiman. Muncul saat musim hujan. Ketika hujan reda, suara katak mulai
terdengar. Yang paling ramainya keluar dari sekitar selokan.
Saya
tidak hanya mendengar tetapi melihat. Beberapa kali, sambil menutup pintu
gerbang rumah, saya mengintip sumber suara. Saya melihat ada katak menempel di
pinggir selokan. Dari situlah muncul suara itu. Ternyata bunyinya merdu. Tidak
ada yang merebut bersuara. Jangan heran jika bunyinya saling bersahutan. Saya
mendengar sahutan ini meski kadang-kadang memekakkan telinga.
Andai
manusia bisa belajar dari suara katak, betapa indah hidup ini. Katak tidak
merebut. Dia punya kuasa untuk bersuara. Dia juga punya hak untuk menunjukkan
suaranya. Namun, mereka bersuara dengan teratur. Tidak saling rebut. Malah,
saling bersahutan.
Saya
membayangkan bunyi katak ini seperti irama tarian anak-anak Sekolah Dasar yang
rapi dan indah dipandang. Bisakah manusia zaman modern ini seperti itu? Belajar
dari sang katak, hidup untuk saling mendengar dan mengikuti dan tidak saling
mendahului, saling merebut.
PA,
19/3/13
Gordi
Post a Comment