foto: di sini |
Menjadi penjaga gerbang. Ini tugas baru saya di kota Yogyakarta. Menjadi penjaga berarti bertanggung jawab untuk menutup dan membuka gerbang.
Tampaknya ringan. Dan memang ringan. Menutup dan Membuka. Hanya saja menuntut tanggung jawab yang tinggi. Bayangkan jika saya lupa menutupnya. Pencuri masuk. Berapa banyak kerugian jika pencuri beraksi. Di rumah ada banyak yang bisa diambil pencuri. Ya...namanya pencuri mengambil sesuka hati, semau dia, semampu dia.
Bayangkan pula jika saya telat membukanya di pagi hari. Saya membukanya pada pagi dan menutupnya pada malam hari. Tukang kebun yang biasanya masuk pagi juga tukang koran yang masuk pagi tidak bisa masuk. Mereka kecewa dan saya dirugikan. Lebih dari sekadar rugi, mereka menilai saya lalai menjadi penjaga gerbang.
Tidak ada yang lebih istimewa selain membuka dan menutup gerbang di pagi dan malam hari. Saat buka, ada suasana segar, udara pagi yang bersih, kesunyian yang indah. Saat tutup ada suasana ramai, bukan hanya karena deru kendaraan di jalan ring road utara tetapi juga bunyi jangkrik dan binatang malam lainnya. Ada pemandangan romantis di sela-sela rerimbunan pohon nangka, mangga, cemara, dan beberapa pohon rimbun lainnya.
Sungguh ini pengalaman unik. Tiap pagi dan malam saya berolahraga. Berjalan dari pintu kamar, turun, melewati belasan anak tangga, lalu dari pintu rumah ke pintu gerbang. Lumayan, sekali jalan 100 meter. Kalau dihitung, pergi-pulang pagi dan sore, sudah 400 meter. Ini olahraga jalan kaki yang didapat dari tugas jaga gerbang. Belum bolak-balik naik turun tangga.
Wah ini hikmat luar biasa. Belum lagi sapaan ke pemilik rumah sebelah, bapak-bapak dan ibu-ibu serta mbak-mbak yang ke pasar pada pagi hari atau yang sedang lari pagi dan lewat di depan gerbang. Menyapa orang-orang yang sama. Jadi akrab dan saling kenal.
Inilah hikmat dari tugas menjaga pintu gerbang. ringan tetapi menuntut tanggung jawab. Berkorban untuk bangun pagi tetapi memiliki banyak kenalan.
PA, 27/7/2012
Gordi Afri
Post a Comment