foto oleh Jari Cerdas Aritmatika Indonesia |
Biasanya
anak-anak kelas VI paling aktif mengikuti pelajaran tiap hari Sabtu. Tetapi
beberapa minggu belakangan mereka tidak tampak lagi. Ke mana kah mereka?
“Kelas enam
kok tidak datang lagi?” tanyaku pada anak-anak yang kami dampingi.
“Ya kak,
mereka gak datang lagi, katanya mau siap ujian sekolah,” jawab beberapa anak
kelas IV.
Mereka bisa
hilang begitu saja gara-gara UN. UN itu mengganggu kegiatan belajar kami. Kami
hanya berjumpa sekali seminggu tetapi kami sekarang berpisah gara-gara UN itu.
Saya sudah
akrab dengan mereka (kelas VI) karena sering mendampingi mereka menyelesaikan
soal ujian atau tugas dari sekolah. Kini, saya haruskehilangan mereka. UN yang
dibuat pemerintah itu justru memisahkan kami, kelompok belajar tiap hari Sabtu.
Mungkin,
banyak teman-teman kami, anak-anak SD di daerah yang harus berpisah dari rumah
orang tua dan bermalam di rumah guru atau di sekolah demi menyiapkan UN ini. Mereka rela menghilangkan waktu bermain dan diganti dengan belajar
mengerjakan soal ujian. UN merebut hak kami, anak-anak, untuk
menikmati masa kecil yang paling indah melalui permainan dan bersosialisai
bersama teman-teman.
Dunia
pendidikan ini seolah-olah segalanya sehingga sebagian besar waktu kami
dicurahkan untuk itu. Bagaimana dengan dunia kami yang lainnya? Kami punya
bakat yang harusdikembangkan. Tetapi kami dikondisikan untuk mendiamkan
bakatkami itu sehingga kami tak bisa mengembangkannya lagi. Sungguh UN itu
membelenggu kebebasan kami, anak-anak.
Pemerintah
harus bertanggung jawa jika kami, anak-anak SD tak mempunyai masa depan cerah
gara-gara dikondisikan untuk mengerjakan soal UN. Selamat berjuang adik-adikku
yang besok akan mengadakan UN.
Pintar
itu banyak seginya bukan hanya sisi kognitif saja. UN mengukur kepintaran dari satu sisi saja.
CPR, 15/4/2012
Post a Comment