ABU DI DAHI: TANDA PERTOBATAN
Gambar dari google |
Tiap tahun umat Katolik menerima abu. Abu itu ditandai di dahi. Berbentuk salib. Ungkapan yang keluar dari mulut Pastor dan pembantunya yang memberi abu demikian, “Bertobatlah dan Percaya kepada Injil”.
Ungkapan ini mengandung dua makna menurut hemat saya. Pertama unsur pertobatan. Ada waktu 40 hari bagi kita untuk bertobat. Bertobat menuntut perubahan dalam hidup. Perubahan mulai dari diri sendiri. Sangat bijak Gereja menyediakan waktu untuk merenung selama 40 hari. Meniru kebiasaan Yesus berpuasa 40 hari di Padang Gurun. Mampukah kita berpuasa di padang gurun sekarang ini?
Ada banyak godaan di sekitar. Di situlah diri kita diuji. Masih kuat atau tidak. Bukan sekadar tahan dari ujian tetapi mesti mampu untuk berubah. Dalam masa puasa ini kita mesti kembali kepada diri sendiri. Dalam kesendirian kita menmukan diri. Dari situlah kita bisa berubah.
Unsur kedua adalah percaya pada Injil. Rasanya kita sudah percaya pada Injil sejak kita dibaptis. Tetapi semudah itukah kita percaya pada Injil? Percaya pada Injil menuntut keyakinan yang kuat. Injil bukan lagi dimaknai sebagai sebuah buku yang bisa dibaca di mana saja. Lebih dari sebuah buku, injil adalah Sabda Yesus. Petuah yang keluar dari mulut Yesus.
Dan, sekarang ini, Sabda itu bukan saja untuk dibaca dan dihayati tetapi mesti menjadi bagian dari diri kita. Oleh sebab itu, Injil mesti dihidupi. Percaya pada Injil menurut hemat saya berarti menjadikan Injil itu sebagai bagian dari diri kita. Orang lain mestinya mampu melihat diri kita sebagai sebuah Injil, sebagai kabar sukacita bagi sesama. Apakah kita sudah menjadi kabar yang menggembirakan bagi sesama kita?
Mari bersama-sama dalam masa puasa ini kita kembali kepada diri kita, melihat ke kedalaman hati. Selamat bepantang dan berpuasa.
CPR, 24/2/2012
Post a Comment