Mendengar kata ‘Cina’ kita langsung
terbayang akan wajah bermata sipit, kulit putih, rambut lurus-halus, dan kaya.
Memang demikianlah cirri khas orang Cina di mana saja mereka berada. Mereka
sudah menyebar ke segala penjuru dunia. Namun, bagaimanakah hidup mereka di
Negara tempat mereka hidup? Sudahkah mereka menjadi warga Negara tersebut?
Ataukah mereka masih dianggap pendatang?
Kita tidak bisa mengelak dengan
kekuatan ekonomi Cina saat ini. Lepas dari masalah HAM yang melanda negeri
Cina, negeri ini diisi oleh orang cerdas dalam segala bidang. Mereka sekarang
menguasai panggung ekonomi dunia. Bidang lain pun ikut naik seperti kekuatan
militer, pendidikan, dan olahraga. Indonesia yang terkenal dengan olahraga bulu
tangkisnya, kini, harus tunduk di hadapan Cina. Entahlah Indonesia yang
mengalami kemunduran ataukah memang Cina yang mengalamai kemajuan pesat dalam
dunia olahraga.
Novel Putri Cina yang ditulis oleh filsuf-sastrawan-wartawan Sindhunata
mengisahkan perjalanan hidup orang-orang Cina di Indonesia. Tokoh sentralnya
adalah Putri Cina. Putri adalah anak Cina yang menjadi Jawa. Dia belajar budaya
Jawa dengan mengikuti berbagai pertunjukkan budaya. Dia menjadi tokoh sentral,
padahal dia bukan keturunan Jawa. Karena kepiawaiannya dalam pertunjukkan dia
dilirik oleh beberapa pemuda. Dia memang cantik menawan, memikat hati para
lelaki. Dari ibunya dia memperoleh petuah, jadilah pemeran yang baik jika
engkau menjadi tokoh dalam pertunjukkan budaya Jawa. Tak bisa dipungkiri jika
ke-Jawaan-nya dalam pertunjukan itu tidak diragukan lagi. Ada yang menilai
Putri Cina lebih Jawa daripada orang Jawa.
Novel ini syarat dengan pesan moral.
Orang Cina di mana-mana menjadi orang hebat, sukses, dan kaya. Namun ternyata
kekayaannya itu menarik mereka dari perhatian terhadap sesama. Gara-gara harta,
mengejar keuntungan, orang Cina lupa akan kehidupan sesamanya. Lantas mereka
sering dimusuhi, jadi sasaran amukan massa. Mereka sudah melenceng dari ajaran
leluhur orang Cina, yakni memperhatikan sesama.
Meski kelompok Cina menjadi sasaran
amukan massa, Putri Cina justru menjadi rebutan beberapa pemuda. Mereka
tertarik dengan penampilan Putri Cina dalam setiap pertunjukkan. Beberapa
pemuda bahkan rela datang jauh-jauh dari kampungnya untuk melihat pertunjukkan
Putri Cina di kampung yang jauh. Banyak yang melamar dan hanya satu yang
menjadi pasangannya. Percampuran antara Cina-Jawa menjadi persatuan yang
melampaui sekat budaya. Cinta memang melampaui segala sekat. Kekuatan Cinta
melampaui sekat yang dibuat oleh manusia. Inilah yang terjadi antara Putri Cina
dan Pemuda Jawa.
Sayangnya Pemuda Jawa ini tergila oleh
kuasa. Ia mempertahankan kuasanya dan lupa memperhatikan sesama. Lagi-lagi
kuasa mengalahkan kehidupan manusia. Pemuda ini tidak mampu menyelamatkan
keluarga sang istri. Di sinilah dia gagal. Dia memang hebat namun dia gila
kuasa. Kehebatan kuasa tak mampu menjamin kehidupan manusia yang aman. Kuasa
adalah puncak sekaligus jalan menuju kejatuhan yang kejam. Maka, hati-hatilah
jika Anda berada di puncak kekuasaan. Bagi Anda yang berkuasa bacalah novel
ini. Simaklah petuah manusiawi dari novel yang ditulis dengan bahasa yang
mengalir ini.
Judul: Putri
Cina
Penulis:
Sindhunata
Penerbit:
Gramedia
Tahun
Terbit: 2007
CPR, 16/6/2012
Gordi Afri
Post a Comment