Menjadi janda adalah hal yang
menyakitkan. Hampir sebagian besar ibu hampirpasti menolak jika ditawari mau
menjanda. Janda itu banyak aibnya. Sedikit saja buat salah, kabar anginnya
besar dan tersebar. Janda juga tak luput dari gosip. Gosip ini yang kadang
menambah beban seorang janda.
Meski hampir semua ibu menolak, ada
beberapa ibu yang memilih untuk hidup emnjanda. Bagi mereka, kehidupan seorang
janda lebih baik daripada berkeluarga. Berkeluarga menjadi beban bagi mereka. Dalam
keluarga mereka malah menderita akibat ulah suami. Dalam perkawinan Katolik,
tidak ada kata cerai, tetapi bila keadaan menyulitkan, beberapa ibu memilih
pisah ranjang. Beberapa lagi, melampaui aturan, memilih menjanda.
Ada janda yang memang menjadi janda karena
keadaan. Suami tercinta telah pergi selamanya. Menjanda seperti ini justru
menjadi ksempatan untuk berjuang. Menghidupi anak-anak sampai mereka dewasa dan
menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Tidak ada pilihan lain selain mengasuh
buah hati.
Menjadi janda secara ekonomi tidak
menguntungkan. Hanya sebagian kecil, janda yang sukses. Sebagian besar hidup
pas-pasan saja. Dengan ini kiranya mereka membutuhkan bantuan keluarga lain. Atau
kalau tidak, mereka malah pasrah pada Tuhan. Kehidupan seperti ini memudahkan
orang untuk pasrah pada kehendak Tuhan.
Hari ini, Sabtu, 8/6/13, bacaan
liturgi Gereja Katolik berkisah tentang janda miskin yang memberi persembahan. Janda
ini sudah jelas statusnya yakni orang miskin. Miskin harta tentunya. Dia miskin
tetapi dia mampu menyumbangkan persembahan. Ia memberi dari apa yang ada
padanya. Persembahan di sini ternyata menjadi berharga bukan karena nominal
uangnya tetapi dari kesungguhan pemberiannya.
Selain janda, ada juga orang kaya yang
tentu memberi lebih besar dari janda ini. Tetapi, Yesus justru melihat
pemberian terbesar adalah dari janda. Janda memberi seluruh kepunyaannya
sedangkan orang kaya memberi sebagian dari kepunyaannya. Jadilah, janda ini
miskin tetapi kaya.
Janda miskin adalah simbol hidup ideal
manusia. Manusia memiliki harta tetapi tak sedikit yang, maaf pelit, jika
diminta menyumbang. Manusia ingin memiliki, ingin memperoleh, tetapi enggan
memberi. Sifat memberi membuat manusia merasa bebas. Sedangkan sifat mengharapkan
pemberian membuat manusia selalu ingin memperoleh. Kiranya semua setuju dengan
persembahan si janda miskin ini.
PA, 8/6/13
Gordi
Post a Comment