foto oleh the1 sttimes |
Untuk diketahui saja, bahwa tidak semua
mahasiswi/a di Indonesia terlibat daam aksi demo penentangan kenaikan BBM.
Kampus kami tidak mempunyai utusan atas nama kampus untuk terlibat dalam aksi
demo. Entah ada yang ikut, itu pasti atas nama pribadi. Yang jelas, kami
sebagai mahasiswi/a berhak untuk setuju atau tidak setuju dengan aksi demo itu.
Apakah kami tidak peka dengan rakyat kecil? Apakah kami tidak bersolider dengan
aksi demo para mahasiswi/a di sejumlah kota di tanah air, Jakarta, Bandung,
Jember, Sukoharjo, Surakarta, Probolinggo, Medan, Makasar, Surabaya, Malang,
Jember, Semarang, Samarinda, Jambi, Lampung, Brebes, Yogyakarta, Palangkaraya,
Kendari, Ternate, dan lain-lain?
Tampaknya, kami seperti pembangkang yang
tidak peduli dengan rakyat kecil. Kami juga merupakan bagian dari rakyat kecil.
Bukankah ini sebuah pengkhianatan? Entah pembaca menilainya seperti itu atau
mencap dengan label lainnya, itu sah-sah saja, yang jelas saya dan teman-teman
di kampus tidak mau terlibat dalam aksi demo itu. Saya termasuk mahasiswa yang
tidak setuju dengan aksi demo yang dilakukan mahasiswa beberapa hari ini. Jangan
menilai saya pembangkang karena saya akan memberikan alasan di balik aksi untuk
tidak demo.
Pertama, saya mesti mengakui dan berterima kasih
atas perjuangan teman-teman mahasiswa untuk memperjuangkan hak rakyat kecil.
Saya salut dengan perjuangan teman-teman. Tetapi, saya tidak setuju dengan
perjuangan dalam bentuk demo. Mengapa saya tidak setuju? Aksi demo yang digelar
di beberapa kota itu tidak mempunyai alasan yang jelas. Jangan-jangan
teman-teman hanyalah gerombolan yang ikut-ikutan saja tanpa tahu tuntutan demo
itu seperti apa? Apa yang teman-teman perjuangkan dengan aksi demo itu?
Menurut hemat saya, jika aksi demo itu
mempunyai tuntutan yang jelas, hampir pasti bahwa demo itu berhasil. Katakanlah
membatalkan kenaikan BBM yang sedang direncanakan pemerintah dan DPR. Itu
tuntutannya dan hanya itu. Tuntutan itu mesti digemakan dalam aksi demo yang
dilakukan oleh teman-teman mahasiswa dari berbagai kota di penjuru tanah air.
Jadi, demo itu berlangsung selama tuntutan itu belum dipenuhi.
Tetapi, tuntutan itu, menurut hemat saya,
tidak cukup. Ibaratnya dalam berdebat, kita memilih untuk tidak setuju dengan
sebuah pendapat dan mempunyai pendapat lain yang kita ajukan. Kalau mahasiswa
tidak setuju dengan kenaikan BBM, lau apa kira-kira solusinya? Dengan membatalkan
kenaikan BBM, apa kira-kira yang bisa dilakukan pemerintah dan rakyat sehingga
keduanya tidak mengalami kerugian besar?
Pilihan lain bisa bermacam-macam. Bisa
dengan mengajukan tuntutan menasionalkan perusahaan asing yang mengelola sumber
BBM di negeri ini. Cara inilah yang dilakukan pemerintahan Hugo Chavez di
Venezuela. Ini hanya salah satu contoh saja. Teman-teman mahasiswa bisa membuat
pilihan lain yang kiranya bisa dterapkan di negeri ini jika kenaikan BBM
dibatalkan. Dengan tuntutan yang jelas, aksi demo itu terarah dan tidak ada
dualisme.
Kedua, aksi demo yang dilakukan mahasiswa
justru merugikan masyarakat lainnya. Lihat saja aksi demo beberapa hari
belakangan yang dibarengi dengan aksi brutal lainnya. Salah satu kerugian yang
sudah pasti adalah kemacetan. Bayangkan kerugian masyarakat jika beberapa
ruas jalan utama ditutup blokade aksi mahasiswa. Ini sama dengan menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuan. Apakah tidak lebih baik kalau mahasiswa
cukup beraksi di salah satu tempat tanpa menutup akses jalan yang digunakan
masyarakat lainnya? Atau apakah nmahasiswa harus menutup akses jalan itu supaya
masyarakat tahu bahwa mahasiswa masih eksis memperjuangkan kehidupan rakyat
kecil? Dalam hal ini teman-teman mahasiswa mesti berpikir ulang. Jangan
menganggap diri paling berkuasa sehingga di jalan pun paling berkuasa. Padahal
tindakan itu justru tidak memperjuangkan kehidupan rakyat kecil.
Aksi brutal lainnya adalah pemboikotan dan
pelumpuhan jaringan listrik PT Telkom selama 2 jam di Kendari, membakar ban
bekas dan aksi lainnya.
Tampaknya agak berlawanan antara aksi demo
dengan tujuan memperjuangkan kehidupan rakyat kecil dan tindakan yang
dilakukan. Mau peduli dengan rakyat kecil tetapi melumpuhkan jaringan listrik
yang justru merugikan banyak orang. Mau peduli dengan rakyat kecil tetapi
dengan membakar ban motor yang memperparah kerusakan lingkungan. Muncul
pertanyaan, ini aksi demo atau ungkapa kemarahan? Kalau mau marah bereskan dulu
penyebab kemarahan itu, dan jangan merugikan masyarakat lainnya.
Inilah argumen saya untuk memilih tidak
ikut aksi demo bersama teman-teman mahasiswa lain. Kalau saya ikut maka jumlah
pelaku pembakaran motor dan ban bisa bertambah. Kalau saya ikut maka pelaku
perusakan lingkungan bertambah. Kalau saya ikut maka panjang kemacetan di
beberapa kota jadi bertambah.
Meski saya tidak ikut demo, saya
menghargai aksi demo yang dilakukan teman-teman mahasiswa di beberapa kampus di
beberapa kota di penjuru tanah air. Kalau tuntutan demo dan solusinya jelas,
saya akan mengajak mahasiswa lainnya untuk demo. Kita bersama-sama
memperjuangkan kehidupan kita sebagai rakyat kecil dengan cara yang pas, tepat,
dan tidak merugikan kepentingan umum. Negeri ini bukan milik kita, para
mahasiswa saja, tetapi milk seluruh rakyat Indonesia. Kita hanyalah bagian
kecil dari seluruh rakyat Indonesia.***
CPR, 30/3/2012
*Dimuat di blog kompasiana pada 30/3/12
Post a Comment