Jarum jam menununjukkan pukul 5.45 p.m. Para pegawai kantor siap pulang ke rumah. Pekerjaan di awal pekan minggu ini diakhiri.
Ada yang menggunakan angkutan umum, mobil pribadi, dan sepeda motor. Semuanya ramai-ramai menggunakan jalan. Sementara itu suasana jalan padat dengan kendaraan. Laju kendaraan bergeser sekitar 1-2 meter per 5 menit. *Gambar: google images
Begitulah situasi Jalan Salemba Raya pada Senin, 28 Februari lalu. Penulis termasuk salah satu pengendara yang terjebak kemacetan. Kemacetan bukan hal baru bagi warga Jakarta. Sebagian besar warga sudah tahu dan pernah mengalami masalah ini. Hampir tidak ada bagian jalan yang kosong. Semuanya dipadati kendaraan, mobil, sepeda motor, dan bajai. Bahkan sebagian sepeda motor naik di trotoar. Ini terjadi karena badan jalan tak mampu menampung kendaraan yang ada. Selain itu pengendara sudah tidak sabar lagi berlama-lama di tengah kemacetan.
Selain di jalan Salemba, suasana serupa terjadi di jalan Salemba Tengah, berlanjut ke Jalan Percetakan Negara dan Jalan Rawasari. Keempat jalan ini berhubungan. Kendaraan dari Jalan Salemba menembus Salemba Tangah dan Rawasari. Pemandangan serupa juga terjadi di Jalan Gunung Sahari hingga simpang lima Senen. Bisa jadi di beberapa tempat lain juga sama. Semuanya macet. Hari ini hari Senin, hari awal pekan. Hari di mana sebagian besar pegawai kantor masuk. Tidak heran kalau keramaian di kantor berpindah di jalan.
Ada anggapan bahwa sepeda motor menjadi penyebab kemacetan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah sepeda motor yang cukup banyak. Berdasarkan data kepolisian hingga tahun 2010 (akhir Juli), jumlah sepeda motor di Jakarta sudah mencapai 8 Juta unit. Jumlah ini diperkirakan bertambah 900 setiap hari (data dari maiwanews.com). Namun, tentu ada juga penyebab lain. Bis yang “mengetem”, menunggu lama, di sembarang tempat menyebabkan kendaraan lain ikut berhenti. Masalah lain yakni jalan yang tergenang air. Sebagian kendaraan menghindar atau memilih berhenti jika berhadapan dengan genangan air. Ada juga tempat umum yang menggunakan sebagian jalan sebagai parkiran. Ini semua memperlambat arus kendaran.
Kemacetan membawa masalah baru bagi warga Jakarta. Warga ibu kota Jakarta diperkirakan menderita kerugian sebesar Rp. 28 Triliun per tahun akibat kemacetan (Antara News). Kerugian bahan bakar diperkirakan Rp. 10,7 trilun (kerugian terbesar). Ini terjadi karena banyaknya bahan bakar yang terbuang saat kendaraan terjebak macet. Kerugian kedua yakni waktu produktif yang diperkirakan mencapai Rp. 9,7 triliun. Kerugian ketiga dalam bidang kesehatan yakni pengendara yang stres dan terkena polutan. Kerugian ini diperkirakan sebesar Rp. 5,8 triliun. Kerugian terakhir dialami oleh pemilik angkutan misalnya berkurangnya jam angkut. Kerugian ini diperkirakan sebesar Rp. 1,9 triliun.
Angka di atas besar. Untuk mencapai angka itu seorang pekerja mesti berjuang sekian lama. Angka di atas senilai dengan 100 ribu rumah elit di Jakarta yang harganya Rp 250 juta ke atas. Bayangkan kalau biaya beli 10 rumah itu dibuang dalam waktu setahun. Padahal mencarinya amat sulit tetapi menghabiskannya begitu mudah. Dengan terjebak dalam kemacetan. Sebagian besar di antara pengguna jalan tidak tahu kalau mereka rugi sebesar itu karena begitu lama antri di jalan.
Angka itu bisa diperkecil jika pengguna jalan dan pemerintah memiliki komitmen untuk mencari solusi. Rakyat tidak ingin biaya sebesar itu dibuang begitu saja. Rakyat tidak ingin duduk berlama-lama di angkutan kota, berdiri di jalan dan halte. Rakyat ingin semuanya lancar, cepat sampai di tempat tujuan. Pemerintah dan rakyat hendaknya duduk bersama memecahkan persoalan kemacetan. Rakyat sebagai pengguna jalan ingin nyaman berlalu lintas. Pemerintah semestinya menyediakan fasilitas publik bagi warganya. Jalan merupakan fasilitas publik yang dinikmati semua warga. Rakyat akan puas jika pemerintah memperbaiki jalan yang ada, menertibkan kendaraan yang diparkir di jalan, menindak tegas pengendara yang melanggar.
Sebaliknya rakyat harus berkomitmen menjaga fasilitas publik yang ada. Menjaga jalan umum, bersama-sama memperbaiki jika ada yang rusak. Yang perlu ditekankan juga adalah ketertiban dalam berlalu lintas. Tertib berlalu lintas merupakan langkah awal membantu polisi. Polisi bisa mengendalikan kelancaran kendaraan jika pengguna jalan ikut mendukungnya. Tanpa kerja sama keduanya, jalanan tetap macet. Dengan ini, kecelakaan di jalan dan kerugian akibat macet bisa diperkecil. Mari kita menjadi pengguna jalan yang bijak di tengah kemacetan.
Cempaka Putih, 5 Maret 2011
Gordy Afri
Post a Comment